LAPORAN PRAKTIKUM AVERTEBRATA AIR : STUDI KOMPOSISI JENIS PHYLUM ECHINODERMATA DAN CRUSTACEA DI ZONA INTERTIDAL DI PANTAI DESA TUADA, KECAMATAN JAILOLO, KABUPATEN HALMAHERA BARAT, PROVINSI MALUKU UTARA.
STUDI
KOMPOSISI
JENIS PHYLUM ECHINODERMATA
DAN CRUSTACEA DI ZONA INTERTIDAL DI PANTAI DESA TUADA, KECAMATAN JAILOLO,
KABUPATEN HALMAHERA BARAT, PROVINSI
MALUKU UTARA.
LAPORAN
PRAKTIKUM
AVERTEBRATA AIR
Oleh
TAUFIQ ABDULLAH
0517 1511 027
PROGRAM STUDI BUDIDAYA
PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Avertebrata Air
dengan judul studi komposisi jenis phylum echinodermata dan crustacea di pantai Desa Tuada,
Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
Laporan ini telah penulis susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan ini. Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
teramat besar kepada asisten atas bimbingan, nasehat, petunjuk dan saran yang senantiasa diberikan
kepada penulis.
Penulis
menyadari bahwa laporan
ini tidak luput dari kekurangan atau kesalahan, Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya.
Akhirnya penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Ternate, Mei
2017
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGESAHAN
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Phylum Echinodermata
2.2 Morfologi
Phylum Echinodermata
2.3 Habitat dan
Penyebaran Phylum Echinodermata
2.4 Klasifikasi Crustacea
2.5 Morfologi
Crustacea
2.6 Habitat dan
Penyebaran Crustacea
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Metode
Pengambilan Data
3.4 Metode Pengambilan Parameter
Lingkungan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi
Lokasi Praktikum
4.2 Komposisi Jenis
4.3 Deskripsi
Komposisi Jenis
4.4 Deskripsi
Habitat
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No .Teks halaman
1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
2. Komposisi
jenis echinodermata dan crustacea yang ditemukan.
3. Hasil
pengukuran parameter lingkungan.
DAFTAR GAMBAR
No .Teks halaman
1 Echinoidea
2 Holothuroidea.
3 Asteroidea.
4 Contoh
bintang mengular
5 Contoh lili laut.
6 Struktur tubuh
crustacea.
7 Peta
lokasi Desa Tuada
8 Desain blok area
9 Pantai Desa
Tuada
10 Grafik komposisi
jenis echinodermata dan crustacea yang ditemukan
11 Thalassia hemprichii (sumber : dokumentasi)
12 Enhalus
acoroides (sumber : dokumentasi)
13 Syringodium
isoetifolium (sumber : dokumentasi)
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Usaha
ke arah penegembangan potensi sumberdaya perairan sampai saat ini terus
diusahakan.Informasi tentang bioekologi organisme perairan merupakan salah satu
aspek penting dalam mendukung kelestarian dan pengembangan potensi sumberdaya
perairan. Dengan mendayagunakan potensi sumberdaya perairan secara bijaksana
maka akan dapat dimanfaatkan sumberdaya perairan tersebut secara berkelanjutan.
Perairan
laut dihuni oleh berbagai jenis organisme bernilai ekonomis penting dan
dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan memenuhi
kebutuhannya. Beberapa jenis organisme laut yang bernilai ekonomis adalah
echinodermata dan crustacea.
Echinoermata
merupakan phylum hewan yang hidup di laut. Istilah echinodermata berasal dari
bahasa Yunani dari kata echi yang
berarti berduri, dan derma yang
berarti kulit. Echinodermata biasanya di hidup karang, lamun, dan bebatuan
(Abdullah, 2016). Crustacea adalah hewan akuatik
(air) yang terdapat di air laut dan air tawar. Kata Crustacea berasal dari
bahasa latin yaitu kata Crusta yang berarti cangkang yang keras (Demarjati et
al., 1990). Ecinodermata dan Crustacea juga mempunyai peran yang sangat penting
bagi ekologi juga sangat bermanfaat bagi manusia.
Echinodermata
secara ekonomi dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan sebagai bahan
obat-obatan, misalnya kelas Holothuroidea atau sering disebut juga dengan
mentimun laut / teripang, dengan spesies : Teripang pasir (Holothuria scabra),
Teripang hitam (Holothuria edulis), dan H. stichopus variegates yang
bisa dimakan dan dikelola menjadi obat-obatan. Echinodermata juga dapat sebagai
hiasan atau koleksi binatang laut yang indah (Anonim, 2007).
Selain echinodermata, Crustacea juga menguntungkan
manusia dalam beberapa hal, antara lain sebagai bahan makanan yang berprotein tinggi,
misal udang, lobster dan kepiting. Dalam bidang ekologi, hewan yang tergolong
zooplankton menjadi sumber makanan ikan, misal anggota Branchiopoda,
Ostracoda dan Copepoda.
Ecinodermata dan crustacea ini, paling sering dimanfaatkan oleh manyarakat yang
berada di wilayah pesisir.
Umumnya masyarkat yang hidup di wilayah pesisir mengumpulkan
makrozoobenthos (echinodermata dan crustacea) sebagai bahan makanan, bahan
hiasan, dan keperluan lainnya bagi kepentingan manusia (Kastoro, 1982 dalam Salama, 1998). Masyarakat
pesisir mengumpulkan jenis Holothuria
Scabra, dan Cypraea
tigris untuk di makan (Soemadihardjo dan Kastoro,1977 dalam Kartawimnata dkk,1978).
Berdasarkan uraian inilah, perlu diadakannya
praktikum mengenai studi komposisi jenis phylum echinodermata
dan crustacea di zona intertidal Pantai Desa Tuada yang merupakan salah satu
Desa pesisir di Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku
Utara.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum Avertebrata Air
ini, yaitu untuk mengetahui komposisi jenis phylum echinodermata
dan crustacea di zona intertidal Pantai Desa Tuada, Kecamatan Jailolo,
Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
1.3.
Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum Avertebrata
Air ini, yaitu memberikan
informasi ilmiah mengenai komposisi jenis phylum echinodermata
dan crustacea di zona intertidal Pantai Desa Tuada, Kecamatan Jailolo,
Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi Phylum Echinodermata
Kelompok utama Echinodermata terdiri dari lima kelas,
yaitu kelas asteroidea (bintang laut), kelas ophiuroidea (bintang mengular),
kelas echinoidea (landak laut), kelas crinoidea (lili laut), dan kelas
holothuroidea (timun laut) (Jasin, 1992).
2.2.
Morfologi Phylum Echinodermata
2.2.1.
Kelas Echinoidea (Bulu Babi / Landak Laut)
Secara morfologi, bulu babi terbagi menjadi dua kelompok yaitu bulu babi
regularia atau bulu babi beraturan (regular
sea urchin) dan bulu babi iregularia atau bulu babi tidak beraturan (irregular
sea urchin) (Radjab, 2001).
Bulu babi memiliki bentuk tubuh segilima, mempunyai lima pasang garis
kaki tabung dan duri panjang yang dapat digerakkan. Kaki tabung dan duri
memungkinkan binatang ini merangkak di permukaan karang dan juga dapat
digunakan untuk berjalan di atas pasir. Cangkang luarnya tipis dan tersusun
dari lempeng-lempeng yang berhubungan satu sama lain (Aziz, 1993).
Suwignyo et al. (2005) menyebutkan bahwa tubuh bulu babi berbentuk
bulat atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang
dapat digerakkan. Semua organnya umumnya terdapat di dalam tempurung, yang
terdiri dari 10 keping pelat ganda, biasanya bersambung dengan erat, yaitu
pelat ambulakral selain itu terdapat pelat ambulakral yang berlubang-lubang
tempat keluarnya kaki tabung. Pada permukaan tempurung terdapat
tonjolan-tonjolan pendek yang membulat, tempat menempelnya duri. Kebanyakan
bulu babi mempunyai dua duri, duri panjang atau utama dan duri pendek atau
sekunder. Selanjutnya, mulut bulu babi terletak di daerah oral, dilengkapi
dengan lima gigi tajam dan kuat untuk mengunyah yang dikenal sebagai aristotle’s
lantern. Anus, lubang genital dam madreporit terletak di sisi aboral.
Gambar bagian – bagian pada echinoidea dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar
1. Echinoidea.
2.2.2.
Kelas Holothuroidea (Teripang / Timun Laut)
Teripang adalah salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata),
tetapi tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Duri-duri pada
teripang tersebut sebenarnya merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari
zat kapur dan terdapat di dalam kulitnya (Widodo, 2013).
Kelas Holothuroidea pada umumnya berwarna hitam, coklat, hijau, atau
gabungan dari beberapa warna. Pada bagian dorsal terdapat dua wilayah ambulakral
yang dinamakan “sole” dan bagian ventral tersusun atas tiga wilayah ambulakral.
Mulutnya dikelilingi oleh 30 tentakel. Kehidupannya dapat ditemukan di daerah
berbatu, dan ada juga yang hidup di kedalaman laut dalam (Ruppert dan Barners,
1994). Beberapa jenis teripang memiliki racun, namun beberap anggota yang lain
dapat dimakan (Anonim, 2005). Berikut ini merupakan gambar teripang.
Gambar
2. Holothuroidea.
2.2.3.
Kelas Asteroidea (Bintang Laut)
Asteroidea
merupakan spesies Echinodermata yang jumlahnya sekitar 1.600 spesies. Asteroidea juga sering disebut Bintang laut (Campbell, 2003). Kelas
Asteroidea memiliki bentuk seperti bintang, bergerak bebas, serta memiliki
lengan yang berfungsi untuk melindungi “central disc” atau cakram. Sea star atau
bintang laut memiliki warna yang sangat berfariasi merah, orange, biru, jingga,
hijau, atau merupakan kombinasi dari beberapa warna. Sun star Crossaster
papposus memiliki 7 hingga 40 lengan. Asteroidea memiliki kemampuan untuk
regenerasi kembali pada salah satu anggota lengan yang putus (Ruppert dan
Barners, 1994). Permukaan tubuhnya ditutupi oleh duri-duri yang pendek. Pada
bagian pusat (cakram) terdiri dari sebuah mulut disebelah bawah, dan anus
disebelah atas (Anonim, 2005). Berikut ini merupakan gambar bintang laut :
Gambar
3. Asteroidea.
2.2.4.
Kelas Ophiuroidea (Bintang Mengular)
Kelas Ophiuroidea terdiri atas basket star dan serpent star atau
brittle star. Ophiuroidea memiliki 2000 spesies yang sudah
diidentifikasi, sehingga merupakan kelas terbesar dari Echinodermata.
Ophiuroidea memiliki lengan yang panjang yang berpusat pada cakram, dan tidak
memiliki kaki ambulakral (Ruppert dan Barners, 1994).
Ophiuroidea adalah jenis Echinodermata yang paling kecil
ukurannya. Ophiuroidea memiliki cakram
dengan diameter 1-3 cm serta lengan yang sangat panjang. Lengan dari basket
star adalah yang terpanjang 12 cm. Basket star memiliki lima lengan yang
berbentuk seperti dahan atau ranting. Ophiuroidea adalah merupakan hewan yang
sangat aktif bergerak, dan merupakan hewan karnivora, pemakan bangkai, deposit
feeder, dan filter feeders (Ruppert dan Barners, 1994). Bintang ular
memiliki duri-duri pendek yang hanya terdapat pada bagian sampingnya dari
lengan simetris, sedangkan bagian atas dan bawahnya tidak ditutupi oleh duri
(Anonim, 2005). Berikut ini merupakan gambar bintang mengular :
Gambar
4. Contoh bintang mengular.
2.2.5.
Kelas Crinoidea (Lili Laut)
Lili laut tubuhnya memilki tangkai dan berbentuk pentamerous yang
menyerupai crown, lengannya memiliki panjang sekitar 35 cm. Jika dalam
situasi kondisi yang buruk, Crinoidea dapat meregenerasikan anggota tubuh yang
rusak / patah (Ruppert dan Barners, 1994).
Tubuh lili laut berukuran kecil serta berbentuk seperti cangkir. Pada
bagian mulutnya dilengkapi dengan tentakel yang bercabang-cabang yang berfungsi
untuk menangkap makanan. Beberapa lili laut memiliki tangkai yang digunakan
untuk melekat di dasar laut sehingga terlihat seperti batang pada tanaman
(Anonim, 2005).
Gambar
5. Contoh lili laut.
2.3.
Habitat Dan Penyebaran Phylum Echinodermata
2.3.1.
Kelas Echinoidea (Bulu Babi / Landak Laut)
Bulu babi banyak ditemukan di daerah padang lamun dan terumbu karang.
Mereka ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir berlumpur biasa juga
didapatkan di atas pecahan karang. Mereka menyukai perairan yang jernih dan
tenang (Aziz, 1994).
2.3.2.
Kelas Holothuroidea (Teripang / Timun Laut)
Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai, mulai daerah
pasang surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Teripang umumnya
menempati ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari
polusi, air relatif tenang dengan mutu air cukup bagus (Wibowo, dkk., 1997).
2.3.3.
Kelas Asteroidea (Bintang Laut)
Bintang laut
(Asteroidea) hidup di laut yang dangkal dan dan dalam. Bintang laut
(Asteroidea) hidup di padang lamun dan terumbu karang (Abdullah, 2016).
2.3.4.
Kelas Ophiuroidea (Bintang Mengular)
Bintang ular dapat ditemukan pada perairan besar, dari kutub sampai
tropis. Hewan ini hidup di laut yang dangkal atau dalam. Biasanya bersembunyi
di sekitar batu karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur atau pasir;
sangat aktif di malam hari. Menurut Ruppert dan Barners (1994) ophiuroidea
hidup di habitat laut, di perairan yang tenang dan pada kedalaman laut yang
dalam.
2.3.5.
Kelas Crinoidea (Lili Laut)
Sebagian besar crinoidea
(Lili Laut) hidup
di laut dalam dan beberapa jenis lagi mendiami laut dangkal seperti di terumbu
karang (Romimohtarto, 2007). Menurut Campbell (2003) crinoidea (Lili Laut) habitatnya pada garis pantai sampai kedalaman
12.000 kaki. Selanjutnya Abdullah (2016) mengemukakan bahwa Crinoidea (Lili Laut)
hidup di padang lamun dan terumbu karang.
2.4.
Klasifikasi Crustacea
Menurut Zaldi (2009), berdasarkan ukuran tubuhnya Crustacea dikelompokkan
sebagai berikut
1) Entomostraca
(udang tingkat rendah). Hewan ini dikelompokkan menjadi empat ordo, yaitu: Branchiopoda
, Ostracoda , Copecoda , Cirripedia
2) Malakostraca
(udang tingkat tinggi). Hewan ini dikelompokkan dalam tiga ordo, yaitu: Isopoda
, Stomatopoda , Decapoda
2.4.1.
Morfologi Crustacea
Dalam bahasa Latin, crusta berarti
cangkang.
Crustacea disebut juga hewan bercangkang. Telah dikenal kurang lebih 26.000
jenis. Tubuh Crustacea bersegmen (beruas) dan terdiri atas sefalotoraks
(kepala dan dada menjadi satu) serta abdomen (perut). Bagian anterior
(ujung depan) tubuh besar dan lebih lebar, sedangkan posterior (ujung
belakang)nya sempit. Pada bagian kepala terdapat beberapa alat mulut, yaitu: 2
pasang antenna, 1 pasang mandibula, untuk menggigit mangsanya, 1 pasang
maksilla, 1 pasang maksilliped. Maksilla dan maksiliped berfungsi untuk
menyaring makanan dan menghantarkan makanan ke mulut. Alat gerak berupa kaki (satu
pasang setiap ruas pada abdomen) dan berfungsi untuk berenang, merangkak atau
menempel di dasar perairan (Zaldi ,2009).
Gambar 6. Struktur tubuh
crustacea.
2.4.2.
Habitat Dan Penyebaran Crustacea
Habitat Crustacea sebagian besar di air tawar dan air laut, hanya sedikit
yang hidup di darat. Crustacea yang paling umum adalah udang dan kepiting
(Zaldi ,2009).
2.5. Parameter Lingkungan
2.5.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme termasuk makrozoobentos (James dan
Evison, 1979). Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken 1992).
Suhu memengaruhi aktivitas metabolisme dan reproduksi organisme yang
hidup di perairan (Hutabarat & Evans 1986). Peningkatan suhu perairan dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup didalamnya,
dampaknya konsumsi oksigen akan menjadi lebih tinggi (Effendi 2003). Kisaran
suhu yang dianggap layak bagi organisme akuatik bahari adalah 25-32 °C
(Perkins, 1974 dalam Efriyeldi, 1999). Selanjutnya James dan Evison
(1979) mengemukakan bahwa batas toleransi hewan bentos terhadap suhu perairan
tergantung jenisnya. Umumnya temperatur di atas 30°C dapat menekan pertumbuhan
populasi hewan bentos.
2.5.2.
Salinitas
Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut
dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan
nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air
payau (0,5 – 30 ‰) laut (30 – 40 ‰) dan hiperhalin (>40 ‰) (Barus, 2004).
Salinitas mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan organisme, misalnya
dalam hal distribusi biota laut akuatik. Salinitas juga berperan dalam
mempengaruhi proses osmoregulasi biota perairan termasuk makrozoobentos.
(Nybakken, 1992).
2.5.3. Derajat
Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hydrogen dalam suatu larutan
merupakan suatu tolak ukur keasaman. Biota – biota laut memiliki kisaran untuk
hidup pada nilai pH tertentu (Nybakken, 1992). Organisme air dapat hidup dalam
suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara
asam lemah sampai basa lemah. Wardhana (1995) menyatakan kondisi perairan yang
bersifat sangat asam ataupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan
respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa
logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang akan mengancam
kelangsungan hidup organisme perairan, sedangkan pH yang tinggi akan
menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam perairan akan terganggu, dimana kenaikan pH di atas netral akan
meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat toksik bagi organisme
perairan.
Setiap spesies organisme perairan memiliki kisaran toleransi yang berbeda
terhadap pH. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya
berkisar 7 - 8,5 (KepMen LH, 2004).
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu Dan
Tempat
Praktikum Avertebrata Air ini dilaksanakan di Pantai
Desa Tuada, Kec. Jailolo, Kab. Halmahera Barat, Prov. Maluku Utara yang
dilakukan pada hari sabtu 24 Mei 2017 pukul 13.00 WIT. Lokasi Desa Tuada dapat
dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Peta lokasi
Desa Tuada
3.2.
Alat Dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Avertebrata Air dapat dilihat
pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
No.
|
Nama
|
Kegunaan
|
1
|
Alat tulis
|
Mencatat hasil pengukuran
|
2
|
Tali Plastik
|
Membuat blok area
|
3
|
Kertas Label
|
Tempat sempel
|
4
|
Kamera
|
Dokumentasi kegiatan praktikum
|
5
|
Tissue
|
Pembersih alat
|
6
|
Horiba Water Chekeer
|
Mengukur parameter lingkungan
|
3.3. Metode Pengambilan
Data
Pengambilan
data pada praktikum ini menggunakan metode blok area dengan cara survey jelejah
untuk mengamati komposisi jenis dari filum echinodermata dan crustacea di
pantai Pejuang Desa Tuada, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat.
Pengambilan sampel dengan mempehatikan prosedur kerja sebagai berikut :
·
Menyiapkan alat yang di
gunakan dalam praktikum.
·
Menentukan lokasi
survei jelajah yang dipilih untuk pengamatan. Survei jelajah terdiri dari 1
area lokasi, di mana lokasi survei jelajah yang ditempatkan sejajar garis
pantai (horizontal) dengan panjang 50 x 50 m2.
·
Mengukur parameter
lingkungan
·
Melakukan proses
pengambilan data dengan metode survey jelajah.
·
Melakukan pengambilan
sampel pada organisme dari filum echinodermata dan crustacea yang di temukan
dalam lokasi blok area.
·
Mendokumentasikan
kegiatan praktikum
·
Melakukan identifikasi
dengan menggunakan buku panduan identifikasi, dan dokumentasi pada setiap
organisme yang di temukan.
Gambar 8. Desain blok
area
3.4. Metode Pengukuran Parameter
Lingkungan
Pada lokasi
pengambilan sempel, juga dilakukan pengukuran parameter lingkungan meliputi
suhu air, salinitas, pH air dan oksigen terlarut. Pengukuran parameter
lingkungan menggunakan Horiba Water Chekeer yang telah dibuat untuk mengukur
parameter lingkungan termasuk suhu air, salinitas, pH air, dan oksigen
terlarut. Pengukuran Parameter lingkungan dengan Horiba mengikuti langkah -
langkah berikut :
·
Menyiapkan Horiba
·
Tekan start untuk
menghidupkan Horiba, tunggu beberapa saat hingga semua parameter mulai dari
nol.
·
Celupkan sensor yang
ada pada Horiba dan diamkan lebih dari semenit.
·
Tekan Lock untuk
mengambil data seperti suhu, pH, dan salinitas.
·
Catat hasil yang telah
di Lock.
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Lokasi Praktikum
Desa tuada
merupakan salah satu Desa yang terletak di wilayah kabupaten pulau jailolo Halmahera Barat,
Provinsi Maluku Utara. dengan luas wilayah 333.2 km2. Secara administrasif
Desa tuada berbatsan dengan Desa todowonggi di bagian barat. Pantai tuada
memiliki topografi perairan yang landai karena berhubungan dengan daerah lain
secara terbuka. Perairan tersebut juga memilki subsrat dasar yang bervariaasi
seperti subsrat pasir berlumpur, pasir berkarang dan lumpur berpasir. Adanya
kondisi subsrat yang bervariasi ini menyebabkan perairan tuada memiliki
berbagai jenis sumber daya hayati.
Dari hasil
di lapangan, praktikum di lakukan pada tempat wisata pantai tanjung pejuang, yang ada di Desa tuada kec. Jailolo
Barat Yang terletak di bagian Desa kecamatan tuada merupakan tempat pariwisata
yang dekat dengan pemukiman penduduk tempat tersebut sering di kunjungi oleh
berbagai wisatawan yang dating untuk berkunjung atau refresing karna tempat ini
memiliki kedudukan yang strategis serta memiliki pemandangan yang sangat indah.
dan juga terdapat beberapa jenis tumbuhan seperti mangrove dan lamun. Sedangkan
di bagian Selatan yang jauh dari pemukiman terdapaat perkebunan kelapa
penduduk.
Gambar 9. Pantai Desa Tuada
4.2.
Komposisi Jenis
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, ditemukan tujuh jenis echinodermata, dari kelas
Holothuroidea yaitu Holothuria Scabra dan Holothuria Edulis. Kelas
Echinoidea, yaitu Diadema setosum, Echinothrix
calamaris, dan Tripneustes
gratilla. Kelas Asteroidea, yaitu Protoreaster
nodosus dan Linckia laevigata.
Selain tujuh jenis Echinodermata, ada juga satu jenis crustacea yaitu Scyllia serrata. Untuk lebih lengkapnya
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi jenis
echinodermata dan crustacea yang ditemukan.
Objek
|
Spesies
|
Jumlah Individu
|
|
Echinodermata
|
Holothuria Scabra
|
2
|
|
Holothuria Edulis
|
1
|
||
Diadema setosum
|
3
|
||
Echinothrix calamaris
|
1
|
||
Tripneustes gratilla
|
2
|
||
Protoreaster nodosus
|
2
|
||
Linckia laevigata
|
2
|
||
Crustacea
|
Scyllia serrata
|
1
|
|
Total
|
-
|
14
|
Gambar
10. Grafik komposisi jenis echinodermata dan crustacea yang ditemukan
Dari
grafik diatas menunjukkan bahwa jenis terbanyak yang ditemukan adalah jenis Diadema setosum dari kelas Echinoidea
dengan jumlah individu sebanyak 3 individu. Sementara yang terendah adalah
jenis Holothuria Edulis
dari kelas Holothuroidea dengan jumlah
individu sebanyak 1 individu, Echinothrix
calamaris dari kelas Echinoidea dengan
jumlah individu sebanyak 1 individu, dan jenis Scyllia serrata dari kelas Crustacea dengan jumlah individu
sebanyak 1 individu.
4.3. Deskripsi
Komposisi Jenis
4.3.1.
Holothuria Scabra
Holothuria Scabra disebut
juga teripang pasir. Holothuria Scabra memiliki warna menyerupai pasir
putih. Holothuria Scabra memiliki bentuk tubuh seperti teripang lainnya
yaitu seperti ketimun. Menurut Abdullah (2016), Holothuria Scabra
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Family : Holothuriidea
Genus : Holothuria
Species : Holothuria Scabra
4.3.2.
Holothuria Edulis
Holothuria edulis disebut
juga teripang hitam. Holothuria Scabra memiliki bentuk tubuh seperti
teripang lainnya yaitu seperti ketimun dan memiliki warna hitam. Menurut
Abdullah (2016), Holothuria edulis diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Family : Holothuriidea
Genus : Holothuria
Species : Holothuria Edulis
4.3.3.
Diadema setosum
Diadema setosum merupakan
jenis bulu babi atau landak laut yang memiliki warna hitam pada seluruh
tubuhnya, begitupun pada durinya yang panjang. Menurut Abdullah (2016), Diadema
setosum diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Echinoidea
Ordo : Diadematoida
Family : Diadematidae
Genus : Diadema
Species : Diadema setosum
4.3.4.
Echinothrix calamaris
Echinothrix calamaris merupakan
jenis bulu babi atau landak laut yang memiliki beberapa campuran warna. Pada
umumnya berwarna putih dengan hitam dan putih dengan hijau. Echinothrix
calamaris memiliki duri ganda atau dua tipe duri pada tubuhnya. Duri yang
pertama adalah duri yang pendek tajam dan yang berwarna hijau dan berwarna hitam.
Duri yang kedua adalah yang kedua duri yang panjang dan tumpul serta berwarna
hijau – putih dan hitam - putih.
Menurut Abdullah (2016), Echinothrix
calamaris diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Echinoidea
Ordo : Diadematoida
Family : Diadematidae
Genus : Echinothrix
Species : Echinothrix calamaris
4.3.5.
Tripneustes gratilla
Tripneustes gratilla merupakan
jenis bulu babi atau landak laut yang memiliki warna dasar tubuh putih dan
hitam. Tripneustes gratilla memiliki duri dengan tiga warna pada
tubuhnya yaitu putih, hitam dan orange. Menurut Abdullah (2016), Tripneustes
gratilla diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Echinoidea
Ordo : Temnopleuroida
Family : Toxopneustidae
Genus : Tripneustes
Species : Tripneustes
gratilla
4.3.6.
Protoreaster nodosus
Protoreaster nodosus disebut
juga Chocolate Chip Sea Star atau
Horned Sea Star. Dalam bahasa Indonesia disebut Bintang Laut coklat chips dan
kadang – kadang disebut Bintang Laut bertanduk. Hal ini dikarenakan Protoreaster nodosus memiliki tanduk yang
berwarna hitam – coklat pada tubuhnya. Menurut Abdullah (2016), Protoreaster nodosus
diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Family : Oreasteridae
Genus : Protoreaster
Species : Protoreaster nodosus
4.3.7.
Linckia laevigata
Linckia laevigata disebut juga blue sea
star atau blue Linckia. Dalam bahasa Indonesia sering disebut bintang laut
karena mempunyai warna dengan biru gelap dan ada yang berwarna biru muda yang
juga merupakan ciri khususnya. Menurut
Abdullah (2016), Linckia laevigata diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Divisi : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Memesan : Valvatida
Keluarga : Ophidiasteridae
Marga : Linckia
Jenis : L. laevigata
4.3.8.
Scyllia serrata
Scyllia
serrata dalam bahasa indonesia
disebut Kepiting bakau. Secara umum kepiting
bakau dapat dikenali dengan ciri tubuhnya tertutup oleh cangkang, Terdapat 6
buah duri di antara sepasang mata, dan 9 duri disamping kiri dan kanan mata.
Mempunyai sepasang capit, pada kepiting jantan dewasa Cheliped (kaki
yang bercapit) dapat mencapai ukuran 2 kali panjang karapas. Mempunyai 3 pasang
kaki jalan dan sepasang kaki renang dengan bentuk pipih. Kepiting jantan
mempunyai abdomen yang berbentuk agak lancip menyerupai segi tiga sama kaki,
sedangkan pada kepiting betina dewasa agak membundar dan melebar.
Menurut
Keenan (1999) dalam Souisa (2011) klasifikasi kepiting bakau adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Order : Decapoda
Family : Portunidae
Genus : Scylla
Species : Scylla serrata
4.4. Deskripsi Habitat
4.4.1.
Holothuria Scabra
Teripang pasir (Holothuria Scabra) sering
dijumpai pada padang lamun dan terumbu karang dengan substrat yang berbeda
mulai dari berpasir, berlumpur, pasir berlumpur, hingga pecahan karang. Dalam praktikum ini, teripang pasir (Holothuria
Scabra) ditemukan di dekat lamun Thalassia
hemprichii (Gambar 11),
Enhalus acoroides (Gambar 12) dan Syringodium
isoetifolium (Gambar 13) dengan
susbtrat pasir berlumpur dan pecahan karang.
Gambar 11. Thalassia hemprichii (sumber : dokumentasi)
Gambar 12. Enhalus acoroides (sumber : dokumentasi)
Gambar 13. Syringodium isoetifolium
(sumber : dokumentasi)
4.4.2.
Holothuria Edulis
Sama halnya teripang pasir (Holothuria Scabra),
Teipang hitam (Holothuria Edulis) juga sering dijumpai pada padang lamun
dan terumbu karang dengan substrat yang berbeda mulai dari berpasir, berlumpur,
pasir berlumpur, hingga pecahan karang. Dalam praktikum ini, Teipang hitam (Holothuria
Edulis) ditemukan di dekat lamun Thalassia
hemprichii (Gambar 11)
dan Enhalus acoroides (Gambar 12) dengan susbtrat pasir berlumpur.
4.4.3.
Diadema setosum
Diadema setosum
sering dijumpai pada padang lamun dan terumbu karang dengan substrat yang
berbeda mulai dari berpasir, berlumpur, pasir berlumpur, hingga pecahan karang.
Dalam praktikum, Diadema setosum ditemukan menempel pada terumbu karang
dan di dekat lamun Thalassia hemprichii (Gambar 11), Enhalus acoroides (Gambar 12)
dan Syringodium isoetifolium (Gambar 13) dengan susbtrat pasir berlumpur
dan pecahan karang.
4.4.4.
Echinothrix calamaris
Echinothrix calamaris
sering dijumpai pada padang lamun dan terumbu karang dengan substrat yang
berbeda mulai dari berpasir, berlumpur, pasir berlumpur, hingga pecahan karang.
Dalam praktikum, Echinothrix calamaris ditemukan menempel pada terumbu
karang.
4.4.5.
Tripneustes gratilla
Tripneustes gratilla
sering dijumpai pada padang lamun dan terumbu karang dengan substrat yang
berbeda mulai dari berpasir, berlumpur, pasir berlumpur, hingga pecahan karang.
Dalam praktikum, Tripneustes gratilla ditemukan menempel pada terumbu
karang dan di dekat lamun Thalassia hemprichii (Gambar 11), Enhalus acoroides (Gambar 12)
dan Syringodium isoetifolium (Gambar 13) dengan susbtrat pasir berlumpur
dan pecahan karang.
4.4.6.
Protoreaster nodosus
Protoreaster nodosus
sering dijumpai di padang lamun dengan substrat yang berbeda mulai dari
berpasir, berlumpur, dan pasir berlumpur. Dalam praktikum, Protoreaster
nodosus ditemukan di dekat lamun Thalassia
hemprichii (Gambar 11),
Enhalus acoroides (Gambar 12) dan Syringodium
isoetifolium (Gambar 13) dengan
susbtrat pasir berlumpur dan pecahan karang.
4.4.7.
Linckia laevigata
Linckia laevigata
sering dijumpai di menempel di terumbu karang. Bigitu pula pada praktikum, Linckia
laevigata ditemukan di menempel pada terumbu karang.
4.4.8.
Scyllia serrata
Scyllia serrata sering
ditemui di kawasan hutan bakau sehingga Scyllia
serrata disebut juga kepiting bakau. Begitu pula pada praktikum ini, Scyllia serrata detemukan bersembunyi
pada akar pohon mangrove.
4.5. Parameter
Lingkungan
Pada
Lokasi yang sama dengan pengambilan sempel, juga dilakukan pengukuran parameter
kualitas air. Parameter yang diukur adalah suhu, pH, dan Salinitas. Pengukuran
parameter kualitas air ini menggunakan Horiba Water Chekeer. Data hasil
pengukuran kualitas air dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel
3. Hasil pengukuran parameter lingkungan.
Parameter
|
Waktu Pengukuran
|
Hasil Pengukuran
|
Satuan
|
|
Suhu
|
13.30
|
27,76
|
°C
|
|
pH
|
13.30
|
8
|
-
|
|
Slinitas
|
13.30
|
30,8
|
ppt
|
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Setelah
melakukan praktikum dan menyusun laporan ini yang dapat penulis simpulkan bahwa
komposisi jenis phylum echinodermata dan crustacea di zona intertidal Pantai
Desa Tuada, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara
yang ditemukan adalah Holothuria Scabra, Holothuria Edulis, Diadema setosum,
Echinothrix calamaris, Tripneustes gratilla, Protoreaster nodosus, Linckia
laevigata, dan Scyllia serrata.
5.2. Saran
Dari praktikum
ini, penulis menyadari bahwa hasilnya masih jauh dari sempurna, oleh karena itu perlu dilakukan riset atau kajian lanjutan dari
praktikum yang dilakukan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. 2016. Buku Laporan Praktikum Avertebrapa Air Phylum Echinodermata. http://taufiqabd.blogspot.co.id/2016/05/buku-laporan-praktikum-avertebrapa-air.html
Abdullah, T. 2017. Makalah Jenis – Jenis Lamun Di Indonesia http://taufiqabd.blogspot.co.id/2017/04/makalah-jenis-jenis-lamun-di-indonesia.html; diakses pada 24 May 2017.
Abdullah, T. 2017. Pengertian Makrozoobenthos secara etimologi. http://taufiqabd.blogspot.co.id/2017/05/pengertian-makrozoobenthos-secara.html; diakses pada 24 May 2017.
Adnyanawati, K.P. 1994. Analisis hasil tangkapan lobster (Panulirus spp.) dengan jaring klitik dan bubu di Pantai Swanggaluh, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hal 5-14.
Aziz, A. 1995. Beberapa catatan mengenai fauna Ekhinodermata dari Lombok. In: Praseno, D.P., Atmadja, W.S., Supangat, I., Ruyitno & Sudibjo, B.S. (Eds.). Pengembangandan Pemanfaatan Potensi kelautan: Potensi Biota, Teknik Budidaya dan Kualitas Perairan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI, Jakarta.
Barnes, R. D. 1987. Invertebrate Zoologi, 5th Edition. W. B. Saunder Company. Philadelphia. London
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang
Ekosisitem Air Daratan Medan: USU Press.
Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. 58 hal.
Berry, A.J. 1972. The Natural History of West Malaysian Mangrove Faunas. Malaysian National Journal (25)
Cobb J.S dan B.F. Phillips. 1980. The Biology and management of lobster Vol I-II. New York: Academic Press.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. PT Sarana Graha. Jakarta.
Effendie, H., 2002. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius; Yogyakarta.
Hadi, S. 2013. Beberapa Klasifikasi Ilmiah Invertebrata. http://subhanhadikusuma.blogspot.co.id/2013/10/beberapa-klasifikasi-ilmiah-invertebrata.html; diakses pada 24 May 2017.
Henry Salama, D.M.D.. Maurice A. Salama, D.M.D.. David Garber, D.M.D.. & Pinhas Adar, MDT. 2003. The Interproximal height of Bone: A Guidepost to Esthetic Strategies and Soft Tissue Contours in Anterior Tooth Replacement. The Journal of Practical Periodontics and Aesthetic Dentistry for the ANTHOLOGY edition.
Hegner, R.B. & J.G. Engemann. 1968. Invertebrata Zoology. New York : Macmillan Publishing Co. INC
Hudayanti
D. 2006. Studi Tingkah Laku Udang Barong (Panulirus
homarus) Memasuki Bubu. Skripsi.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Hutabarat, S dan Evan, S.M. 1986.
Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Press. Jakarta.
Kastoro Widiarsih dan M. Kasi Moosa. 1982. Pustaka Dasar Hewan Lunak Bercangkok. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KepMen LH) No. 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota.Jakarta
Nontji,
A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nontji, Anugerah. 1993. Laut Nusantara. Ja-karta: Djambatan.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
PT. Gramedia.
Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Ir. T. Samingan, M.Sc. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Oemarjati, B.S dan Wardhana, W. 1990. Taksonomi Avertebrata. Penerbit Unversitas Indonesia. Jakarta.
Poutiers, J.M. 1998 Gastropods. In Carpenter, K. E. and V. H. Niem. 1998. FAO species identification guide for fishery purposes. The living marine resources of the Western Central Pacific. Volume 1. Seaweeds, corals, bivalves, and gastropods. Rome, FAO.
Reid, David G. (2010). Tectarius coronatus (Valenciennes, 1832). In: MolluscaBase (2017). Accessed through: World Register of Marine Species at http://marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=446936 on 2017-05-22
Robert, D., dkk. 1982. Shallow Water Marine Molluscs of North-West Java. Lembaga Oseanologi Nasional, LIPI, Jakarta
Romimohtarto , K & S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Jakarta : Djambatan
Sartori, André F. (2014). Natica lineata (Röding, 1798). In: MolluscaBase (2017). Accessed through: World Register of Marine Species at http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=817793 on 2017-05-22
Sugiri N. 1989. Zoologi Avertebrata II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suwignyo, S. Widigdo, B. Wardiatno, Y. dan Krisanti, M,. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
Wikipedia. 2014. Tectarius coronatus. https://en.wikipedia.org/wiki/Tectarius_coronatus; searched on 24 May 2017.
Yuliana. 2006. Produktivitas Primer Fitoplankton pada
Berbagai Periode Cahaya di Perairan Teluk Kao, Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal perikanan (Journal of Fisheries
Sciences). VIII (2) Juli 2006: 215-222.
Komentar
Posting Komentar