LAPORAN PRAKTIKUM AVERTEBRATA AIR : STUDI KOMUNITAS JENIS PHYLUM MOLUSKA DAN CRUSTACEA DI ZONA INTERTIDAL PANTAI DESA TUADA
STUDI KOMUNITAS JENIS PHYLUM MOLUSKA DAN CRUSTACEA DI ZONA INTERTIDAL PANTAI DESA TUADA
LAPORAN
PRAKTIKUM
AVERTEBRATA AIR
Oleh
TAUFIQ ABDULLAH
0517 1511 027
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Avertebrata Air
dengan judul studi Komunitas jenis phylum moluska dan crustacea di zona intertidal pantai Desa Tuada.
Laporan ini telah penulis susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan ini. Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
teramat besar kepada Sahlan Muridun Sebagai asisten atas bimbingan, nasehat, petunjuk dan saran yang
senantiasa diberikan kepada penulis.
Penulis
menyadari bahwa laporan
ini tidak luput dari kekurangan atau kesalahan, Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya.
Akhirnya penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Ternate, Juni
2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang1.2 Tujuan1.3 Manfaat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Phylum Moluska2.2 Morfologi Phylum Moluska2.3 Habitat dan Penyebaran Phylum Moluska2.4 Klasifikasi Crustacea2.5 Morfologi Crustacea2.6 Habitat dan Penyebaran Crustacea2.7 Parameter Lingkuan
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu Praktikum3.2 Alat dan Bahan3.3 Metode Pengambilan Data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Praktikum4.2 Komposisi Jenis4.3 Deskriksi Jenis4.4 Deskripsi Habitat4.5 Parameter Lingkungan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No .Teks
1. Alat
dan bahan yang digunakan dalam praktikum
2. Komposisi jenis moluska dan
crustacea yang ditemukan
3. Hasil pengukuran
parameter lingkungan
DAFTAR GAMBAR
No .Teks
1 Contoh
Kelas Amphineura (Cryptochiton
sp atau kiton)
2 Struktur
umum morfologi Gastropoda (Dharma, 1988)
3 Contoh Kelas Scaphopoda (Dentalium sp.)
4 Morfologi Bivalvia
5 Morfologi Cephalopoda
6 Struktur tubuh
crustacea
7 Peta lokasi Desa Tuada
8 Desain
blok area
9 Pantai Desa
Tuada
10 Grafik
komposisi jenis moluska dan crustacea yang ditemukan
11 Telescopium
telescopium (Sumber : Dokumentasi).
12 Spondylus
squamosus (Sumber : Dokumentasi).
13 Scylla
serrata (Sumber : Dokumentasi).
14 Panulirus
homarus (Sumber : Dokumentasi).
15 Thalassia
hemprichii (sumber : dokumentasi)
16 Enhalus
acoroides (sumber : dokumentasi)
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Usaha
ke arah pengembangan potensi sumberdaya perairan sampai saat ini terus
diusahakan. Informasi tentang bioekologi organisme perairan merupakan salah
satu aspek penting dalam mendukung kelestarian dan pengembangan potensi
sumberdaya perairan. Dengan mendayagunakan potensi sumberdaya perairan secara
bijaksana maka akan dapat dimanfaatkan sumberdaya perairan tersebut secara
berkelanjutan.
Perairan
laut dihuni oleh berbagai jenis organisme bernilai ekonomis penting dan
dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan memenuhi
kebutuhannya. Beberapa jenis organisme laut yang bernilai ekonomis adalah
Moluska dan Crustacea.
Moluska berasal dari bahasa Romawi yaitu molis yang berarti lunak.
Moluska merupakan binatang yang berdaging dan tidak bertulang, ada yang
dilindungi cangkang dan ada pula yang tidak dilindungi cangkang. Bentuk
cangkang bermacam-macam, ada yang bercangkang tunggal, bercangkang berganda,
berbentuk tanduk, berlapis-lapis seperti susunan genting dan yang bercangkang
di dalam tubuh (Dharma, 1988). Crustacea adalah hewan
akuatik (air) yang terdapat di air laut dan air tawar. Kata Crustacea berasal
dari bahasa latin yaitu kata Crusta yang berarti cangkang yang keras (Demarjati
et al., 1990). Moluska dan Crustacea juga mempunyai peran yang sangat penting
bagi ekologi juga sangat bermanfaat bagi manusia.
Menurut
Cappenberg dkk (2006), moluska berperan di dalam siklus rantai makanan, selain
itu ada juga jenis moluska yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti
berbagai jenis kerang-kerangan dan berbagai jenis keong. Moluska memiliki
kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi pada berbagai habitat, dapat
mengakumulasi logam berat tanpa mengalami kematian dan berperan sebagai
indikator lingkungan. Selanjutnya Dibyowati (2009) menyatakan bahwa moluska
memiliki beberapa manfaat bagi manusia diantaranya sebagai sumber protein,
bahan pakan ternak, bahan industri, dan perhiasan bahan pupuk serta untuk
obat-obatan.
Selain moluska, Crustacea juga menguntungkan manusia
dalam beberapa hal, antara lain sebagai bahan makanan yang berprotein tinggi,
misal udang, lobster dan kepiting. Dalam bidang ekologi, hewan yang tergolong
zooplankton menjadi sumber makanan ikan, misal anggota Branchiopoda,
Ostracoda dan Copepoda. Ecinodermata
dan crustacea ini, paling sering dimanfaatkan oleh manyarakat yang berada di
wilayah pesisir.
Umumnya masyarkat yang hidup di wilayah pesisir mengumpulkan
makrozoobenthos (moluska dan crustacea) sebagai bahan makanan, bahan hiasan,
dan keperluan lainnya bagi kepentingan manusia (Kastoro, 1982 dalam Salama, 1998). Dharma (1988)
mengemukakan bahwa sebagian besar masyarakat yang mendiami pesisir pantai telah meanfaatkan gastropoda sebagai
sumber protein selain ikan sejak lama. Selain itu menurut Nontji (1993), Tridacna
yang memiliki kelenjar yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna pakaian.
Berdasarkan uraian inilah, perlu diadakannya
praktikum mengenai studi komposisi jenis phylum moluska dan
crustacea di zona intertidal di Pantai di pantai Desa Tuada yang merupakan
salah satu Desa pesisir di Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat,
Provinsi Maluku Utara.
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum Avertebrata Air
ini, yaitu untuk mengetahui komposisi jenis phylum moluska dan
crustacea di zona intertidal di Pantai di pantai Desa Tuada, Kecamatan Jailolo,
Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
1.3.
Manfaat
Adapun Manfaat praktikum Biologi Perikanan ini, yaitu
mahasiswa dapat mengetahui dan memberikan informasi mengenai komposisi jenis phylum moluska dan
crustacea di zona intertidal di Pantai di pantai Desa Tuada, Kecamatan Jailolo,
Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Phylum
Moluska
Menurut Dharma (1988) phylum moluska dibagi
tujuh kelas yaitu Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Scaphopoda, Gastropoda,
Pelecypoda dan Cephalopoda.
Sementara itu Nontji (1993) mengatakan bahwa Moluska terdiri atas lima kelas
yakni Amphineura, Gastropoda, Scaphopoda, Pelecypoda dan Cephalopoda. Dari
kedua klasifikasi tersebut, klasifikasi yang paling umum digunakan adalah
klasifikasi menurut Nontji (1993).
2.2.
Morfologi Phylum Moluska
Oemarjati dan Wardhana
(1990) mengatakan bahwa Moluska adalah hewan simetri bilateral, bertubuh lunak
dan tidak bersegmen. Kebanyakan dari anggotanya mempunyai cangkang yang terbuat
dari zat kapur dengan bentuk beranekaragam. Cangkang
dapat terdapat di luar atau di dalam tubuh. Cangkang dalam umumnya kecil.
Mollusca hidup di perairan laut, estuarin, tawar, dan di darat. Anggotanya
sebagian besar hidup bebas namun ada beberapa yang parasit, komensal maupun
simbiotik.
Amphineura ini hidup di
laut dekat pantai atau di pantai. Tubuhnya bilateral simetri, dengan kaki di
bagian perut (ventral) memanjang. Ruang mantel dengan permukaan dorsal,
tertutup oleh 8 papan berkapur, sedangkan permukaan lateral mengandung banyak
insang. Adapun morfologi dari Amphineura ditampilkan
pada Gambar 1.
Gambar 1.
Contoh Kelas Amphineura (Cryptochiton
sp atau kiton)
Morfologi kelas Gastropoda terwujud dalam morfologi cangkangnya. Menurut
Berry (1972) dalam Dewiyanti (2004), hewan kelas Gastropoda umumnya
bercangkang tunggal, membentuk spiral. Beberapa jenis diantaranya tidak
mempunyai cangkang, kepala jelas, umumnya dengan dua pasang tentakel kaki lebar
dan pipih, memiliki rongga mantel dan organ-organ internal dan bagi yang
bercangkang, antara kepala dan kaki terputus, insang berjumlah kurang lebih
satu atau dua buah, bernafas dengan paru-paru, organ reproduksi jumlah satu
atau dua fertilasi secara internal dan eksternal. Morfologi cangkangnya
sebagian besar cangkangnya terbuat dari bahan kalsium karbonat yang di bagian
luarnya dilapisi periostrakum dan zat tanduk (Bengen 2000, dalam Harahab,
2010). Adapun morfologi dari Gastropoda ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur umum morfologi Gastropoda (Dharma, 1988)
Morfologi kelas Scaphopoda
terlihat pada cangkangnya yang memanjang, berbentuk seperti tanduk yang
terbuka di kedua ujungnya, mantel berbentuk tubus, kaki silindris atau kerucut,
insang tidak ada, kepala tanpa mata. Adapun morfologi dari Scaphopoda
ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3.
Contoh Kelas Scaphopoda (Dentalium sp.)
Kelas Pelecypoda sering disebut juga kelas Bivalvia.
Bivalvia memiliki tubuh bilateral simerti, pipih secara lateral kaki berbentuk
seperti baji, insang tipis berbentuk seperti papan, umumnya mempunyai kelamin
terpisah, tetapi beberapa diantaranya hermaprodit. Tubuh biasanya dilindungi
oleh cangkang yang terdiri dari tiga lapis yaitu; periostrakum, lapisan
primatik dan lapisan mutiara (Sugiri, 1989). Bivalvia atau lebih umum dikenal
dengan nama kerang-kerangan, mempunyai dua keping atau belahan kanan dan kiri
yang disatukan oleh satu engsel yang bersifat elastis disebut ligamen dan
mempunyai dua otot yaitu abductor dan adductor dalam cangkangnya, yang
berfungsi untuk membuka dan menutup kedua belahan cangkang tersebut (Barnes,
1982).
Menurut Wesz (1973) ciri-ciri umum Bivalvia : hewan lunak, sedentary
(menetap pada sedimen), umumnya hidup di laut meskipun ada yang hidup di air
tawar, pipih di bagian lateral dan mempunyai tonjolan di bagian dorsal, tidak
memiliki tentakel, kaki otot berbentuk seperti lidah, mulut dengan palps
(lembaran berbentuk seperti bibir), memiliki radula , insang dilengkapi dengan
silis untuk filter feeding (makan dengan menyaring larutan), alat kelamin
terpisah atau ada yang hermaprodit, perkembangan lewat trocophora dan viliger
pada perairan laut dan tawar. Untuk lebih jelasnya morfologi Bivalvia dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Morfologi Bivalvia
Kelas Cephalopoda memiliki contoh yang
amat terkenal, yaitu cumi-cumi dan sontong.
Cephalopoda berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Cephalon : Kepala;
dan Podos : Kaki. Berarti, cephalopoda adalah mollusca yang berkaki di
kepala. Anggota kelas ini ± 650 jenis, bercangkang internal atau tanpa cangkang
seperti cumi – cumi, sotong dan gurita. serta satu - satunya yang mempunyai
cangkang eksternal adalah Nautilus. Tubuh Cephalopoda tertutup oleh
mantel yang tebal. Mata berkembang dengan baik terutama pada Loligo. Mulut
dilengkapi dengan dua buah rahang yang terbuat dari kitin, berbentuk seperti
catut dan dikelilingi oleh 8 – 10 tentakel. Pada hewan jantan, satu atau
beberapa tentakel berubah bentuk menjadi hectococtylus (sub kelas Celeoidea)
dan spandix (sub kelas Nautiloidea), yang selain berfungsi sebagai alat
kopulasi juga untuk menarik hewan betina. Adapun morfologi dari Cephalopoda ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Morfologi Cephalopoda
2.3. Habitat Dan Penyebaran
Phylum Moluska
Phylum Moluska yang masih hidup diperkirakan
berjumlah 80.000 spesies dan 35.000 spesies ditemukan dalam bentuk fosil (Barth
and Broshears, 1982). Moluska termasuk hewan yang sangat berhasil menyesuaikan
diri untuk hidup di beberapa tempat dan cuaca. Ada yang hidup di hutan bakau,
di laut yang sangat dalam, menempel pada substrat karang, di atas pasir,
membenamkan dirinya dalam pasir, di atas tanah berlumpur dan ada yang hidup di
darat (Dharma, 1988).
2.4.
Klasifikasi Umum Phylum Crustacea
Menurut Zaldi (2009), berdasarkan ukuran tubuhnya Crustacea dikelompokkan
sebagai berikut :
1) Entomostraca
(udang tingkat rendah). Hewan ini dikelompokkan menjadi empat ordo, yaitu: Branchiopoda
, Ostracoda , Copecoda , Cirripedia
2) Malakostraca
(udang tingkat tinggi). Hewan ini dikelompokkan dalam tiga ordo, yaitu: Isopoda
, Stomatopoda , Decapoda
2.5.
Morfologi Crustacea
Dalam bahasa Latin, crusta berarti
cangkang.
Crustacea disebut juga hewan bercangkang. Tubuh Crustacea bersegmen
(beruas) dan terdiri atas sefalotoraks (kepala dan dada menjadi satu)
serta abdomen (perut). Bagian anterior (ujung depan) tubuh besar dan lebih
lebar, sedangkan posterior (ujung belakang)nya sempit. Pada bagian kepala
terdapat beberapa alat mulut, yaitu: 2 pasang antenna, 1 pasang mandibula,
untuk menggigit mangsanya, 1 pasang maksilla, 1 pasang maksilliped. Maksilla
dan maksiliped berfungsi untuk menyaring makanan dan menghantarkan makanan ke
mulut. Alat gerak berupa kaki (satu pasang setiap ruas pada abdomen) dan
berfungsi untuk berenang, merangkak atau menempel di dasar perairan (Zaldi
,2009).
Gambar 6. Struktur tubuh crustacea
2.6.
Habitat Dan Penyebaran Crustacea
Kelas Crustacea telah dikenal kurang lebih 26.000 jenis. Habitat
Crustacea sebagian besar di air tawar dan air laut, hanya sedikit yang hidup di
darat. Crustacea yang paling umum adalah udang dan kepiting (Zaldi ,2009).
2.7. Parameter Lingkungan
2.7.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme termasuk makrozoobentos (James dan
Evison, 1979). Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken 1992).
Suhu memengaruhi aktivitas metabolisme dan reproduksi organisme yang
hidup di perairan (Hutabarat & Evans 1986). Peningkatan suhu perairan dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup didalamnya,
dampaknya konsumsi oksigen akan menjadi lebih tinggi (Effendi 2003). Kisaran
suhu yang dianggap layak bagi organisme akuatik bahari adalah 25-32 °C
(Perkins, 1974 dalam Efriyeldi, 1999). Selanjutnya James dan Evison
(1979) mengemukakan bahwa batas toleransi hewan bentos terhadap suhu perairan
tergantung jenisnya. Umumnya temperatur di atas 30°C dapat menekan pertumbuhan
populasi hewan bentos.
2.7.2.
Salinitas
Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut
dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan
nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air
payau (0,5 – 30 ‰) laut (30 – 40 ‰) dan hiperhalin (>40 ‰) (Barus, 2004).
Salinitas mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan organisme, misalnya
dalam hal distribusi biota laut akuatik. Salinitas juga berperan dalam
mempengaruhi proses osmoregulasi biota perairan termasuk makrozoobentos.
(Nybakken, 1992).
2.7.3. Derajat
Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hydrogen dalam suatu larutan
merupakan suatu tolak ukur keasaman. Biota – biota laut memiliki kisaran untuk
hidup pada nilai pH tertentu (Nybakken, 1992). Organisme air dapat hidup dalam
suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara
asam lemah sampai basa lemah. Wardhana (1995) menyatakan kondisi perairan yang
bersifat sangat asam ataupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan
respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa
logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang akan mengancam
kelangsungan hidup organisme perairan, sedangkan pH yang tinggi akan
menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam perairan akan terganggu, dimana kenaikan pH di atas netral akan
meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat toksik bagi organisme
perairan.
Setiap spesies organisme perairan memiliki kisaran toleransi yang berbeda
terhadap pH. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya
berkisar 7 - 8,5 (KepMen LH, 2004).
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu Dan
Tempat
Praktikum Avertebrata Air ini dilaksanakan di Pantai
Desa Tuada, Kec. Jailolo, Kab. Halmahera Barat, Prov. Maluku Utara yang
dilakukan pada hari sabtu 24 Mei 2017 pukul 13.00 WIT. Lokasi Desa Tuada dapat
dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Peta lokasi
Desa Tuada
3.2.
Alat Dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Avertebrata Air dapat dilihat
pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
No.
|
Nama
|
Kegunaan
|
1
|
Alat tulis
|
Mencatat hasil pengukuran
|
2
|
Tali Plastik
|
Membuat blok area
|
3
|
Kertas Label
|
Tempat sempel
|
4
|
Kamera
|
Dokumentasi kegiatan praktikum
|
5
|
Tissue
|
Pembersih alat
|
6
|
Horiba Water Chekeer
|
Mengukur parameter lingkungan
|
3.3. Metode Pengambilan
Data
Pengambilan
data pada praktikum ini menggunakan metode blok area dengan cara survey jelejah
untuk mengamati komposisi jenis dari filum echinodermata dan crustacea di
pantai Pejuang Desa Tuada, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat.
Pengambilan sampel dengan mempehatikan prosedur kerja sebagai berikut :
· Menyiapkan alat yang di gunakan dalam praktikum.· Menentukan lokasi survei jelajah yang dipilih untuk pengamatan. Survei jelajah terdiri dari 1 area lokasi, di mana lokasi survei jelajah yang ditempatkan sejajar garis pantai (horizontal) dengan panjang 50 x 50 m2.· Mengukur parameter lingkungan· Melakukan proses pengambilan data dengan metode survey jelajah.· Melakukan pengambilan sampel pada organisme dari filum echinodermata dan crustacea yang di temukan dalam lokasi blok area.· Mendokumentasikan kegiatan praktikum· Melakukan identifikasi dengan menggunakan buku panduan identifikasi, dan dokumentasi pada setiap organisme yang di temukan.
Gambar 8. Desain blok
area
3.4. Metode Pengukuran Parameter Lingkungan
Pada lokasi
pengambilan sempel, juga dilakukan pengukuran parameter lingkungan meliputi
suhu air, salinitas, pH air dan oksigen terlarut. Pengukuran parameter
lingkungan menggunakan Horiba Water Chekeer yang telah dibuat untuk mengukur
parameter lingkungan termasuk suhu air, salinitas, pH air, dan oksigen
terlarut. Pengukuran Parameter lingkungan dengan Horiba mengikuti langkah -
langkah berikut :
·
Menyiapkan Horiba
·
Tekan start untuk
menghidupkan Horiba, tunggu beberapa saat hingga semua parameter mulai dari
nol.
·
Celupkan sensor yang
ada pada Horiba dan diamkan lebih dari semenit.
·
Tekan Lock untuk
mengambil data seperti suhu, pH, dan salinitas.
·
Catat hasil yang telah
di Lock.
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Lokasi Praktikum
Desa tuada merupakan
salah satu Desa yang terletak di wilayah
kabupaten pulau jailolo Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. dengan
luas wilayah 333.2 km2. Secara administrasif Desa tuada berbatsan
dengan Desa todowonggi di bagian barat. Pantai tuada memiliki topografi
perairan yang landai karena berhubungan dengan daerah lain secara terbuka.
Perairan tersebut juga memilki subsrat dasar yang bervariaasi seperti subsrat
pasir berlumpur, pasir berkarang dan lumpur berpasir. Adanya kondisi subsrat
yang bervariasi ini menyebabkan perairan tuada memiliki berbagai jenis sumber
daya hayati.
Dari hasil
di lapangan, praktikum di lakukan pada tempat wisata pantai tanjung pejuang, yang ada di Desa tuada kec. Jailolo
Barat Yang terletak di bagian Desa kecamatan tuada merupakan tempat pariwisata
yang dekat dengan pemukiman penduduk tempat tersebut sering di kunjungi oleh
berbagai wisatawan yang dating untuk berkunjung atau refresing karna tempat ini
memiliki kedudukan yang strategis serta memiliki pemandangan yang sangat indah.
dan juga terdapat beberapa jenis tumbuhan seperti mangrove dan lamun. Sedangkan
di bagian Selatan yang jauh dari pemukiman terdapaat perkebunan kelapa
penduduk.
Gambar 9. Pantai Desa Tuada
4.2.
Komposisi Jenis
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, ditemukan dua jenis moluska, dari kelas
gastropoda yaitu Telescopium telescopium dan
kelas bivalvia yaitu Spondylus
squamosus. Untuk Crustacea juga
ditemukan dua jenis yaitu O.Kuhlli
dan Panulirus homarus. Untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi jenis moluska dan
crustacea yang ditemukan.
Objek
|
Spesies
|
Jumlah Individu
|
|
Moluska
|
Telescopium telescopium
|
3
|
|
Spondylus squamosus
|
1
|
||
Crustacea
|
Scyllia serrata
|
1
|
|
Panulirus homarus
|
1
|
||
Total
|
-
|
6
|
Gambar
10. Grafik komposisi jenis moluska dan crustacea yang ditemukan
Dari
grafik diatas menunjukkan bahwa jenis terbanyak yang ditemukan adalah jenis Telescopium telescopium dengan jumlah
individu sebanyak 3 individu sementara yang terendah adalah jenis Spondylus squamosus dengan jumlah
individu sebanyak 1 individu, O.Kuhlli
dengan jumlah individu sebanyak 1 individu, dan Panulirus homarus dengan jumlah individu sebanyak 1 individu.
4.3. Deskripsi
Komposisi Jenis
4.3.1.
Telescopium telescopium
Telescopium telescopium merupakan biota laut yang banyak
dijumpai pada perairan payau dan area pertambakan (Oktaviana, 2003). Telescopium telescopium juga dapat
ditemukan di zona intertidal. Menurut Rosenberg (2011) klasifikasi Telescopium telescopium (Gambar 10) adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Mollusca
Class :
Gastropoda
Order :
Caenogastropoda
Family :
Potamididae
Genus : Telescopium
Species : Telescopium telescopium Linnaeus, 1758.
Gambar 11. Telescopium telescopium (Sumber : Dokumentasi).
4.3.2.
Spondylus squamosus
Spondylus squamosus dikenal
juga dengan nama Spondylus ducalis Röding, 1798; dan S. spathuliferus Lamarck, 1819. Spondylus squamosus memiliki cangkang
yang bervariasi dengan yang permukaan kasar. Cangkang Spondylus squamosus berbentuk oval dan bergaris – garis. Spondylus squamosus mempunyai katup yang
tak beraturan, katup bagian bawah (ventral) sedikit lebih cembung dibandingkan
dengan katup bagian atas (dorsal). Warna cangkang Spondylus squamosus berwarna putih cream dengan sedikit warna unggu
kehitam-hitaman dengan tonjolan berwarna coklat (Poutiers, 1998).
Menurut
Huber (2010) Spondylus squamosus (Gambar
11) diklasifikasikan sebagai berikut
:
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Mollusca
Class :
Bivalvia
Order :
Pectinida
Family :
Spondylidae
Genus : Spondylus
Species : Spondylus squamosus Schreibers,
1793.
Gambar 12. Spondylus squamosus (Sumber : Dokumentasi).
4.3.3.
Scyllia serrata
Scyllia
serrata dalam bahasa indonesia
disebut Kepiting bakau. Secara umum kepiting
bakau dapat dikenali dengan ciri tubuhnya tertutup oleh cangkang, Terdapat 6
buah duri di antara sepasang mata, dan 9 duri disamping kiri dan kanan mata.
Mempunyai sepasang capit, pada kepiting jantan dewasa Cheliped (kaki
yang bercapit) dapat mencapai ukuran 2 kali panjang karapas. Mempunyai 3 pasang
kaki jalan dan sepasang kaki renang dengan bentuk pipih. Kepiting jantan
mempunyai abdomen yang berbentuk agak lancip menyerupai segi tiga sama kaki,
sedangkan pada kepiting betina dewasa agak membundar dan melebar.
Menurut
Keenan (1999) dalam Souisa (2011) klasifikasi Kepiting bakau (Scyllia
serrata) (Gambar 12) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Order : Decapoda
Family : Portunidae
Genus : Scylla
Species : Scylla serrata
Gambar 13. Scylla
serrata (Sumber : Dokumentasi).
4.3.4.
Panulirus homarus
Panulirus homarus
dikenal dengan nama dagang Spiny lobster.
Di indonesia Panulirus homarus
dikenal dengan nama udang Barong. Menurut Muljanah et al (1994) Panulirus
homarus juga dikenal dengan nama daerah Lobster Hijau Pasir yang memiliki
ciri – ciri punggung atau badan abdomen berwarna kehijauan, antena berwarna
coklat gelap, dan kumis belang – belang hitammputih atau coklat tua.
Menurut
Lovert (1981) dalam Asri (2001), Panulirus
homarus atau Udang barong (Spiny
lobster) (Gambar 13) mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Order : Decapoda
Family : Palinuridae
Genus : Panulirus
Species : Panulirus homarus
Gambar 14. Panulirus homarus (Sumber :
Dokumentasi).
4.4. Deskripsi Habitat
4.4.1.
Telescopium telescopium
Telescopium telescopium merupakan
biota laut yang sering dijumpai di daerah pantai di mulai dari kawasan estuari,
mangrove, hingga beberapa jenis lamun dengan substrat berlumpur dan pasir
berlumpur. Dalam praktikum ini, Telescopium
telescopium ditemukan di dekat lamun Thalassia hemprichii (Gambar 14) dengan substrat pasir
berlumpur.
Gambar 15. Thalassia hemprichii (sumber : dokumentasi)
4.4.2.
Spondylus squamosus
Spondylus squamosus umumnya
ditemui di bebatuan dan juga menempel pada coral atau karang. Spondylus
squamosus hidup di daerah Littoral and sublittoral dengan kedalaman 30 m. Dalam
praktikum ini, Telescopium telescopium ditemukan
di terumbu karang zona intertidal dengan kedalaman 1,5 m.
4.4.3.
Scyllia serrata
Scyllia serrata
sering ditemui di kawasan hutan bakau sehingga Scyllia serrata disebut juga kepiting bakau. Scyllia serrata juga dapat ditemukan dibeberapa jenis lamun. Dalam
praktikum ini, Scyllia serrata
ditemukan di dekat lamun Thalassia hemprichii (Gambar 14) dan Enhalus acoroides (Gambar 15) dengan
substrat pasir berlumpur.
Gambar 16. Enhalus acoroides (sumber : dokumentasi)
4.4.4.
Panulirus homarus
Panulirus homarus atau lobster hijau pasir seperti pada Gambar 13, hidup pada perairan
dangkal dengan kedalaman belasan meter dan tinggal dalam lubang buatan (Cobb
dan Phillips, 1980. Adnyanawati, 1994 dalam
Hudayanti, 2006). Dalam praktikum ini, Panulirus homarus ditemukan di dekat lamun
Thalassia hemprichii (Gambar
14) dan Enhalus acoroides (Gambar 15) dengan substrat pasir
berlumpur.
4.5. Parameter
Lingkungan
Pada
Lokasi yang sama dengan pengambilan sempel, juga dilakukan pengukuran parameter
kualitas air. Parameter yang diukur adalah suhu, pH, dan Salinitas. Pengukuran
parameter kualitas air ini menggunakan Horiba Water Chekeer. Data hasil
pengukuran kualitas air dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel
3. Hasil pengukuran parameter lingkungan.
Parameter
|
Waktu Pengukuran
|
Hasil Pengukuran
|
Satuan
|
|
Suhu
|
13.30
|
27,76
|
°C
|
|
pH
|
13.30
|
8
|
-
|
|
Slinitas
|
13.30
|
30,8
|
ppt
|
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum dan menyusun laporan ini
yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut :
1.
Komposisi jenis yang
ditemukan adalah 2 jenis moluska dan 2 jenis crustacean.
Moluska yang ditemukan adalah 3 Telescopium telescopium dan
1 Spondylus squamosus. Sementara crustacean yang ditemukan adalah Scyllia
serrata dan Panulirus homarus yang masing – masing individu
berjumlah 1 individu. Total keseluruhan individu yang ditemukan adalah 6
individu.
2.
Telescopium telescopium,
Spondylus squamosus, Scyllia serrata dan Panulirus homarus yang ditemukan
hidup pada substrat pasir berlumpur dan hidup berdampingan dengan lamun Thalassia
hemprichii dan
Enhalus acoroides.
5.2.
Saran
Dari hasil praktikum ini, maka kami
selaku praktikan menyarankan agar dapat dilakukannya pengkajian mengenai
struktur komunitas Studi
Komunitas Jenis Pilum Moluska Dan Crustacea
Di
Zona Intertidal Pantai Desa Tuada, maka perlu di
lakukan riset lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. 2016. Buku Laporan Praktikum Avertebrapa Air Phylum Echinodermata. http://taufiqabd.blogspot.co.id/2016/05/buku-laporan-praktikum-avertebrapa-air.html
Abdullah, T. 2017. Makalah Jenis – Jenis Lamun Di Indonesia http://taufiqabd.blogspot.co.id/2017/04/makalah-jenis-jenis-lamun-di-indonesia.html; diakses pada 24 May 2017.
Abdullah, T. 2017. Pengertian Makrozoobenthos secara etimologi. http://taufiqabd.blogspot.co.id/2017/05/pengertian-makrozoobenthos-secara.html; diakses pada 24 May 2017.
Adnyanawati, K.P. 1994. Analisis hasil tangkapan lobster (Panulirus spp.) dengan jaring klitik dan bubu di Pantai Swanggaluh, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hal 5-14.
Aziz, A. 1995. Beberapa catatan mengenai fauna Ekhinodermata dari Lombok. In: Praseno, D.P., Atmadja, W.S., Supangat, I., Ruyitno & Sudibjo, B.S. (Eds.). Pengembangandan Pemanfaatan Potensi kelautan: Potensi Biota, Teknik Budidaya dan Kualitas Perairan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI, Jakarta.
Barnes, R. D. 1987. Invertebrate Zoologi, 5th Edition. W. B. Saunder Company. Philadelphia. London
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang
Ekosisitem Air Daratan Medan: USU Press.
Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. 58 hal.
Berry, A.J. 1972. The Natural History of West Malaysian Mangrove Faunas. Malaysian National Journal (25)
Cobb J.S dan B.F. Phillips. 1980. The Biology and management of lobster Vol I-II. New York: Academic Press.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. PT Sarana Graha. Jakarta.
Effendie, H., 2002. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius; Yogyakarta.
Hadi, S. 2013. Beberapa Klasifikasi Ilmiah Invertebrata. http://subhanhadikusuma.blogspot.co.id/2013/10/beberapa-klasifikasi-ilmiah-invertebrata.html; diakses pada 24 May 2017.
Henry Salama, D.M.D.. Maurice A. Salama, D.M.D.. David Garber, D.M.D.. & Pinhas Adar, MDT. 2003. The Interproximal height of Bone: A Guidepost to Esthetic Strategies and Soft Tissue Contours in Anterior Tooth Replacement. The Journal of Practical Periodontics and Aesthetic Dentistry for the ANTHOLOGY edition.
Hegner, R.B. & J.G. Engemann. 1968. Invertebrata Zoology. New York : Macmillan Publishing Co. INC
Hudayanti
D. 2006. Studi Tingkah Laku Udang Barong (Panulirus
homarus) Memasuki Bubu. Skripsi.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Hutabarat, S dan Evan, S.M. 1986.
Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Press. Jakarta.
Kastoro Widiarsih dan M. Kasi Moosa. 1982. Pustaka Dasar Hewan Lunak Bercangkok. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KepMen LH) No. 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota.Jakarta
Nontji,
A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nontji, Anugerah. 1993. Laut Nusantara. Ja-karta: Djambatan.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
PT. Gramedia.
Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Ir. T. Samingan, M.Sc. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Oemarjati, B.S dan Wardhana, W. 1990. Taksonomi Avertebrata. Penerbit Unversitas Indonesia. Jakarta.
Poutiers, J.M. 1998 Gastropods. In Carpenter, K. E. and V. H. Niem. 1998. FAO species identification guide for fishery purposes. The living marine resources of the Western Central Pacific. Volume 1. Seaweeds, corals, bivalves, and gastropods. Rome, FAO.
Reid, David G. (2010). Tectarius coronatus (Valenciennes, 1832). In: MolluscaBase (2017). Accessed through: World Register of Marine Species at http://marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=446936 on 2017-05-22
Robert, D., dkk. 1982. Shallow Water Marine Molluscs of North-West Java. Lembaga Oseanologi Nasional, LIPI, Jakarta
Romimohtarto , K & S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Jakarta : Djambatan
Sartori, André F. (2014). Natica lineata (Röding, 1798). In: MolluscaBase (2017). Accessed through: World Register of Marine Species at http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=817793 on 2017-05-22
Sugiri N. 1989. Zoologi Avertebrata II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suwignyo, S. Widigdo, B. Wardiatno, Y. dan Krisanti, M,. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
Wikipedia. 2014. Tectarius coronatus. https://en.wikipedia.org/wiki/Tectarius_coronatus; searched on 24 May 2017.
Yuliana. 2006. Produktivitas Primer Fitoplankton pada
Berbagai Periode Cahaya di Perairan Teluk Kao, Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal perikanan (Journal of Fisheries
Sciences). VIII (2) Juli 2006: 215-222.
Komentar
Posting Komentar