PEMBENIHAN IKAN KERAPU

MAKALAH
MANAJEMEN HATCHERY

PEMBENIHAN IKAN KERAPU




Oleh
TAUFIQ ABDULLAH
0517 1511 027


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2018

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan sub sektor perikanan mengalami kemajuanyang cukup menggembirkan hal ini didukung dengan adanya potensisumberdaya alam yang tersedia diantaranya dapat dilihat dari luasan perairanpantai yang membentang yaitu 81.000 km, serta pantai untuk budidaya ikan 3.124.747 ha (Nurdjana, 1997). Selain itu juga didukung dengan adanya pengembangan budidaya organisme laut. Salah satu organisme laut yang lagidikembangkan adalah ikan kerapu yang mana merupakan salah satu prioritas yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan dari sub sector perikanan.

Ikan Kerapu (Epinephelus sp.) umumnya dikenal dengan istilah"groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun pada internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Mulyadi , 1989).

Kerapu merupakan salah satu jenis ikan karang yang paling populer di daerah Asia-Pasifik dan mempunyai nilai ekspor cukup tinggi. Salah satu jenis ikan kerapu yang  mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kerapu macan umumnya tumbuh cepat, kuat dan cocok untuk budidaya intensif maupun tradisional serta mempunyai kekhasan dalam pasca panen serta penyajian dalam konsumsi (Tarwiyah, 2001). Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup (Anonim, 2010). 

Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya. Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Akhir - akhir ini tangkapan benih alam yang tepatukuran, mutu, dan jumlah sangat menurun, sehingga benih merupakan kendalautama dalam pengembangannya. Sehubungan dengan kondisi tersebut makasangat diharapkan ketersediaan benih dari panti-panti benih (hatchery).

Informasi mengenai pwmbenihan ikan kerapu  sangat penting untuk di ketahui, oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, saya akan menyusun sebuah makalah mengenai  pembenihan ikan Kerapu.

B. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini, yaitu untuk memberikan informasi ilmiah mengenai kegiatan pembenihan ikan kerapu.

BAB II
PEMBHASAN
A. Klasifikasi Kerapu
Ikan Kerapu diklasifikasikan sebagai berikut (Wikipedia, 2016) :
Kingdom : Animalia
Phylun : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformis
Famili : Serranidea
Genus : 1) Acanthistius; 2)Alphestes; 3) Anyperido; 4) Caprodon; 4) Cephalopholis; 5) Chromileptes; 6) Dermatolepis; 7) Epinephelus; 8) Gonioplectrus; 9)Gracila; 10) Hypoplectrodes; 11) Liopropoma; 12) Mycteroperca; 13) Niphon; 14) Paranthias; 15) Plectropomus; 16) Saloptia; 17) Triso; 18) Variola.

Ikan kerapu ditemukan diperairan pantai Indo-Pasifik sebanyak 110 spesies dan diperairan Filipina dan Indonesia sebanyak 46 spesies yang tercakup ke dalam 7 genera Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola (Marsambuana dan Utojo, 2001). Dari 7 genus tersebut, genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus sekarang digolongkan ikan komersial dan mulai dibudidayakan.

B. Morfologi Kerapu
Bentuk tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil dari pada panjang dan tinggi tubuh.  Rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat. Mulut lebar, serong ke atas dengan bibir bawah yang sedikit menonjol melebihi bibir atas. Sirip ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang dimana bagian yang berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak.  Posisi sirip perut berada dibawah sirip dada. Badan ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid.

C. Pakan dan Kebiasaan Pakan
Ikan kerapu macan dan kerapu tikus merupakan hewan karnivor, sebagaimana jenis-jenis ikan kerapu lainnya.  Ikan kerapu macan dan kerapu tikus  dewasa adalah pemakan ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan, sedangkan larvanya pemangsa larva moluska (trokofor), rotifer, mikro krustasea, kopepoda, dan zooplankton.  Sebagai ikan karnivora, kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolom air (Nybakken, 1988).  Tampubulon dan Mulyadi (1989),  mengungkapkan bahwa ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang hari dan malam hari,  namun lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari.   

Kerapu biasa mencari makan dengan menyergap mangsa dari tempat persembunyiannya.  Kerapu macan mempunyai kemampuan menangkap mangsa lebih cepat daripada kerapu sunu (Anonymous, 1991).  Sebagai ikan karnivora, kerapu bersifat kanibalisme.  Kanibalisme biasanya mulai terjadi pada larva kerapu berumur 30 hari, dimana pada saat itu larva cenderung berkumpul di suatu tempat dengan kepadatan tinggi.

Berdasarkan perilaku makannya, ikan kerapu dewasa memangsa ikan-ikan kecil, crustacea dan cephalopoda  yang menempati struktur tropik teratas dalam piramida rantai makanan (Randall, 1987).   Tidak bedanya dengan kerapu macan,  sebagai ikan karnivora kerapu tikus juga mempunyai kecenderungan bersifat kanibal, namun sifat kanibal ikan kerapu tikus tidak seperti jenis kerapu lainnya dikarenakan lebar bukaan mulut kerapu tikus lebih kecil.

D. Pembenihan Kerapu
1.Persyaratan Lokasi Budidaya
Persyaratan Teknis 
Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu yang berhubungan langsung dengan aspek teknis ikan dalam memproduksi benih, bebrapa aspek panting yang harus dipenuhi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah:
  • Letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memudahkan perolehan         sumber air. Pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut tidak          berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi.
  • Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28-35 ppt.
  • Sumbeer air laut dapat dipompa minimal 20 jam perhari.
  • Sumber air tawar tersedia dengan salinitas minimal 5 ppt.
  • Penentuan lokasi sesuai Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Wilayah (RUTRD/RUTRW) (Anonim, 2012).


Persyaratan Sosial Ekonomi
Faktor non-teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor-faktor teknis dalam memilih lokasi untuk pembenihan ikan kerapu. Dalam penentuan calon lokasi pembenihan, pertama kali perlu diketahui tentang peruntukan suatu wilayah yang biasanya telah terpetakan dalam RUTR dan tata guna lahan, memperhatikan RUTR suatu wilayah untuk pemebnihan kerapu diharapkan tidak akan terjadi tumpang tindih lahan usaha. Persyaratan lokasi termasuk faktor non-teknis lainnya adalah mengenai lahan usaha. Persyaratan lokasi termasuk lainnya adalah mengenai kemudahan-kemudahan seperti tersedianya sarana transportasi, komunikasi, instalasi listrik, tenaga kerja, pemasaran, pasar, sekolah, tempat ibadah, pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sebagai makhluk social adanya kemudahan-kemudahan tersebut dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan dalam bekerja. Hal lain yang dapat mendukung kelangsungan usaha adalah dukungan Pemda setempat, terutama masyarakat sekitarnya sehingga tidak terjadi konflik atau masalah (Kisto, 1991).

2. Seleksi Indukan
Ikan kerapu ada bermacam-macam jenis, diantaranya yaitu ikan kerapu macan, kerapu bebek, dan kerapu tikus. Pemilihan induk ikan kerapu harus dilakukan dengan seksama karena akan sangat berpengaruh pada hasil budidaya kita nantinya. Induk yang baik yaitu memiliki bentuk tubuh yang normal, seluruh anggota tubuhnya lengkap, dan bebas dari gangguan penyakit.

3. Pemijahan Dan Padat Penebaran
Ikan kerapu ini bersifat hemafrodid protogini, perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan, sehingga dalam melakukan pemijahan perlu diperhitungkan perbandingannya, perbandingan induk dalam pemijahan ikan kerapu biasanya 1 : 1, dan 2 : 1, hal tersebut tergantung dari berat bobot induk yang akan di pijahkan (Anonim, 2012).

4. Penanganan Telur
Telur-telur yang terapung berarti adalah telur yang bagus dan sudah dibuahi, sedangkan yang tenggelam adalah telur-telur yang biasanya kurang bagus. Penyortiran dengan cara ini cukup efektif. Telur di tempatkan pada kolam penetasan yang sebaiknya berada di dalam ruangan dan memiliki suhu yang ideal, yakni sekitar 29 derajat celcius. Hanya dalam 19 jam, telur-telur ikan akan menetas menjadi larva ikan Kerapu.

5. Penanganan Larva
Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. Disamping itu ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 - 10 sel/ml. Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara bertahap hingga mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml plytoplankton 10 - 2.10 sel/ml media. Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari, kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50 hari (Slamet, 1993).

6. Pendederan
Dalam pendederan, sebaiknya larva ikan kerapu di Grading atau penyortiran. Grading harus secara periodik dilakukan guna menghindari kanibalisme yang tinggi. Semakin seragam ukuran ikan tingkat kanibalisme dapat ditekan. Pada tahap ini manajemen air media pemeliharaan juga sangat penting diperhatikan.

7. Pemanenan
Larva di pelihara hingga menjadi benih yang siap panen. Benih dapat dipanen setelah umur 2 bulan atau berukuran 2-3″.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah menyusun makalah ini, dapat saya simpulakan bahwa kegiatan pembenihan ikan kerapu dimulai dari :
  • menentukan lokasi : lokasi harus memenuhi standar kelayakan
  • seleksi indukan : indukan yang digunakan merupakan indukan yang unggul
  • Pemijahan dan padat penebaran : perhatikan sifat biologi reproduksinya
  • Penanganan telur : penyortiran telur yang terbuahi dan yang tidak terbuahi
  • Penanganan larva : larva di berikan pakan kuning telurnya dan zooplankton
  • Pendederan : grading ukuran untuk meminimalisir kanibalisme
  • Pemanenan : Benih dapat dipanen setelah umur 2 bulan atau berukuran 2-3″


B. Saran
Manusia tidak luput dari keslahan dan rasa khilaf. Barangkali hanya ini yang dapat kami ungkapkan. Jika ada kesalahan materi maupun merugikan pihak - pihak tertentu kami meminta kritik dan sarannya, kritik maupun sarannyan sangatlah penting untuk pengintrospesikan diri melengkapi makalah ini. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1991.  Operasional Pembesaran Ikan Kerapu Dalam Keramba Jaring Apung. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. Balitbangtan, Deptan, Jakarta.

Anonim, 2012. Training Manual on Marine Finfish Net Cage Culture in Singapore. Revered for the Marine Finfish Net Cage Training Course. Conducted by Primary Production Department (Republic of Singapore) and Organized RAS/86/024 cooperation with RAS /84/016.

Kisto Mintardjo, 1991. Pemijahan Ikan Kerapu (Epinephelus tauvina) Dengan       Manipulasi Lingkungan. Buletin Budidaya Laut No. 2, Balai Budidaya Laut Lampung, Ditjen Perikanan, 1991.

Marsambuana, A., dan Utojo. 2001. Identifikasi Spesies Ikan Kerapu Hasil Tangkapan yang Didaratkan di Perairan Laut Sekitar Sulawesi Selatan. In: A.Susrajat, E. S. Herawati, A.Poernamo, A. Rukyani, J.Widodo, dan E. Danakusumah (Eds). Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Des Farming di Indonesia. Depaetemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Japan Internasional Cooperion Agency.

Mulyadi. 1989. Sinopsis Kerapu di Perairan Indonesia . Balitbangkan. Semarang.

Nybakken, J.W., 1988.  Biologi Laut : suatu pendekatan ekologi.  Gramedia, Jakarta.

Randall, J.E., 1987.  A Preliminary Synopsis on the Groupers (Perciformes : Serranidae, Epinephelinae) of the Indo-Pacipic Region in J.J. Polovina, S. Ralston (Editors), Tropical Snappers and Groupers : Biologi and fisheries management. Westview Press, Inc. Boulder and London.

Tampubulon, G.H. dan E. Mulyadi. 1989.  Synopsis Ikan Kerapu di Perairan Indonesia. Balitbangkan, Semarang.

Tarwiyah. 2001, Budidaya Ikan Kerapu . Penebar Swadaya. Jakarta.

Slamet, B. 1993. Pengaruh Penurunan Suhu Media Terhadap Penundaan Penetasan dan Peningkatan Optimasi Kepadatan pada Transportasi Telur Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) J. Pen. Budidaya Pantai, Terbitan Khusus, Vol.9 No.5 : 30-36.

Wikipedia. 2016. Kerapu. Dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kerapu di akses pada 5 mei 2018.

Komentar

  1. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PENGARAHAN

SISTEM PENCERNAAN PADA IKAN

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air : OSMOREGULASI PADA IKAN NILA DENGAN PENGARUH PEMBERIAN SALINITAS YANG BERBEDA