Laporan Praktikum : Pakan Buatan



LAPORAN PRAKTIKUM


MANAJEMEN PERMBERIAN
PAKAN



Oleh



TAUFIQ ABDULLAH
0517 1511 027









PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2016

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Manajemen Pemberian Pakan.
Laporan ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan laporan ini. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.



DAFTAR ISI
     halaman
KATA PENGANTAR................................................................................   i
DAFTAR ISI...............................................................................................   ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................   iv
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................   1
1.1  Latar Belakang.......................................................................................   1
1.2  Tujuan....................................................................................................   2
1.3  Manfaat..................................................................................................   2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................   3
2.1  Pakan Buatan.........................................................................................   3
2.2  Bahan Baku............................................................................................   3
2.3  Bahan Tambahan....................................................................................   7         
2.4  Kandungan Nutrisi Pakan......................................................................   8
2.5  Menyusun Rumsum Pakan.....................................................................   11
2.6  Pembuatan Pakan...................................................................................   14
2.7  Proses Pembuatan Pakan........................................................................   14
2.8  Evaluasi Kelayakan Pakan.....................................................................   17
2.9  Konversi Pakan / FCR...........................................................................   18
2.10          Pertumbuhan...................................................................................   18
2.11          Ikan Nila.........................................................................................   18
BAB III : METODE PRAKTIKUM..........................................................   21
3.1    Waktu dan Tempat................................................................................   21
3.2  Alat dan Bahan......................................................................................   21
3.3  Prosedur kerja........................................................................................   22
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................   23
4.1  Pemilihan Bahan Baku Dan Bahan Tambahan......................................   23
4.2  Formulasi Pakan.....................................................................................   23
4.3  Pembuatan Pakan...................................................................................   25
4.4  Persiapan Wadah Dan Pemasukan Air...................................................   27
4.5  Seleksi Benih Ikan Nila..........................................................................   27
4.6  Evaluasi Kelayakan Pakan Dengan Uji Biologis...................................   27
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN..................................................   29
5.1  Kesimpulan............................................................................................   29
5.2  Saran......................................................................................................   29
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN




DAFTAR TABEL
No                                                    .Teks                                                            hal
2.1. Komposisi Zat Gizi Ikan Layang per 100 g BDD                                             5
2.2. Komposisi kimia kulit pisang kepok berdasarkan tingkat kematangan               6
2.3. Komposisi nilai gizi kacang tanah (per 100 gram bahan kering)                         7
2.4. Kebutuhan nutrisi ikan Nila                                                                             20
3.1. Alat yang digunakan dalam praktikum                                                                                                   21
3.2. Bahan yang digunakan dalam praktikum                                                                                                22

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Usaha budi daya perairan di Indonesia sudah berkembang sangat pesat, baik budi daya air tawar, air payau maupun laut. Produksi perikanan budi daya tahun 2014 diperkirakan sebesar 14,5 juta ton atau 107,97% dari target yang telah ditetapkan sebesar 13,4 juta ton, sedangkan target produksi perikanan budi daya tahun 2015 mencapai 16,9 juta ton. Kebutuhan pakan ikan dan udang secara nasional pada tahun 2015 ditargetkan 9,27 juta ton dimana 49% nya merupakan kebutuhan pakan ikan air tawar seperti ikan mas, nila, gurame, patin dan lele (Anonim, 2015).
Pakan adalah nama umum yang digunakan untuk menyebut makanan yang dimanfaatkan atau dimakan hewan, termasuk ikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan tubuhnya. Pakan yang dimakan berasal dari pakan alam (pakan alami) dan dari buatan manusia (Khairuman dan Amri, 2002). Pakan ikan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu budidaya perikanan, disamping faktor-faktor lain seperti : benih, pengelolaan, dan pencegahan penyakit (Bambang, 2001). Rasidi (2002) mengemukakan pakan sebagai salah satu komponen produksi, pembelian pakan menyita 60-70% dari total biaya produksi. 
Pakan yang diberikan kepada ikan budidaya dapat berupa pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang diberikan kepada ikan budidaya yang diperoleh langsung dari alam atau diproduksi melalui kultur (pemeliharaan). Pakan alami dapat langsung diberikan kepada ikan budidaya tanpa harus diolah. Pakan buatan pelet diberikan kepada ikan budidaya harus dipilih sesuai dengan kebutuhan gizi unutk ikan. Pelet juga tidak berasal dari bahan baku yang beracun atau kadaluarsa (Kordi, 2004).
Untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan, cara yang paling praktis adalah dengan menggunakan pakan buatan. Alasan digunakannya pakan buatan adalah lebih mudah diperoleh dalam jumlah cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, pakan lebih tahan lama, minimum selama satu musim pemeliharaan sehingga pencariannya tidak perlu setiap hari, kandungan gizi pakan dapat diatur oleh pabrik yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kebutuhan ikan yang akan diberi makan, bentuk dan ukuran pakan buatan dapat diatur sesuai dengan ukuran ikan, daya tahan pakan dalam air dapat diatur dan disesuaikan sesuai dengan kebiasaan makan ikan, selain itu bau, rasa, dan warna dapat diatur sehingga lebih menarik ikan-ikan yang akan diberi makan (Mudjiman, 2004).  Pakan buatan dapat diproleh di toko-toko pakan atau dibuat sendiri (Kordi, 2004).
Pakan yang dibuat sendiri lebih menghemat biaya produksi ketimbang pakan yang dibeli di toko – toko pakan. Menurut Rasidi (1998), salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan biaya produksi tersebut adalah dengan membuat pakan buatan sendiri. Pembuatan pakan buatan ini menggunakan teknik sederhana dengan memanfaatkan sumber-sumber bahan baku lokal, termasuk pemanfaatan limbah hasil industri pertanian yang relatif murah.
Rasidi (2002) mengemukakan pakan ikan diberikan dengan tujuan agar meningkatkan dan mempertahankan pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan. Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur.
Berkaitan dengan hal di atas, perlu diadakannya praktikum Manajemen Pemberian Pakan khususnya proses pembuatan pakan dan evaluasi kelayakan biologis untuk pertumbuhan ikan Nila hitam (Oreochromis niloticus). Hal ini karena ikan Nila mempunyai keunggulan dengan pertumbuhannya yang cepat (Wardoyo, 2007).
B.     Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu sebagai berikut.
1.      Mengetahui formulasi pakan.
2.      Mengetahui fibrikasi pakan atau proses pembuatan pakan.
3.      Mengetahui strategi pemberiaannya.  
C.    Manfaat
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat mengetahui cara memproduksi pakan dengan formulasi dan fibrikasi pakan. Serta mengetahui strategi atau cara pemberiannya kepada ikan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.       Pakan Buatan
Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan (Khairuman, 2003). Pakan yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.      Pakan harus dapat dimakan oleh ikan, maksudnya kondisi pakan harus baik dan ukuran pakan harus sesuai dengan ukuran mulut ikan.
2.      Pakan harus mudah dicerna.
3.      Pakan harus dapat diserap oleh tubuh ikan.
Apabila ketiga persyaratan diatas dapat dipenuhi, pemberian pakan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Khairuman, 2002).
Pakan buatan adalah campuran dari berbagai bahan pakan (biasa disebut bahan mentah), baik nabati maupun hewani yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah dimakan dan sekaligus merupakan sumber nutrisi bagi ikan (Djarijah,1995). Menurut Dharmawan (2010), Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis. Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan yang disukai ikan, tidak mudah hancur dalam air, aman bagi ikan.
2.2.       Bahan Baku
2.2.1.      Ampas tahu
Ampas tahu merupakan hasil sisa perasan bubur kedelai. Pemanfaatan ampas tahu menjadi pakan merupakan pengolahan yang paling mudah karena hanya dengan cara mengeringkannya.. Dalam kondisi kering, ampas tahu dapat disimpan lama (Sarwono, 2003). Ampas tahu merupakan sumber protein (Khairuman, 2002). Kandungan gizi tepung ampas tahu adalah protein 23,55%, lemak 5,54%, karbohidrat 26,92%, serat kasar 16,53%, abu 17,03% dan air 10,43% (Mujiman, 1991).
2.2.2.      Ikan Layang
Ikan layang (Decapterus sp.) termasuk ikan pelagis, dan berdasarkan ukurannya dikelompokkan sebagai ikan pelagis kecil. Ikan ini yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 cm meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 cm. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil ( finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line) (Nontji, 2002). Menurut Saanin (1984), klasifikasikan ikan Layang adalah sebagai berikut:
Phyllum           : Chordata
Kelas               : Pisces
Sub kelas         : Teleostei
Ordo                : Percomorphi
Divisi               : Perciformes
Sub divisi        : Carangi
Familia            : Carangidae
Genus              : Decapterus
Spesies             : Decaptersus sp.
Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Umumnya komposisi kimia daging ikan terdiri dari air 66-84%, protein 15- 24%, lemak 0,1-22%, karbohidrat 1-3% dan bahan anorganik 0,8-2% (Abdillah, 2006).  Menurut Irianto dan Soesilo (2007), ikan layang memiliki kandungan gizi yang tinggi, protein sebesar 22,0 % dan kadar lemak rendah 1,7%.
Dalam daftar komposisi bahan makanan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009: 36), ikan layang memiliki komposisi zat gizi makanan per 100 g BDD yang dapat dilihat pada tabel 2.1.



Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Ikan Layang per 100 g BDD
Zat Gizi
Jumlah
Kalori/Energi (kkal)
109
Protein (g)
22
Lemak (g)
1,7
Karbohidrat (g)
0
Kalsium (mg)
50
Fosfor (mg)
150
Besi (mg)
2
Vitamin A (S.I)
-
Vitamin B1 (mg)
-
Vitamin C (mg)
0
Air (g)
74
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2005).
2.2.3.      Kulit Pisang Kepok
Kulit pisang merupakan hasil buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya, yaitu 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas (Munadjim, 1983 dalam Herviana, 2011). Kulit pisang kepok biasanya oleh mansyarakat hanya dibuang dan tidak dimanfaatkan (Satria dan Ahda, 2008). Menurut Tjitrosoepomo (1991), klasifikasi pisang kepok adalah sebagai berikut :
Regnum           : Plantae
Divisio             : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Classis             : Monocotyledoneae
Ordo                : Musales
Familia            : Musaceae
Genus              : Musa
Spesies            : Musa paradisiaca L.
Menurut Sumarsih (2009), kulit pisang merupakan limbah pertanian yang mengandung komponen lignoselulosa (heloselulosa dan lignin) dan kandungan kabohidrat yang cukup tinggi. Kulit pisang juga memiliki beberapa mineral penting antara lain Ca 7 mg/ 100 g, Na 34 mg/ 100 g, P 40 mg/ 100 g, K 44 mg/ 100 g,  Fe 0,93 mg/ 100 g, Mg 26 mg/ 100 g, S 12 mg/ 100 g (Essien, 2002). Komposisi kimia kulit pisang kepok berdasarkan tingkat kematangan dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Komposisi kimia kulit pisang kepok berdasarkan tingkat kematangan.
Komposisi Kimia
Tingkat Kematangan Kulit Pisang Kepok
Hijau
Hampir Matang
Matang
Energi Total (Kcal/kg)
4383
4692
4592
Bahang Kering (%)
91,62
92,38
95,66
Protein Kasar (%)
5,19
6,61
4,77
Lemak Kasar (%)
10,66
14,70
14,56
Serat Kasar (%)
11,58
11,10
11,95
Abu (%)
16,30
14,27
14,58
Kalsium (%)
0,37
0,38
0,36
Fosfor (%)
0,28
0,29
0,23
Tannin (%)
6,84
4,97
4,69
Sumber : Tetrakoon et al., (1999).
2.2.4.      Kacang Tanah
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polong – polongan. Tanaman ini berasal dari Amerika selatan, namun saat ini telah menyebar keseluruh dunia yang beriklim tropis maupun subtropis termasuk Indonesia (Adisarwanto, 2008). Dalam taksonomi, kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Devisi              : Spermatophyta
Subdevisi        : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Ordo                : Fabales
Famili              : Fabaceae
Genus              : Arachis
Spesies            : Arachis hypogaea L
Ditinjau dari aspek gizi, kacang-kacangan merupakan sumber protein, lemak, dan karbohidrat (Winda Haliza, 2010).  Komposisi nilai gizi kacang (per 100 gram bahan kering) tanah dapat dilihat pada tabel 2.3.



Tabel 2.3. Komposisi nilai gizi kacang tanah (per 100 gram bahan kering).
Komposisi
Jumlah
Kadar air (g)
4,0
Protein (g)
25,3
Lemak (g)
42,8
Karbohidrat (g)
21,1
Fosfor (mg)
335,0
Kalori (kal)
425,0
BDD (%)
100,0
Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996)
2.3.       Bahan Tambahan
2.3.1.      Tepung Tapioka Rose Brand
Tepung tapioka atau tepung kanji berfungsi sebagai perekat agar bahan baku yang ada dalam pakan dapat bersatu menjadi campuran yang homogen dan sebagai pengikat antar komponen. Dengan demikian pakan tidak mudah hancur terurai kembali ketika dimasukkan kedalam air. Bahan jadi perekat tersebut juga dapat berfungsi sebagai sumber berbagai zat makanan. Tepung tapioka tersebut apabila kita larutkan dalam air panas akan menghasilkan larutan kental yang lekat seperti lem encer. Jumlah penggunaan bahan perekat ini dapat mencapai 10% dari seluruh bobot ramuan (Mujiman, 1991). Dari hasil analisa bahan baku (AOAC,1998), diperoleh komposisi tepung tapioka adalah kadar air : 11,1 %; kadar abu : 0,58 %; kadar lemak : 0,10%; kadar protein : 0,27 %; kadar karbohidrat : 87,95 % (wb), 98,93 % (db).
2.3.2.      Air
Air merupakan senyawa yang terdiri dari dua unsur hidrogen dan satu unsur oksigen yang dilambangkan dengan H2O. Air juga merupakan pelarut universal. Dalam proses pembuatan pakan air diperlukan untuk menyatukan bahan – bahan menjadi homogen. Syarat utama air yang harus digunakan adalah air yang bersih.



2.4.       Kandungan Nutrisi Pakan
Yang dimaksud dengan nutrisi untuk ikan adalah kandungan gizi yang dikandung pakan, yang diberikan kepada ikan peliharaan. Apabila pakan yang diberikan ikan peliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini tidak saja akan menjamin hidup dan aktivitas ikan, tetapi juga akan mempercepat pertumbuhannya. Beberapa komponen nutrisi yang penting dan tersedia dalam pakan ikan antara lain protein, karbohidrat, lemak, dan serat kasar (Kordi, 2004). Selain itu itu juga terdapat vitamin dan mineral, antibiotik dan antioksidan, serta bahan perekat, tetapi kandungan nutrisi yang utama adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
2.4.1.      Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks, tersusun atas banyak asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung fospor dan sulfur. Kualitas protein suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan asam amino, khususnya asam amino esensial (Sumeru, 1992).
Protein merupakan unsur yang paling penting dalam penyusunan formulasi pakan karena usaha budidaya diharapkan pertumbuhan ikan yang cepat. Menurut Sahwan (2002), protein mempunyai tiga fungsi bagi tubuh yaitu:
a.       Sebagai zat pembangun yang membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan, mengganti jaringan yang rusak, maupun yang bereproduksi.
b.      Sebagai zat pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan hormon penjaga serta pengatur berbagai proses metabolisme didalam tubuh ikan.
c.       Sebagai zat pembakar karena unsur karbon yang terkandung didalamnya dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.
Kebutuhan protein masing-masing jenis ikan berbeda-beda. Jumlah protein yang dibutuhkan ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ukuran ikan, suhu air, jumlah pakan yang dimakan ikan, ketersediaan dan kualitas pakan alami, dan kualitas protein (Kordi, 2004). Pada umumnya ikan membutuhkan makanan yang kadar proteinnya berkisar antara 20-60 persen. Sedang kadar optimum berkisar antara 30-36 persen. Apabila protein dalam pakan kurang dari 6 persen, maka ikan tidak dapat tumbuh (Mujiman, 1991).
Pakan buatan terdiri dari beberapa macam campuran bahan pakan yang berasal dari protein hewani maupun nabati. Sumber protein hewani antara lain tepung ikan, telur ayam, tepung tulang dan tepung darah. Sumber protein nabati bisa diperoleh dari limbah industri pertanian seperti bungkil kacang tanah, ampas tahu, kedelai dan sorghum (Tiana, 2004).
2.4.2.      Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik melalui ekstraksi eter. Lemak juga sering diistilahkan dengan fat, lipid, minyak atau lemak kasar. Beberapa jenis vitamin juga terlarut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K (Lukito, 2007).
Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein dan karbohidrat, satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal per gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal per gram. Lemak juga menjadi sumber asam lemak, pospolipid, kolestrol dan sebagai pelarut pada proses penyerapan vitamin A, D, E, dan K. Selain itu, lemak berfungsi membantu proses metabolisme, osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan daya apung ikan dalam air serta untuk memelihara bentuk dan fungsi jaringan (Kordi, 2004).
Kandungan lemak pakan ikan rata-rata berkisar antara 4-18%. Kandungan lemak pakan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya ukuran ikan, kondisi lingkungan (suhu), dan adanya sumber tenaga lain (Mujiman, 2004). Kisaran kadar lemak yang tidak terlalu rendah ataupun tidak terlalu tinggi, disamping dapat memperbaiki daya awet pakan juga dapat memperbaiki (mempertinggi) kualitas pakan (Puspowardoyo, 2000).
2.4.3.      Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari serat kasar dan bahan bebas tanpa nitrogen (nitrogen free extract) atau dalam bahasa Indonesia disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Jadi, unsur-unsur karbohidrat terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dalam perbandingan yang berbeda-beda. Karbohidrat dalam bentuk yang sederhana pada umumnya lebih mudah larut dalam air daripada lemak atau protein (Kordi, 2014).
Karbohidrat merupakan salah satu komponen sumber energi. Selain itu berperan dalam menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi. Apabila pakan yang diberikan kekurangan karbohidrat, ikan akan kurang efesien dalam penggunaan pakan berprotein untuk menghasilkan energi dan kebutuhan metabolik lainnya (Afrianto, 2005).
Kebutuhan karbohidrat pada pakan ikan bergantung dari jenis ikannya. Menurut Wilson, hanya ikan herbivor dan omnivor yang dapat memanfaatkan karbohidrat tanaman. Watanabe , mengatakan bahwa kadar karbohidrat optimum untuk ikan omnivor adalah 20-40%, sedangkan untuk ikan karnivor antara 10-20% (Kordi, 2014).
Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan enzim amilase. Dan kemampuan ini tergantung pula pada jenis ikannya. Apabila makan karbohidrat lebih dari 12 persen, maka pada hatinya akan terjadi timbunan glikogen yang berlebihan, dan dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi. Tapi ikan pemakan segala, dapat hidup baik dengan makanan yang kadar karbohidratnya sampai 50% atau bahkan lebih (Mujiman, 1991).
Bahan-bahan pakan yang banyak mengandung karbohidrat adalah jagung, beras, tepung terigu, dedak halus, tepung tapioka, tepung sagu dan beberapa bahan lainnya. Sebagian bahan diatas, selain sebagai sumber karbohidrat, juga berfungsi sebagai bahan perekat (binder) dalam pembuatan pakan ikan (Kordi, 2004).
2.4.4.      Serat kasar
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidentifikasikan dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun binatang. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dalam kondisi tertentu (Sudarmadji, 1996).
Menurut Mujiman (1991) dalam jumlah tertentu serat kasar diperlukan juga antara lain untuk membentuk gumpalan kotoran, sehingga mudah dikeluarkan dari dalam usus. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan ikan akan mempengaruhi daya cerna dan penyerapan didalam alat pencernaan ikan. Selain itu, kandungan serat kasar yang tinggi akan menyebabkan meningkatkannya sisa metabolisme dan akan mempercepat penurunan kualitas air. Kandungan serat kasar yang tinggi (lebih dari 8%) akan mengurangi kualitas pakan ikan, sedangkan kandungan serat kasar yang rendah (dibawah 8%) akan menambah baik struktur pakan ikan dalam bentuk pelet (Kordi, 2014).
2.4.5.      Vitamin dan Mineral
Suwirya dkk. (1999) menyarankan untuk memberikan tambahan berupa dua persen vitamin mix dan tiga persen mineral mix dari jumlah pakan ke dalam pakan ikan untuk meningkatkan kualitas pakan.
2.5.       Menyusun Ransum Pakan
Beberapa hal yang perlu untuk diketahui dalam menyusun ransum, antara lain adalah ransum tersebut nantinya digunakan untuk hewan apa, nutrisi yang dibutuhkan, bahan pakan yang digunakan serta kandungan nutrien bahan pakan tersebut (Agustono dkk., 2010).
Gizi utama yang terkandung dalam ramuan pakan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Dalam menyusun ramuan pakan juga diperhatikan nilai ubahnya (konversi), apabila makanan tersebut hanya dimaksudkan sebagai bahan makanan tambahan maka kandungan gizinya dapat lebih rendah dibandingkan jika akan digunakan sebagai makanan pokok (Mudjiman, 2004). Kandungan gizi dari ransum yang akan digunakan dalam pembuatan pakan meliputi bahan anorganik (abu), protein, lemak, serat kasar (SK), dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) dengan kandungan yang berbeda-beda (Agustono dkk., 2010).
Komposisi bahan baku yang akan digunakan dapat diperhitungkan berdasarkan kadar proteinnya pada saat menyusun ramuan pakan. Kadar gizi dari masing-masing bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan pakan perlu diketahui. Ramuan pakan ikan yang akan diberikan harus disesuaikan dengan fase atau umur pemeliharaan ikan. Kandungan energi yang terkandung dalam pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan ikan pada umumnya (Mudjiman, 2004).
Formulasi pakan ikan biasanya disesuaikan dengan jenis ikan yang akan dipelihara atau diteliti, apakah termasuk karnivora, omnivora, atau herbivora. Karnivora harus menggunakan bahan pakan yang lebih banyak berasal dari hewan, sedangkan omnivora harus terdapat keseimbangan antara bahan nabati dan bahan hewani, kemudian untuk herbivora lebih banyak menggunakan bahan nabati dalam formulasinya (Djajasewaka, 1985).
2.5.1.      Pemilihan Bahan Baku
Menurut Rasidi (2002), bahan baku yang digunakan sangat menentukan kualitas pakan buatan yang dihasilkan. Bahan baku pakan dapat dibagi berdasarkan kandungan nutrisi dominannya, yaitu sebagai sumber protein, energi, mineral, dan vitamin. Bahan baku dapat dikatakan sebagai sumber protein jika mengandung protein kasar lebih dari 19%, namun bahan baku yang mengandung protein kasar kurang dari 16% dan serat kasarnya lebih kecil dari 18% digolongkan sebagai bahan baku sumber energi.
Afrianto dan Liviawati (2005) mengemukakan bahwa terdapat lima persyaratan yang sebaiknya dipenuhi dalam pemilihan bahan baku pakan, yaitu nilai gizi, kemudahan dalam pencernaan, tidak mengandung racun, ketersediaan dan kaitannya dengan bahan pangan kebutuhan pokok manusia.
Nilai gizi bahan baku pakan dapat diketahui melalui analisis di laboratorium. Namun, agar lebih praktis dapat menggunakan data komposisi bahan pakan. Meskipun angka dalam daftar tersebut tidak selalu tepat dengan bahan yang akan digunakan, namun cukup memadai untuk digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan komposisi bahan baku pakan ikan. Bahan baku buatan diharapkan mudah dicerna oleh ikan agar nilai efisiensi pakannya cukup tinggi, sehingga dapat meningkatkan keuntungan pembudidaya (Afrianto dan Liviawati, 2005).
Racun adalah zat yang dapat menyebabkan sakit atau kematian apabila masuk ke dalam tubuh. Kemungkinan adanya racun dalam bahan baku pakan harus dideteksi sedini mungkin agar tidak membahayakan ikan peliharaan. Akibat yang ditimbulkan oleh racun sangat bervariasi, tergantung pada jenis dan konsentrasi racun. Racun dapat menyebabkan kematian ikan, mengganggu pertumbuhan, terakumulasi dalam tubuh, atau merusak kandungan gizi pakan buatan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan tidak boleh mengandung racun yang dapat membahayakan kehidupan ikan (Afrianto dan Liviawati, 2005).
Pengeluaran terbesar dalam budidaya ikan secara intensif adalah biaya pengadaan pakan. Biaya pengadaan pakan akan meningkat apabila bahan baku susah diperoleh. Bahan baku pakan yang mudah diperoleh dengan harga murah antara lain limbah pasar, limbah rumah makan, limbah industri makanan (seperti pabrik pengalengan ikan, pabrik kecap, industri tahu, dan penggilingan peda), dan limbah pertanian (Afrianto dan Liviawati, 2005).
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan sebaiknya bukan merupakan kebutuhan pokok manusia sehingga tidak terjadi persaingan. Bahan baku yang masih dapat dimanfaatkan oleh manusia harganya relatif mahal sehingga kurang efisien apabila digunakan sebagai bahan baku pakan ikan (Afrianto dan Liviawati, 2005).
2.5.2.      Metode Penyusunan
Dalam penyusunan ransum makanan terdapat beberapa metode yang dapat dipergunakan, diantaranya adalah metode trial error, metode persegi empat pearson’s dan gabungan kedua metode tersebut.
Metode trial error digunakan melalui pendekatan matematika untuk memperoleh kombinasi bahan ransum yang tepat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan ikan (Khairuman, 2002). Metode ini merupakan cara coba-coba hingga kadar pakan yang diinginkan mencapai tujuan. Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan oleh pembuat pakan skala kecil dimana metode ini relatif sangat mudah dalam membuat formulasi pakan ikan. Dalam metode uji coba ini, pembuat formula harus sudah mengerti dan memahami kebutuhan bahan baku yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan ikan dan kebiasaan makan setiap jenis ikan serta kandungan optimal setiap bahan baku yang akan digunakan (Gusrina, 2008). Jika bahan baku yang dipilih untuk penyusunan pakan sudah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah mengalikan antara jumlah bahan baku dengan kandungan protein bahan baku. Langkah ini dilakukan sampai diperoleh kandungan protein yang diinginkan.
Menurut Khairuman (2002) metode persegi empat Pearson’s dipakai jika dalam penyusunan formulasi ransum yang menggunakan dua jenis bahan baku pakan atau menggunakan kombinasi beberapa bahan baku. Gusrina (2008) menyatakan penyusunan formulasi pakan dengan metode ini didasari pada pembagian kadar protein bahan-bahan pakan ikan. Metode ini mengelompokkan bahan pakan menjadi dua yaitu bahan baku yang termasuk ke dalam kelompok sumber protein utama dan kelompok yang bukan sumber protein utama (protein penunjang).
Metode Gabungan merupakan gabungan antara metode trial error dan metode persegi empat pearson’s. Pada tahap awal dari metode ini dilakukan dengan cara mencoba - coba setelah itu pada tahap akhir dilakukan dengan cara persegi empat pearson’s hingga didapatkan hasil yang diinginkan. Tujuan dilakukannya metode ini adalah untuk mengefisiensi harga pakan.
2.6.       Pembuatan Pakan
Pembuatan pakan memerlukan beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan, yaitu peralatan dan proses pengolahan bahan, serta teknik pembuatan pakan. Proses pembuatan pakan merupakan kelanjutan dari proses pemilihan dan pengolahan bahan baku. 
Bentuk pakan ikan yang beragam menyebabkan perbedaan dalam cara pembuatan. Menurut Kemal dalam Mujiman (1999), pakan buatan terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain bentuk larutan emulsi, bentuk larutan suspensi, bentuk roti kukus, bentuk lembaran, bentuk remah dan tepung serta bentuk pellet.
Bentuk pakan yang paling umum dijumpai adalah pellet. Menurut  Mujiman (1991), Pelet adalah bentuk pakan buatan yang terdiri dari beberapa macam bahan yang diramu dan dijadikan adonan, kemudian dicetak sehingga bentuknya merupakan batangan kecil-kecil. Panjangnya biasanya berkisar antara 1-2 cm. Jadi pellet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran dan juga tidak berupa larutan.
Pakan dalam bentuk pellet, dapat dibuat dari bahan yang berupa tepung kering maupun berupa gumpalan atau pasta, misalnya pasta daging anak ayam dan ampas hati ikan. Bahan yang berupa tepung kering dibagi dalam dua golongan, yaitu golongan yang berjumlah banyak (dedak, tepung ikan, dan tepung kedelai) dan golongan yang berjumlah sedikit yaitu vitamin dan mineral (Kemal dalam Mujiman, 1999).
2.7.       Proses Pembuatan Pakan
Dalam proses pembuatan pakan ikan diperlukan beberapa peralatan baik untuk skala pabrikasi, sedang, dan skala rumah tangga. Hal ini dapat membantu proses pembuatan pakan ikan akan lebih praktis dan menghemat biaya. Menurut Gusrina (2008) urutan pembuatan dan peralatannya dikelompokkan menjadi Penepungan; Pencampuran; Pengukusan; Pencetakan; Pengeringan; Penyimpanan.
2.7.1.      Penepungan (Grinding)
Penepungan/penggilingan adalah untuk memperkecil dan menghaluskan bahan baku yang semula masih berbentuk gumpalan atau bongkahan sehingga permukaannya menjadi lebih luas. Dengan demikian, nilai kandungan nutrisi persatuan berat pakan yang dimakan oleh ikan menjadi lebih tinggi.  Penggilingan/penepungan juga akan mempermudah proses berikutnya, yaitu pencampuran dan pencetakan/pemeletan.
Penepungan menggunakan alat penepung digunakan untuk membuat semua bahan baku yang digunakan agar berubah menjadi bentuk tepung. Bahan baku yang akan dibuat menjadi pakan buatan semuanya harus dalam bentuk tepung agar bentuk campuran bahan baku menjadi homogen dan dapat menggumpal dengan baik. Penghalusan bahan baku sampai menjadi tepung dapat menggunakan alat bantu penepungan (Ahmad dkk. 1998).
Bahan baku yang telah digiling kemudian diayak untuk mendapatkan partikel yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Semakin kecil stadia ikan maka partikel pakan harus semakin halus. Proses ini disebut pengayakan. Beberapa jenis bahan pengayak yang dapat digunakan antara lain: ayakan kawat, ayakan nilon, ayakan kopi, dan lain-lain.
2.7.2.      Pencampuran
Bahan baku yang telah berbentuk tepung ditimbang sesuai dengan jumlah bahan baku yang akan digunakan. Apabila bahan baku yang akan digunakan cukup banyak sebaiknya digunakan timbangan duduk atau timbangan beras. Namun bila sedikit sebaiknya menggunakan timbangan kue atau timbangan lainnya yang mempunyai tingkat ketelitian lebih tinggi.
Setelah ditimbang, bahan dicampur secara merata dan homogen agar seluruh bagian pakan yang dihasilkan mempunyai komposisi zat gizi yang merata dan sesuai dengan formulasi. Pencampuran bahan-bahan dilakukan secara bertahap mulai dari bahan yang volumenya paling besar hingga bahan yang volumenya paling kecil.
Pencampuran bahan baku dalam jumlah kecil dapat dilakukan pada wadah dan pengadukannya dapat dilakukan dengan tangan atau alat seperti centong nasi. Pencampuran bahan baku dalam jumlah besar biasanya menggunakan alat bantu, misalnya serok sebagai pengganti mesin pencampur (mixer). Untuk memperoleh hasil yang sempurna dan homogen dan apabila biaya tersedia maka dianjurkan menggunakan mesin pencampur (mixer)..
2.7.3.      Pengukusan
Pengukusan dengan alat pemanas biasanya dilakukan jika dalam pembuatan pakan ikan menggunakan beberapa bahan baku yang mengandung zat anti nutrisi. Perlakuan pemanasan dapat membuat zat anti nutrisi menjadi tidak aktif dan dapat meningkatkan pemakaian nutrien tersebut (Gusrina, 2008).
2.7.4.      Pencetakan
Setelah tercampur merata, campuran bahan baku tersebut kemudian diseduh dengan air panas dan diaduk lagi sehingga menjadi adonan berbentuk pasta. Pasta ini kemudian digiling dengan alat pencetak. Alat pencetak yang paling sederhana menggunakan alat penggiling daging dan yang lebih canggih menggunakan mesin pencetak pelet (CPM pellet mill).
2.7.5.      Pengeringan
Bahan baku yang telah tercetak menjadi pelet kemudian dikeringkan. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam pakan atau pelet sehingga menjadi minimal dan stabil (sekitar 10%). Dengan demikian, pakan yang telah dibuat tidak mudah ditumbuhi jamur atau mikroba.  Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan bantuan sinar matahari dan secara mekanik dengan bantuan alat (oven) pengering.
2.7.6.      Penyimpanan
Penyimpanan pakan dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu pakan basah dan pakan kering. Pakan basah dapat berupa larutan dan roti kukus dimana memerlukan ruangan dingin seperti lemari es baik freezer maupun refrigerator sehingga dapat bertahan hingga 2-3 hari. Pakan kering dapat disimpan dalam beberapa ukuran, untuk jumlah yang sedikit dapat menggunakan stoples, sedangkan jika jumlahnya agak banyak menggunakan drum plastik yang bertutup atau disimpan di dalam karung plastik (bagor). Pakan kering lebih baik disimpan dalam tempat yang kering dan tidak lembab (Mudjiman, 2004).
2.8.       Evaluasi Kelayakan Pakan
2.8.1.      Evaluasi Fisik
Evaluasi fisik merupakan cara evaluasi awal pakan, dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatitif. Sebenarnya analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi antara bahan sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara kimia atau secara biologis atau kombinasinya (Suparjo, 2008).
2.8.2.      Evaluasi Kimia
Evauasi kimia digunakan untuk mengetahui komposisi susunan kimia dan kegunaannya, suatu bahan pakan dilakukan analisis kimia yang disebut analisis proksimat. Cara ini dikembangkan dan Weende Experiment Station di Jerman oleh Henneberg dan Stokman pada tahun 1865, dengan menggolongkan komponen yang ada pada makanan, yaitu bahan kering, abu, estrak ether, serat kasar, protein kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Agustono dkk., 2010).
2.8.3.      Evaluasi Biologis
Suatu nilai dalam aspek biologi yang paling penting adalah Nilai Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio). Nilai ini sebenamya tidak merupakan suatu angka mutlak, karena tidak hanya ditentukan oleh kualitas pakan, akan tetapi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lain seperti jenis dan ukuran ikan, jumlah padat tebar, kualitas air dan lain-lain. Semakin kecil nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena akan semakin ekonomis. Nilai konversi pakan ikan perlu diketahui dengan melakukan pengujian di lapangan pada berbagai tipe percobaan (Umiyati dan Anna, 2008).



2.9.       Konversi Pakan / FCR
Konversi pakan dihitung berdasarkan rumus dari Djajasewaka (1985) dalam Wirabakti (2006) sebagai berikut :


Keterangan :

KP       = Nilai konversi pakan

Wt       = Bobot total ikan di akhir pemeliharaan (g)
Wo      = Bobot total ikan di awal pemeliharaan (g)
D         = Bobot total ikan yang mati selama pemeliharaan (g)
F          = Jumlah total pakan yang diberikan (g)

2.10.   Pertumbuhan
Menurut Effendie (1997), pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan ukuran panjang dan berat pada waktu tertentu. Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan.
Pertumbuhan yang cepat pada ikan Nila diperoleh dari ikan yang berkelamin jantan, ikan Nila jantan tumbuh lebih cepat dengan pertumbuhan rata – rata 2,1 gr/hari dibanding dengan ikan Nila betina yang rata – rata hanya tumbuh 1,8 gr/hari (Suryanto, 2010).
2.11.   Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
2.11.1.  Klasifikasi Ikan Nila
Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi cukup tinggi.  Bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna putih kehitaman atau kemerahan.  Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya.  Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis.  Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik (Sugiarto, 1988).  Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Sumantadinata, 1981).
Terdapat tiga jenis ikan nila yang dikenal, yaitu nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino (Sugiarto, 1988).  Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut:


Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Subfilum         : Vertebrata
Kelas               : Osteichtyes
Subkelas          : Acanthopterygii
Ordo                : Percomorphi
Subordo          : Percoidea
Famili              : Cichlidae
Genus              : Oreochromis
Spesies            : Oreochromis niloticus

2.11.2.  Morfologi Ikan Nila
Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1968), mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caundal fin) ditemukan garis lurus (vertikal).  Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang.
 Ikan Nila (oreochormis niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung badannya.  Nila memiliki lima buah Sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), siri anal (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin).
 Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang sampai bagian atas sirip ekor.  Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus  yang hanya satu buah berbentuk agak panjang.  Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat.


2.11.3.  Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila
Adapun kebutuhan nutrisi ikan Nila yang dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kebutuhan nutrisi ikan Nila.
Nutrien
Jumlah yang dibutuhkan
Protein
Larva 35%
Benih – Konsumsi 25-30 %
Asam amino
-          Arginin
-          Histidin
-          Isoleusin
-          Leusin
-          Lysine
-          Metionin + Cystin
-          Phenilalanin + Tyrosin
-          Threonin
-          Tritopan
-          Valin

4,2 %
1,7 %
3,1 %
3,4 %
5,1 %
3,2 % (Cys 0,5)
5,5 % (Tyr 1,8)
3,8 %
1,0 %
2,8 %
Lemak
6 – 10 %
Asam lemak essensial
0,5 % - 18:2n-6
Fosfor
< 0,9 %
Karbohidrat
25 %
Digestible energy (DE)
2500 – 4300 Kkal/kg
Sumber : BBAT Sukabumi (2005) dalam Indariyanti (2011).
 

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1        Waktu dan Tempat
Praktikum Manajemen Pemberian Pakan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 s/d 25 Desember 2016. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Basa Kastela, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Khairun, Ternate.
3.2        Alat dan Bahan
3.2.1.      Alat
Adapun alat dalam praktikum Manajemen Pemberian Pakan yang dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat yang digunakan dalam praktikum.
No.
Nama
Kegunaan
1
Blender
Menghaluskan bahan untuk di buat tepung
2
Timbangan elektrik
Menimbang bahan tepung untuk dicampurkan
3
Piring
Wadah bahan baku dan tepung
4
Baskom / bokor kecil
Wadah untuk mencampur tepung
5
Mesin pellet
Mencetak pellet
6
Aquarium
Wadah untuk uji biologis
7
Loyang
Wadah untuk pellet
8
Ayakan
Untuk mengayah bahan yang telah di haluskan
9
Jala dan Seser
Menangkap benih ikan nila
10
Toples kecil
Tempat menyimpan pakan
11
Toples Besar
Wadah penampungan kotoran dan sisa pakan
12
Aerasi
Memperkaya DO dalam akuarium
13
Sipon
Membersihkan kotoran dan sisa pakan
14
Tissue
Membersihkan alat
15
Sendok
Memotong pellet menjadi bagian – bagian kecil




3.2.2.      Bahan
Adapun bahan dalam praktikum Manajemen Pemberian Pakan yang dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan dalam praktikum.
No.
Bahan
Kegunaan
1
Ikan Layang
Bahan tepung ikan Layang
2
Ampas tahu
Bahan tepung ampas tahu
3
Kacang tanah
Bahan tepung kacang tanah
4
Kulit Pisang Kepok
Bahan tepung kulit pisang kepok
5
Benih Ikan Nila
Bahan uji biologis
6
Tepung Tapioka Rose Brand
Bahan tambahan untuk perekat
7
Air
Bahan tambahan untuk pencampuran

3.3.      Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yng dilakukan dalam praktikum Manajemen Pemberian Pakan ini adalah sebagai berikut :
a.       Pemilihan bahan baku dan bahan tambahan
b.      Formulasi pakan
c.       Pembuatan Pakan
1.      Penepungan
2.      Penimbangan
3.      Pemcampuran
4.      Pencetakan
5.      Pengeringan
6.      Penyimpanan
d.      Persiapan wadah dan pemasukan air
e.       Seleksi benih ikan
f.       Evaluasi kelayakan pakan dengan uji biologis



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.       Pemilihan Bahan Baku Dan Bahan Tambahan
4.1.1.      Bahan Baku
Bahan baku adalah ampas tahu, ikan layang, kacang tanah, dan kulit pisang kepok. Ampas tahu dipilih karena kandungan karbohidratnya dan mudah diperoleh karena merupakan limbah industri tahu. Ikan layang dipilih karena kandungan proteinnya dan mudah didapatkan di pasar – pasar ikan, ikan layang juga sebagai bahan hewani untuk melengkapi komposisi pakan omnivora. Kacang tanahdipilih karena kandungan lemaknya. Kulit pisang kepok dipilih karena mudah didaptkan tanpa mengeluarkan biaya. Pemilihan bahan baku ini sesuai dengan persyaratan pemilihan bahan baku.
Menurut Afrianto dan Liviawati (2005), terdapat lima persyaratan yang sebaiknya dipenuhi dalam pemilihan bahan baku pakan, yaitu nilai gizi, kemudahan dalam pencernaan, tidak mengandung racun, ketersediaan dan kaitannya dengan bahan pangan kebutuhan pokok manusia.
4.1.2.      Bahan tambahan
Bahan tambahan adalah tepung tapioka rose brand dan air. Tepung tapioka berfungsi sebagai perekat. Air berfungsi untuk menyatukan bahan bahan menjadi homogen. 
4.2.       Formulasi Pakan
Formulasi pakan ini dibuat untuk ikan Nila dengan bahan baku ampas tahu, ikan layang, kacang tanah, dan kulit pisang kepok. Pakan ini diharapkan mengandung protein 30% atau terdapat 30 gram protein pada setiap 100 gram pakan. Untuk menyelesaikan formulasi ini, digunakan metode empat persegi pearson’s.
 Langkah pertama yang dilakukan adalah mengelompokan bahan baku menjadi dua kelompok, yaitu kelompok protein utama dan protein penunjang. Bahan baku protein utama adalah ampas tahu dan kacang tanah. Bahan baku protein penunjang adalah ikan layang dan kulit pisang kepok.



Langkah kedua, menghitung rata-rata kandungan protein tiap - tiap kelompok, yaitu sebagai berikut:
Setelah dihitung rata-rata kandungan protein tiap kelompok, gambar sebuah bujur sangkar kemudian masukan hasil penghitungan rata-rata kandungan protein dan kurangi dengan jumlah yang diinginkan dan jumlahkan. Proses selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut :
Nilai yang diperoleh adalah :

Maka, kontribusi setiap bahan baku adalah sebagai berikut:
Untuk pembuktian, dapat dilakukan cara berikut :
Hasil penjumlahannya sama dengan jumlah protein yang diinginkan, jadi hasil formulasi ini telah sesuai.
Dalam formulasi ini, tepung tapioka dan air tidak dimasukan karena keduanya merupakan bahan tambahan dan juga tidak mengandung protein, adapun tepung tapioka yang mengandung kandungan protein sebesar 0,27%. Hal ini tidak berpengaruh dalam formulasi pakan.
4.3.       Pembuatan Pakan
4.3.1.      Penepungan
Dalam proses penepungan terdapat dua kegiatan yang dilakukan, yaitu penggilingan dan pengayakan. Penggilingan bertujuan untuk menghaluskan bahan baku dengan menggunakan mesin blender. Bahan baku yang telah halus kemudian diaya menggunakan ayakan yang terbuat dari bahan nilon dengan diameter output sebesar 90 mesh. Setelah proses pengayakan selesai diperolehlah tepung yang akan digunakan untuk pencampuran.
Bahan baku yang diaya adalah ampas tahu, ikan layang dan kulit pisang kepok. Sementara kacang tanah tidak diaya karena kacang tanah mengandung lemak sehingga sulit untuk diaya. Khusus untuk ikan layang, sebelum digiling dan diaya, ikan layang harus dikukus dan dijemur untuk mengurangi kadar air sehingga mudah untuk dibuat tepung.
4.3.2.      Penimbangan
Setelah bahan baku dibuat tepung, proses selanjutnya adalah penimbangan tiap - tiap tepung menggunakan timbangan elektronik. Berat tiap - tiap tepung harus berdasarkan formulasi. Tepung ampas tahu ditimbang dengan berat 7,315 gram, kacang tanah dengan berat 7,315 gram, tepung ikan layang dengan berat 42,685 gram, dan tepung kulit pisang kepok dengan berat 42,685 gram. Proses penimbangan harus secara bertahap dari bahan yang volumenya besar ke volume yang kecil.
4.3.3.      Pencampuran
Bahan yang telah ditimbang dicambur dalam baskom dan campur menjadi homogen. Setelah dicampur, masukan bahan tambahan tepung tapioka dan air. Campur kembari hingga homogen.
4.3.4.      Pencetakan
Bahan baku yang telah dicampur kemudian dicetak dengan mesin pellet berukuran kecil. Bahan yang telah di pellet, diletakan diatas bagi.
4.3.5.      Pengeringan
Bahan baku yang telah tercetak menjadi pelet kemudian dikeringkan. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam pakan atau pelet sehingga menjadi minimal dan stabil (sekitar 10%). Proses pengeringan dilakukan secara alami dengan bantuan sinar matahari yang memakan waktu 4 s/d 5 hari.
4.3.6.      Penyimpanan
Pellet yang telah dikeringkan kemudian dimasukan di dalam toples yang kemudian disimpan di tempat kering dan tidak lembab.
4.4.       Persiapan Wadah Dan Pemasukan Air
Wadah yang digunakan adalah aquarium. Aquarium dibersihkan dan diisi air setengah dari volume aquarium. Aerasi dialirkan untuk menyuplai DO dalam aquarium.
4.5.       Seleksi Benih Ikan Nila
Benih ikan nila yang menjadi bahan uji ditangkap pada kolam pemeliharaan ikan nila. Benih ditangkap menggunakan jala dan seser. Benih yang telah ditangkap kemudian di aklimatisasi dalam aquarium.
4.6.       Evaluasi Kelayakan Pakan Dengan Uji Biologis
Pakan yang telah dibuat kemudian dievaluasi kelayakan pakan dengan uji biologis. Dalam uji biologis yang dilihat adalah pengaruh pakan terhadap pertumbuhan benih ikan nila. Pakan diberikan 4 kali sehari (pukul 7:00, pukul 11:00, pukul 15:00, dan pukul 19:00) selama seminggu dengan persentase pemberian 6% dari bobot atau berat tubuh awal. Hasil pengukuran berat tubuh awal adalah 61,5 gram. Maka dosis pemberian adalah;
Setiap kali pemberian, pakan ditimbang dengan berat 0,9225 gram menggunakan timbangan elektronik dan kemudian diberikan kepada benih ikan nila.
Setelah seminggu pemberian pakan, bobot benih ikan nila ditimbang dan hasilnya adalah 66,8 gram. Artinya benih ikan nila mengalami pertambahan bobot tubuh sebesar 5,3 gram dari berat tubuh awal. Setelah berat awal tersebut didapatkan, langkah selanjutnya adalah mengitung nilai konversi pakan atau FCR dihitung berdasarkan rumus dari Djajasewaka (1985) dalam Wirabakti (2006) sebagai berikut :
Peanghitungan FCR dapat dilihat sebagai berikut :
Penyelesaian :
Jadi, FCR-nya adalah 4,50.




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
Berdasarkan penyusunan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dalam penyusunan formulasi pakan, terdapat beberapa metode yang dapat dipergunakan, diantaranya adalah metode trial error, metode persegi empat pearson’s, dan gabungan kedua metode tersebut. Metode yang paling umum digunakan dan mudah diaplikasikan adalah , metode persegi empat pearson’s. Dalam penyusunan formulasi pakan pula, kita dapat menentukan kandungan protein dan dosis bahan baku yang akan dibuat.
2.      Dalam membuat pakan dibutuhkan proses seperti Penepungan, Pencampuran, Pengukusan, Pencetakan, Pengeringan, dan Penyimpanan. Dalam proses penepungan terdapat proses penggilingan dan pengayakan. Dalam proses pencampuran terdapat proses penimbangan.
3.      Dalam pemberian pakan harus memenuhi beberapa strategi salah satunya adalah dosis pemberian dan persentase pemberian.
B.       Saran
Adapun saran dari saya yaitu sebagai berikut :
1.      Tempat praktikum tidak baik untuk dilakukan kegiatan evaluasi kelayakan pakan dengan uji biologis karena sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Di tambah lagi tidak ada pengawasan dari Dosen yang memberikan praktikum sehingga mahasiswa dapat melakukan apa maunya. Alangkah baiknya untuk uji biologis diadakan di lab. yang dapat dikontrol oleh dosen penanggung jawab.
2.      Dalam kegiatan uji biologis, mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok sehingga pembagian tugas pemberian pakan lebih dibebankan kepada seorang, padahal ini merupakan tanggung jawab bersama. Saran saya untuk praktikum selanjutnya mahasiswa jangan lagi dibagi menjadi kelompok tetapi ke perorangan saja biar ada tanggung jawab.




DAFTAR PUSTAKA
Abbas S, Djarijah. 1998. Membuat Pellet Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 48 hal.
Afrianto, E dan E. Liviawati. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 37-141.
Agustono, H. Setyono, T. Nurhajati, M. Lamid, dan W. D. Lokapirnasari. 2010. Praktikum Teknologi Pakan Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. 48 hal.
Ahmad, T. Ratnawati, E. dan R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. 85 hal.
Akbar, S. 2000. Meramu Pakan Ikan Kerapu. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 29-44.
Anna, S. 2008. Analisis Fisika pada Analisa Pakan Udang. Direktorat Jenderal Perikanan bekerja sama dengan Internasional Development Research Centre, 1987.
Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 146 hal.
Bambang. 2001. Budidaya Ikan Di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta.
Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta. Hal 115.
Darmono. 1993.Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta.
Djajasewaka, H. 1985. Pakan Ikan (Makanan Ikan). CV Yasaguna. Jakarta.
Djarijah, A. S. Ir. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta. 87 hal.
Faisal, S. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. 434 hal.
Ghufron dan Kardi. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng. Dahara Prize. Semarang
Gunawan, D. 2010. Pedoman Pembangunan Pabrik Pakan Skala Kecil Dan Proses Pengolahan Pakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. 30 hal. ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 491 hal.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 276 hal.
Irma, H. 2008. Teknik Pembuatan Pakan Ikan Apung Di CV. Mentari Nusantara Feedmill. Praktek Kerja Lapang. Tulungagung. Jawa Timur. 67 hal.
Khairuman, K.A. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta. 83 hal.
Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 146-148 : 157-165.
Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 13 : 56 : 77.
Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya Dan Pembenihan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta. Hal 87-98.
Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo Han Pub. Korea Republic.
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 622 hal.
Pfeil. F., Schultze H.P. 1996. Devonian Fishes and Plants of Miguasha, Quebec, Canada. Verlag. München. 374 hal.
Rasidi. 2002. Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Cetakan 5. Penebar Swadaya. Jakarta. 106 hal.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci identifikasi ikan. Jilid I dan II. Bina cipta. Bandung.
Sahwan, F. 2002. Pakan Ikan dan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta. 87 hal.
Sim, YS. 2005. Pedoman Praktis Pemberian dan Pengelolaan Pakan untuk Ikan Kerapu yang di Budidaya. Australian Centre for International Agricultural Research. Canberra. 18 hal.
Sugama, K., Slamet, B., Ismi, S., Setiadi, E. and Kawahara, S. 2001. Manual for the seed production for humpback grouper, Cromileptes altivelis. Gondol Research Institute for Mariculture and Japan International Cooperation Agency, Bali, Indonesia. 37 hal.


Komentar

  1. INGIN DAPAT REJEKI BESAR !!
    GABUNG DISINI YUK !!
    LINK HOKI : MARIOQQ88. Org
    WA+62 821-4331-1663

    Link Alternatif :
    - www.marioqq88. org
    - www.marioqq88. club

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PENGARAHAN

SISTEM PENCERNAAN PADA IKAN

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air : OSMOREGULASI PADA IKAN NILA DENGAN PENGARUH PEMBERIAN SALINITAS YANG BERBEDA