LAPORAN PRAKTIKUM OCEANOGRAFI : SIFAT FISIK KIMIA AIR LAUT DI KAWASAN PANTAI PULAU MAITARA, PROVINSI MALUKU UTARA

SIFAT FISIK KIMIA AIR LAUT DI KAWASAN PANTAI PULAU MAITARA, PROVINSI MALUKU UTARA

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGANTAR OCEANOGRAFI

Oleh

TAUFIQ ABDULLAH
05171511027



PROGRAM STUDY BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
 2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala limpahan rahmat dan karunia_Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Pengantar Oceanografi tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dosen Pengajar Mata Kuliah Pengantar Oceanografi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate.
Dalam penyusunan Laporan Praktikum ini, penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi teknik penulisan maupun isi materinya, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati, penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun demi perbaikan laporan praktikum ini.
Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada, mudah-mudahan Laporan praktikum  ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.

Ternate, Mei 2017

Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
1.2. Tujuan Praktikum
1.3. Manfaat Praktikum
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat Fisika Air Laut
2.2. Sifat Kimia Air Laut
III. METODELOGI
3.1. Waktu Dan Tempat Praktikum
3.2. Alat Dan Bahan
3.3. Metode Pengambilan Data
IV. HASIL PRAKTIKUM
4.1. Deskripsi Lokasi Praktikum
4.2. Parameter Fisika
4.3. Parameter Kimia
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem perairan menutupi 70% bagian dari permukaan bumi yang dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari kedua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari 97% (Barus, 1996). Laut merupakan daerah yang sangat luas dan bersifat sangat majemuk. Oleh karena itu, ada ilmu yang mempelajari tentang laut yaitu, Oceanografi.
Oseanografi (berasal dari bahasa Yunani oceanos yang berarti laut dan γράφειν atau graphos yang berarti gambaran atau deskripsi juga disebut oseanologi atau ilmu kelautan) adalah cabang dari ilmu bumi yang mempelajari segala aspek dari samudera dan lautan. Secara sederhana oseanografi dapat diartikan sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut. Dalam bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan segala fenomenanya.
Oceanografi semata-mata bukanlah merupakan suatu ilmu yang murni, tetapi merupakan perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar yang lain. Ilmu-ilmu lain yang termasuk di dalamnya ialah ilmu tanah (geology), ilmu bumi (geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayati (biology) dan ilmu iklim (metereology) (Hutabarat dan Evans,1985).
Oseanografi adalah bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari laut,samudra beserta isi dan apa yang berada di dalamnya hingga ke kerak samuderanya. Secara umum, oseanografi dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di bawah laut; fisika oseanografi yang mempelajari masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut, dan yang terakhir biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna atau biota di laut.
Oceanografi juga mempelajari tentang topografi pantai serta sifat fisik kimia air laut yang merupakan objek praktikum Pengantar Oceanografi yang dilaksanakan di Kawasan Pantai Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum Pengantar Oceanografi ini, yaitu untuk mengetahui sifat fisik kimia air laut Kawasan Pantai Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum Pengantar Oceanografi ini, yaitu dapat memberikan informasi ilmiah mengenai sifat fisik kimia air laut Kawasan Pantai Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Sifat Fisik Air Laut
2.2.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas terhadap ikan-ikan atau biota akuatik. Suhu dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme berperan secara langsung atau tidak langsung bersama dengan komponen kualitas air lainnya mempengaruhi kualitas akuatik. Temperatur air mengendalikan spawning dan hatching, mengendalikan aktivitas, memacu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan, menyebabkan air menjadi panas atau dingin sekali secara mendadak. Temperatur air juga mempengaruhi berbagai macam reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan akuatik (Sovisa, 2009).
Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari (Meadous and Campbell,1993). Suhu dilaut bersamaan dengan salinitas sangat mempengaruhi densitas dari ar laut.
2.2.2. Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air payau (0,5 – 30 ‰) laut (30 – 40 ‰) dan hiperhalin (>40 ‰) (Barus, 2004). Salinitas mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi biota laut akuatik. Salinitas juga berperan dalam mempengaruhi proses osmoregulasi biota perairan termasuk makrozoobentos. (Nybakken, 1992).
2.2.3. Arus Laut
Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari massa air menuju kestabilan yang terjadi secara terus menerus. Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan. Hasil dari gerakan massa air adalah vector yang mempunyai besaran kecepatan dan arah (Gross, 1972).
Menurut Gross (1990), terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik dan angin.
Berdasarkan gaya-gaya yang menimbulkannya, arus dibagi kedalam berbagai kelompok. Gross (1990), membagi menjadi lima macam yaitu :
a. Arus yang dipengaruhi oleh pola Gerakan Angin  (Wind driven current)
b. Arus Ekman
c. Arus termohaline
d. Arus pasut : Arus yang dipengaruhi oleh pasut.
e. Arus geostropik
Berdasarkan Kedalaman, arus terbagi menjadi dua yaitu Arus Permukaan dan Arus Dalam. Arus permukaan yang terkenal di Indonesia adalah ARLINDO (Arus Lintas Indonesia), arus ini merupakan pergerakan massa air dari samudra pasifik ke daerah perairan jawa bagian selatan.
Gerakan massa air di laut dapat diketahui dengan tiga cara, yakni melakukan pengukuran langsung di laut, melalui pengamatan topografi muka laut dengan satelit, dan model hidrodinamik. Metode Langsung Terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Metode Lagrangian dan Metode Euler.
Metode Lagrangian adalah suatu cara mengukur aliran massa air dengan melepas benda apung atau drifter ke laut, kemudian mengikuti gerakan aliran massa air laut (konvensional gunakan botol).
Gambar 1. contoh metode lagrangian.
Metode Euler adalah Pengukuran arus yang dilakukan pada satu titik tetap pada kurun waktu tertentu. (Alat: Current Meter, Floater Current Meter, current drough)

Gambar 2. Float Tracking (bola apung).
2.2.4. Pasang Surut (Pasut)
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Ada dua macam pasang surut, yaitu pasang purnama dan pasang perbani.
Pasang purnama, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut tertinggi (besar). Pasang besar terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan kalender bulan) dan pada tanggal 14 (saat bulan purnama). Pada kedua tanggal tersebut posisi bumi-bulan matahari berada pada satu garis (konjungsi) sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan matahari berkumpul menjadi satu menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang menghadap ke bulan mengalami pasang naik besar.
Gambar 3. posisi bulan ketika pasang purnama.
            Pasang Perbani ialah peristiwa terjadinya pasang naik  dan pasang surut terendah (kecil). Pasang kecil ini terjadi pada tanggal 7  dan 21 kalender    bulan. Pada kedua tanggal  tersebut posisi matahari – bulan – bumi   membentuk susut 90°. Gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi berlawanan arah sehingga kekuatannya menjadi berkurang (saling melemahkan).
Gambar 4. bulan ketika pasang perbani.
Pasang surut (pasut) juga digolongkan dalam empat tipe, yaitu Diurnal Tide; Semidiurnal Tide; Mixed Tide, Prevailing Diurnal; dan Mixed Tide, Prevailing Semidiurnal.
Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides).
Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) dan tipe campuran dominasi tunggal (Mixed Tide, Prevailing Semidiurnal).
Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Masyarakat yang hidup di daerah pesisir pantai atau menggantungkan penghidupannya pada laut telah mengobservasi pasang dan arus pasang surut bertahun-tahun yang lalu. Mereka telah menggunakan hasil observasi dan ilmu praktek dalam banyak cara bagi keuntungan mereka. Sebagai contoh, hasil observasi tersebut yang dituangkan dalam ilmu aplikasi adalah memberikan pemilihan waktu bagi kapal untuk memasuki atau meninggalkan pelabuhan. Hal tersebut juga membantu mereka dalam melaksanakan aquakultur dan mengamati aktifitas ikan di daerah zona intertidal di dekat pantai tempat tinggal mereka.
Dalam mempelajari dan mengukur pansang surut (pasut), dapat menggunakan  alat dan metode pengukuran pasut yaitu (1) Tide Staff; (2) Tide gauge; dan (3) Satelit.
Tide Staff berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centimeter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut  di lapangan. Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat. Berikut ini merupakan contoh gambar Tide Staff.
Gambar 5. alat ukur tide staff.
Tide gauge merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu Floating tide gauge (self registering) dan  Pressure tide gauge (self registering).
Selain tide staff dan tide gauge, pengukuran pasut juga dapat menggunakan Satelit. Alat ini biasanya digunakan untuk pengukuran pasut dalam skala yang luas.
2.2.5. Gelombang Laut
Gelombang dikenal sebagai pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut sebagai gelombang.
Ada tiga gaya pembangkit yang menjadi faktor penyebab gelombang. Gaya pembangkit tersebut antara lain wind waves, forced waves dan free waves. Wind waves yang terjadi dipengaruhi oleh angin. Lamanya angin bertiup, kecepatan angin, dan jarak tempuh angin dari arah pembangkit gelombang menjadi penentu karakter gelombang itu sendiri. Forced Waves adalah gelombang yang terjadi akibat adanya gaya pembangkit yang berasal dari gaya tarik bulan dan matahari. Free Waves merupakan gelombang yang sudah tidak dipengaruhi lagi oleh gaya pembangkitnya (Djunarsiah 2005). Faktor lain terjadinya gelombang yaitu adanya transfer energi dari udara ke massa air. Prinsip dasar terjadinya gelombang laut yaitu, jika ada dua massa benda yang berbeda kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain maka pada bidang gerakannya akan berbeda (Sasmono 2008).
Gelombang juga di bangkitkan oleh
a.    Gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut
b.    Gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap bumi
c.    Gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut
d.   Gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya
Komponen gelombang menurut (Hutabarat dan Evans 2006) adalah:
·        Crest (puncak) merupakan titik tertinggi gelombang
·        Trough (lembah) merupakan titik terendah gelombang
·        Wave high (tinggi gelombang) adalah jarak vertikal antara puncak dan lembah
·        Wave length (panjang gelombang) merupakan jarak-jarak berturut-turut antara dua buah puncak atau dua buah lembah
·        Wave period (periode gelombang) adalah waktu yang dibutuhkan puncak untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut
·        Frekwensi adalah Jumlah puncak (atau jumlah lembah) yang melewati suatu titik tetap tiap satuan waktu.
·        Wave steepness (kemiringan gelombang) merupakan perbandingan antara panjang gelombang dengan tinggi gelombang.
Gambar 6. Komponen gelombang.
Gelombang juga dikategorikan dalam beberapa tipe, yaitu Gelombang pembangun/pembentuk pantai (Constructive wave) dan Gelombang perusak pantai (Destructive wave).
Gelombang pembentuk pantai, bercirikan mempunyai ketinggian kecil dan kecepatan rambatnya rendah. Sehingga saat gelombang tersebut pecah di pantai akan mengangkut sedimen (material pantai). Material pantai akan tertinggal di pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap.
Gambar 7. ombak pembangun pantai.
Gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat yang besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang datang kembali menghantam pantai akan ada banyak.
Gambar 8. ombak perusak pantai.
Gelombang juga diklasifikasi gelombang dibagi berdasarkan Periode gelombang dapat dilihat pada tabel 2.1 dan berdasarkan kedalaman dapat dilihat pada tabel 2.2 Klasifikasi gelombang berdasarkan periode.
Table 1. klasifikasi gelombang berdsarkan periode
Table 1. klasifikasi gelombang berdasarkan kedalaman.
 

2.3. Sifat Kimia Air Laut
2.3.1. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hydrogen dalam suatu larutan merupakan suatu tolak ukur keasaman. Biota – biota laut memiliki kisaran untuk hidup pada nilai pH tertentu (Nybakken, 1992). Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Wardhana (1995) menyatakan kondisi perairan yang bersifat sangat asam ataupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang akan mengancam kelangsungan hidup organisme perairan, sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam perairan akan terganggu, dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat toksik bagi organisme perairan.
Setiap spesies organisme perairan memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar 7 - 8,5 (KepMen LH, 2004).
2.3.2. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air.





III. METODELOGI
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Pengantar Oceanografi ini dilaksanakan di kawasan pantai Pulau Maitara bagian tengah, Kota Tidore Kepulauan, Prov. Maluku Utara pada hari selasa, 12 juli 2016 pukul 08.00 WIT s/d rabu, 13 juli 2016 pukul 11.00 WIT. Lokasi praktikum dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 9. lokasi pantai tempat praktikum
3.2.  Alat dan Bahan Praktikum
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Pengantar Oceanografi dapat dilihat pada tabel 2. berikut.
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
No.
Nama
Kegunaan
1
Alat tulis
Mencatat hasil pengukuran
2
Tide staff
Mengukur gelombang dan pasut
3
Float Tracking
Mengukur arus
4
Kamera
Dokumentasi kegiatan praktikum
5
Tissue
Pembersih alat
6
Stopwatch
Menghitung waktu pada pengukuran arus
7
Senter
Memudahkan pengambilan data pada malam hari
8
Horiba Water Chekeer
Mengukur parameter fisik kimia

3.3. Metode Pengambilan Data
3.3.1. Metode Pengambilan Data Pasut
Pengambilan data pasut pada praktikum ini menggunakan alat Tide Staff. Pengambilan data pasut dilakukan dengan memperhatikan prosedur kerja sebagai berikut :
·               Menyiapkan alat yang akan digunakan (tide staff).
·               Melakukan pengamatan secara insitu.
·               Ketelitian dalam membaca Skala.
·               Mencatat waktu pengukuran, pasang tertinggi, surut terendah, dan menghitung  rata ketingian air pada saat pengukuran :

·                Mendokumentasikan prosedur kerja.
3.3.2. Metode Pengambilan Data Gelombang
Pengambilan data gelombang pada praktikum ini menggunakan alat Tide Staff. Pengambilan data gelombang dilakukan dengan memperhatikan prosedur kerja sebagai berikut :
·               Menyiapkan alat yang akan digunakan (tide staff).
·               Melakukan pengamatan secara insitu.
·               Ketelitian dalam membaca Skala.
·               Mencatat waktu pengukuran, puncak gelompang, lembah gelombang, periode gelombang dalam 1 menit, dan menghitung  tinggi gelombang menggunakan rumus berikut :
Keterangan :
h = tinggi gelombang
a = puncak gelombang
b = lembah gelombang
·               Mendokumentasikan prosedur kerja.
3.3.3. Metode Pengambilan Data Arus
Pengambilan data arus menggunakan metode Euler dengan alat Float Tracking (Bola Apung). Pengambilan data arus dilakukan dengan memperhatikan prosedur kerja sebagai berikut:
·               Menyiapkan alat yang akan digunakan (float tracking).
·               Melakukan pengamatan secara insitu.
·               Melepaskan float tracking.
·               Mencatat waktu pengukuran, arah float tracking, panjang tali pada float tracking, waktu pada stopwatch hingga float tracking berhenti bergerak (frekuensi),  dan menghitung kecepatan arus dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
V = Kecepatan arus
s = Panjang tali yang digunakan
t = Frekuensi
·               Mendokumentasikan prosedur kerja.
3.3.4. Metode Pengambilan Data Suhu, Salinitas, pH, Dan DO
Pengambilan data parameter fisik kimia seperti suhu, salinitas, pH, dan DO menggunkan Horiba Water Chekeer. Pengambilan data suhu, salinitas, pH, dan DO dilakukan dengan memperhatikan prosedur kerja sebagai berikut :
·         Menyiapkan Horiba
·         Tekan start untuk menghidupkan Horiba, tunggu beberapa saat hingga semua parameter mulai dari nol.
·         Celupkan sensor yang ada pada Horiba dan diamkan lebih dari semenit.
·         Tekan Lock untuk mengambil data seperti suhu, pH, dan salinitas.
·           Catat hasil yang telah di Lock.
·           Mendokumentasikan prosedur kerja.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Praktikum
Pulau Maitara adalah sebuah pulau yang berada di Maluku Utara Indonesia. Pulau Maitara adalah pulau kecil di antara Tidore dan Ternate. Sebagian lingkaran Pulau Maitara didominasi pantai berpasir putih dan terhampar di depannya alam bawah laut dengan keanekaragaman ikan serta karang yang masih terpelihara dengan baik. Pulau Maitara terletak di antara Pulau Tidore dan selatan Pulau Ternate, atau lebih tepatnya berada di Kota Tidore Kepulauan (Tikep). Koordinat Pulau Maitara : 0◦43’56.000’’LU , 127◦22’16.000” BT.
4.2. Pengukuran Sifat Fisik Air Laut
Hasil pengukuran sifat fisik air laut dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.  Hasil pengukuran sifat fisik air laut.
No
Parameter
Hasil
Satuan
1
Suhu
27.92
°C
2
Salinitas
35.6
ppt
3
Kecepatan Arus
0.09
m/s
4
Ketinggian Gelombang
0,59
meter
5
Ketinggian Pasut
0,59
meter

4.2.1. Suhu
Pengukuran suhu pada praktikum menggunakan Horiba Water Chekeer yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar 5 jam. Artinya setiap 5 jam,dilakukan pengukuran suhu. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil pengukuran suhu.
No
Waktu Pengukuran (WIT)
Hasil
Satuan
1
12.00
28.94
°C
2
17.00
28.59
°C
3
22.00
27.35
°C
4
03.00
26.89
°C
5
08.00
27.84
°C

Gambar 4.1. grafik hasil pengukuran suhu.
Dari grafik di atas, hasil pengukuran suhu tertinggi adalah 28,94°C pada pukul 12.00 WIT. Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan ketika siang hari yang pada saat tersebut penetrasi cahaya matahari ke perairan begitu tinggi. Sementara hasil pengukuran terendah yaitu 26,89 °C pada pukul 03.00 WIT. Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan ketika dini hari yang pada saat tersebut tidak terdapat cahaya matahari.
4.2.2. Salinitas
Sama halnya dengan pengukuran suhu, pengukuran salinitas pada praktikum menggunakan Horiba Water Chekeer yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar 5 jam. Artinya setiap 5 jam, dilakukan pengukuran salinitas. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil pengukuran salinitas.
No
Waktu Pengukuran (WIT)
Hasil
Satuan
1
12.00
35.9
ppt
2
17.00
35.5
ppt
3
22.00
35.7
ppt
4
03.00
34.9
ppt
5
08.00
35.6
ppt

Gambar 4.2. grafik hasil pengukuran salinitas.
Dari grafik di atas, hasil pengukuran salinitas tertinggi adalah 35,9 ppt pada pukul 12.00 WIT. Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan ketika siang hari yang pada saat tersebut penetrasi cahaya matahari ke perairan begitu tinggi sehingga menyebabkan suhu menjadi naik. Apabila suhu naik maka salinitas juga naik. Sementara hasil pengukuran terendah yaitu 34,9 ppt pada pukul 03.00 WIT. Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan ketika dini hari yang pada saat tersebut tidak terdapat cahaya matahari sehingga menyebabkan suhu menjadi rendah. Apabila suhu rendah maka salinitas juga rendah.
4.2.3. Arus
Pengukuran arus pada praktikum menggunakan float tracking atau bola apung dan stopwatch yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar 1 jam. Artinya setiap 1 jam, dilakukan pengukuran arus. Yang kemudian dihitung rata – rata kecepatan arus di lokasi praktikum. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
Gambar 4.3. grafik hasil pengukuran kecepatan arus.
Dari grafik di atas, hasil pengukuran kecepatan arus tertinggi adalah 0,375 m/s pada pukul 21.00 WIT. Sementara hasil pengukuran terendah yaitu 0,004 pada pukul 04.00 WIT dan 0,005 pada pukul 03.00 WIT.
4.2.4. Ketinggian Gelombang
Pengukuran gelombang pada praktikum menggunakan tide staff yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar 1 jam. Artinya setiap 1 jam, dilakukan pengukuran gelombang. Yang kemudian dihuntung pula rata – rata ketinggian permukaan air  di lokasi praktikum. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.
Gambar 4.4. grafik hasil pengukuran gelombang.
Dari grafik di atas, permukaan air tertinggi adalah 0,81 meter pada pukul 00.00 WIT. Sementara hasil pengukuran terendah yaitu 0,295 pada pukul 17.00 WIT.
4.2.5. Pasut
Pengukuran pasut pada praktikum menggunakan tide staff yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar 1 jam. Artinya setiap 1 jam, dilakukan pengukuran pasut. Yang kemudian dihuntung pula rata – rata ketinggian permukaan air di lokasi praktikum. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.
Gambar 4.5. grafik hasil pengukuran pasut.
Dari grafik di atas, pasang tertinggi adalah 0,81 meter pada pukul 00.00 WIT dan surut terendah yaitu 0,295 pada pukul 17.00 WIT. Dari grafik di atas pula, dapat ditentukan bahwa tipe pasut yang terdapat pada kawasan pantai Pulau Maitara adalah semidiurnal tides, yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda.
4.3. Pengukuran Sifat Kimia Air Laut
Hasil pengukuran sifat kimia air laut dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4.  Hasil pengukuran sifat kimia air laut.
No
Parameter
Hasil
Satuan
1
Derajat Keasaman (pH)
6,40
-
2
Oksigen Terlarut
7,86
mg/L

4.3.1. Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran pH pada praktikum menggunakan Horiba Water Chekeer yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar 5 jam. Artinya setiap 5 jam,dilakukan pengukuran suhu. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hasil pengukuran pH.
No
Waktu Pengukuran (WIT)
Hasil
Satuan
1
12.00
6.22
-
2
17.00
4.89
-
3
22.00
7.12
-
4
03.00
8.35
-
5
08.00
5.44
-

Gambar 4.6. grafik hasil pengukuran pH.
Dari grafik di atas, hasil pengukuran pH tertinggi adalah 8,35 pada pukul 03.00 WIT. Hal ini artinya pada saat tersebut konsentrasi ion hidrogen bersifak asam. Sementara hasil pengukuran terendah yaitu 4,89 pada pukul 17.00 WIT. Hal ini artinya pada saat tersebut konsentrasi ion hidrogen bersifak basah.
4.3.2. Oksigen Terlarut (DO)
Pengukuran DO pada praktikum menggunakan Horiba Water Chekeer yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar 5 jam. Artinya setiap 5 jam,dilakukan pengukuran suhu. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil pengukuran DO.
No
Waktu Pengukuran (WIT)
Hasil
Satuan
1
12.00
8.72
mg/L
2
17.00
9.91
mg/L
3
22.00
7.12
mg/L
4
03.00
6.37
mg/L
5
08.00
7.18
mg/L

Gambar 4.7. grafik hasil pengukuran DO.
Dari grafik di atas, hasil pengukuran DO tertinggi adalah 9,91 mg/L pada pukul 17.00 WIT. Hal ini dikarenakan pada saat tersebut penetrasi cahaya matahari ke perairan begitu rendah sehingga menebabkan suhu rendah. Apabila suhu rendah maka DO tinggi. Sementara hasil pengukuran terendah yaitu 6,37 mg/L pada pukul 03.00 WIT. Hal ini dikarenakan pada saat tersebut penetrasi cahaya matahari ke perairan begitu tinggi sehingga menebabkan suhu tinggi. Apabila suhu tinggi maka DO rendah
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum dan menyusun laporan ini, dapat kami simpulkan bahwa sifat fisik kimia air laut Kawasan Pantai Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara diantaranya yaitu Suhu 27.92°C, Salinitas 35.6 ppt, Kecepatan Arus 0.09 m/S, Ketinggian Gelombang 0,59 meter, Ketinggian Pasut 0,59 meter, Derajat Keasaman (pH) 6,40, dan Oksigen Terlarut 7,86 mg/L.
5.2. Saran
Saya menyadari bahwa hasil praktikum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran saya untuk menyempurnakannya sebaiknya di lakukan kajian lebih lanjut dalam hal ini adalah riset lanjutan mengenai sifat fisik kimia air laut Kawasan Pantai Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. 2016. Laporan Praktikum Oceanografi (Gelombang, Pasut, Arus, & Kualitas Air) on http://taufiqabd.blogspot.co.id/2016/09/laporan-praktikum-oceanografi-gelombang.html di akses pada 29 May 2017

Bahan ajaran peng. Oseanografi FKIP Unkhair
Hutabarat, Sahala, dan Stewart M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. UI-Press Universitas Indonesia. Jakarta. 159 Hal.
Dahuri, R, Jacob Rais , Gintin,S.Pg. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo Press. Jakarta
Wikipedia. 2016. Pulau Maitara. On https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Maitara di akses pada 15 juli 2016
Wikipedia. 2016. PH. On https://id.wikipedia.org/wiki/PH di akses pada 15 juli 2016
Wikipedia. 2016. Suhu. On https://id.wikipedia.org/wiki/Suhu di akses pada 15 juli 2016
Wikipedia. 2016. Salinitas. On https://id.wikipedia.org/wiki/Salinitas di akses pada 15 juli 2016






LAMPIRAN
Lampiran 1 : Arus
Waktu Pengukuran (WIT)
Arah
Panjang Tali
Kecepatan Arus
00:01:13.38
timur laut
3 meter
0,041
00:00:26.50
Utara
0,115
00:00:40.94
Utara
0,075
00:02:42.14
barat laut
0,019
00:02:02.92
barat laut
0,025
00:01:07.94
Selatan
0,045
00:00:59.97
timur laut
0,051
00:00:29.60
Selatan
0,103
00:00:13.13
Selatan
0,231
00:00:08.28
Selatan
0,375
00:00:17.17
Selatan
0,176
00:00:37.31
Selatan
0,081
00:00:18.06
Selatan
0,167
00:00:35.72
Selatan
0,086
00:00:22.42
Utara
0,136
00:10:00.27
Utara
0,005
00:11:41.65
Tenggara
0,004
00:02:49.98
Timur
0,018
00:02:32.97
Tenggara
0,02
00:01:48.53
Tenggara
0,028
00:00:30.02
Tenggara
0,1
00:01:09.10
Utara
0,043
00:01:02.94
Selatan
0,048
00:00:56.91
Selatan
0,054
Jumlah


2,046
Rata - Rata


0,085



Lampiran 2 : Gelombang
Waktu Pengukuran (Wit)
Puncak (Dm)
Lembah (Dm)
Periode
Frekuensi
Tinggi
dm
meter
12:00
7,5
7
00:00:02.19
35
0,5
0,05
13:00
6,7
6
00:00:01.19
31
0,7
0,07
14:00
5,6
5
00:00:01.48
23
0,6
0,06
15:00
4,4
4,2
00:00:03.20
18
0,2
0,02
16:00
3,7
3,1
00:00:03.41
15
0,6
0,06
17:00
3,1
2,8
00:00:01.98
23
0,3
0,03
18:00
3,7
3,3
00:00:02.02
20
0,4
0,04
19:00
4,2
3,9
00:00:02.06
20
0,3
0,03
20:00
4,9
3,7
00:00:03.61
26
1,2
0,12
21:00
5,9
5,8
00:00:03.61
31
0,1
0,01
22:00
7,8
6,8
00:00:02.85
20
1
0,10
23:00
8
7,8
00:00:02.68
20
0,2
0,02
0:00
8,3
7,9
00:00:02.02
26
0,4
0,04
1:00
8,1
8
00:00:02.72
27
0,1
0,01
2:00
8
7,8
00:00:02.32
22
0,2
0,02
3:00
6,8
6,5
00:00:03.82
36
0,3
0,03
4:00
6
5,9
00:00:04.57
21
0,1
0,01
5:00
5,5
5,3
00:00:04.06
22
0,2
0,02
6:00
5,4
5,3
00:00:01.29
53
0,1
0,01
7:00
5,3
5,2
00:00:02.56
36
0,1
0,01
8:00
6,2
5,6
00:00:02.56
37
0,6
0,06
9:00
6,8
6,3
00:00:02.11
20
0,5
0,05
10:00
7
6,5
00:00:01.01
28
0,5
0,05
11:00
7,2
6,9
00:00:01.32
24
0,3
0,03
Jumlah
-
0,95
Rata – rata
-
0,04



Lampiran 3 : Pasut
Waktu Pengukuran (Wit)
Puncak (Dm)
Lembah (Dm)
Tinggi
dm
meter
12:00
7,5
7
0,5
0,05
13:00
6,7
6
0,7
0,07
14:00
5,6
5
0,6
0,06
15:00
4,4
4,2
0,2
0,02
16:00
3,7
3,1
0,6
0,06
17:00
3,1
2,8
0,3
0,03
18:00
3,7
3,3
0,4
0,04
19:00
4,2
3,9
0,3
0,03
20:00
4,9
3,7
1,2
0,12
21:00
5,9
5,8
0,1
0,01
22:00
7,8
6,8
1
0,10
23:00
8
7,8
0,2
0,02
0:00
8,3
7,9
0,4
0,04
1:00
8,1
8
0,1
0,01
2:00
8
7,8
0,2
0,02
3:00
6,8
6,5
0,3
0,03
4:00
6
5,9
0,1
0,01
5:00
5,5
5,3
0,2
0,02
6:00
5,4
5,3
0,1
0,01
7:00
5,3
5,2
0,1
0,01
8:00
6,2
5,6
0,6
0,06
9:00
6,8
6,3
0,5
0,05
10:00
7
6,5
0,5
0,05
11:00
7,2
6,9
0,3
0,03
Banyak data
146,10
136,60
9,50
0,95
Rata – rata
6,09
5,69
0,40
0,04



Lampiran 4 : Dokumentasi
Float Tracking (bola apung)
tide staff yang digunakan waktu praktikum
Water Quality Meters Horiba U-50


Pengambilan data siang hari
Pengambilan data siang hari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PENGARAHAN

SISTEM PENCERNAAN PADA IKAN

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air : OSMOREGULASI PADA IKAN NILA DENGAN PENGARUH PEMBERIAN SALINITAS YANG BERBEDA