Laporan Praktikum : Pakan Buatan
LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN PERMBERIAN
PAKAN
Oleh
TAUFIQ ABDULLAH
0517
1511 027
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
KHAIRUN
TERNATE
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Saya panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Manajemen
Pemberian Pakan.
Laporan ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan laporan ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan laporan ini. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL....................................................................................... iv
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................... 2
1.3 Manfaat.................................................................................................. 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3
2.1
Pakan Buatan......................................................................................... 3
2.2
Bahan Baku............................................................................................ 3
2.3
Bahan Tambahan.................................................................................... 7
2.4
Kandungan Nutrisi Pakan...................................................................... 8
2.5
Menyusun Rumsum Pakan..................................................................... 11
2.6
Pembuatan Pakan................................................................................... 14
2.7
Proses Pembuatan Pakan........................................................................ 14
2.8
Evaluasi Kelayakan Pakan..................................................................... 17
2.9
Konversi Pakan / FCR........................................................................... 18
2.10
Pertumbuhan................................................................................... 18
2.11
Ikan
Nila......................................................................................... 18
BAB III : METODE PRAKTIKUM.......................................................... 21
3.1 Waktu dan Tempat................................................................................ 21
3.2 Alat dan Bahan...................................................................................... 21
3.3 Prosedur kerja........................................................................................ 22
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 23
4.1 Pemilihan Bahan
Baku Dan Bahan Tambahan...................................... 23
4.2
Formulasi Pakan..................................................................................... 23
4.3
Pembuatan Pakan................................................................................... 25
4.4
Persiapan Wadah Dan Pemasukan Air................................................... 27
4.5
Seleksi Benih Ikan Nila.......................................................................... 27
4.6 Evaluasi
Kelayakan Pakan Dengan Uji Biologis................................... 27
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 29
5.1 Kesimpulan............................................................................................ 29
5.2 Saran...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No .Teks hal
2.1. Komposisi
Zat Gizi Ikan Layang per 100 g BDD 5
2.2. Komposisi kimia kulit pisang kepok berdasarkan
tingkat kematangan 6
2.3. Komposisi nilai gizi kacang tanah (per 100 gram bahan kering) 7
2.4.
Kebutuhan nutrisi ikan Nila 20
3.1. Alat yang digunakan dalam praktikum 21
3.2. Bahan yang digunakan dalam praktikum 22
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Usaha budi daya
perairan di Indonesia sudah berkembang sangat pesat, baik budi daya air tawar,
air payau maupun laut. Produksi perikanan budi daya tahun 2014 diperkirakan
sebesar 14,5 juta ton atau 107,97% dari target yang telah ditetapkan sebesar
13,4 juta ton, sedangkan target produksi perikanan budi daya tahun 2015
mencapai 16,9 juta ton. Kebutuhan pakan ikan dan udang secara nasional pada
tahun 2015 ditargetkan 9,27 juta ton dimana 49% nya merupakan kebutuhan pakan
ikan air tawar seperti ikan mas, nila, gurame, patin dan lele (Anonim, 2015).
Pakan adalah nama umum
yang digunakan untuk menyebut makanan yang dimanfaatkan atau dimakan hewan,
termasuk ikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan tubuhnya. Pakan yang
dimakan berasal dari pakan alam (pakan alami) dan dari buatan manusia
(Khairuman dan Amri, 2002). Pakan ikan merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan suatu budidaya perikanan, disamping faktor-faktor lain
seperti : benih, pengelolaan, dan pencegahan penyakit (Bambang, 2001). Rasidi
(2002) mengemukakan pakan sebagai salah satu komponen produksi, pembelian pakan
menyita 60-70% dari total biaya produksi.
Pakan yang diberikan
kepada ikan budidaya dapat berupa pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah
pakan yang diberikan kepada ikan budidaya yang diperoleh langsung dari alam
atau diproduksi melalui kultur (pemeliharaan). Pakan alami dapat langsung
diberikan kepada ikan budidaya tanpa harus diolah. Pakan buatan pelet diberikan
kepada ikan budidaya harus dipilih sesuai dengan kebutuhan gizi unutk ikan.
Pelet juga tidak berasal dari bahan baku yang beracun atau kadaluarsa (Kordi,
2004).
Untuk memenuhi
kebutuhan pakan ikan, cara yang paling praktis adalah dengan menggunakan pakan
buatan. Alasan digunakannya pakan buatan adalah lebih mudah diperoleh dalam
jumlah cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, pakan lebih tahan lama, minimum
selama satu musim pemeliharaan sehingga pencariannya tidak perlu setiap hari,
kandungan gizi pakan dapat diatur oleh pabrik yang bersangkutan dan disesuaikan
dengan kebutuhan ikan yang akan diberi makan, bentuk dan ukuran pakan buatan
dapat diatur sesuai dengan ukuran ikan, daya tahan pakan dalam air dapat diatur
dan disesuaikan sesuai dengan kebiasaan makan ikan, selain itu bau, rasa, dan
warna dapat diatur sehingga lebih menarik ikan-ikan yang akan diberi makan
(Mudjiman, 2004). Pakan buatan dapat
diproleh di toko-toko pakan atau dibuat sendiri (Kordi, 2004).
Pakan yang dibuat
sendiri lebih menghemat biaya produksi ketimbang pakan yang dibeli di toko –
toko pakan. Menurut Rasidi (1998), salah satu alternatif yang dapat dilakukan
untuk menekan biaya produksi tersebut adalah dengan membuat pakan buatan
sendiri. Pembuatan pakan buatan ini menggunakan teknik sederhana dengan
memanfaatkan sumber-sumber bahan baku lokal, termasuk pemanfaatan limbah hasil
industri pertanian yang relatif murah.
Rasidi (2002)
mengemukakan pakan ikan diberikan dengan tujuan agar meningkatkan dan
mempertahankan pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan. Pertumbuhan adalah
pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur.
Berkaitan
dengan hal di atas, perlu diadakannya praktikum Manajemen Pemberian Pakan
khususnya proses pembuatan pakan dan evaluasi kelayakan biologis untuk
pertumbuhan ikan Nila hitam (Oreochromis
niloticus). Hal ini karena ikan Nila mempunyai keunggulan dengan
pertumbuhannya yang cepat (Wardoyo, 2007).
B.
Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu
sebagai berikut.
1. Mengetahui formulasi pakan.2. Mengetahui fibrikasi pakan atau proses pembuatan pakan.3. Mengetahui strategi pemberiaannya.
C.
Manfaat
Setelah
melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat mengetahui cara memproduksi pakan
dengan formulasi dan fibrikasi pakan. Serta mengetahui strategi atau cara
pemberiannya kepada ikan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Pakan
Buatan
Pakan merupakan sumber
energi dan materi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan (Khairuman, 2003). Pakan
yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Pakan
harus dapat dimakan oleh ikan, maksudnya kondisi pakan harus baik dan ukuran
pakan harus sesuai dengan ukuran mulut ikan.
2. Pakan
harus mudah dicerna.
3. Pakan
harus dapat diserap oleh tubuh ikan.
Apabila ketiga
persyaratan diatas dapat dipenuhi, pemberian pakan akan memberikan manfaat yang
optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Khairuman, 2002).
Pakan
buatan adalah campuran dari berbagai bahan pakan (biasa disebut bahan mentah),
baik nabati maupun hewani yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah dimakan
dan sekaligus merupakan sumber nutrisi bagi ikan (Djarijah,1995). Menurut
Dharmawan (2010), Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi
tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan
nilai ekonomis. Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan
yang disukai ikan, tidak mudah hancur dalam air, aman bagi ikan.
2.2. Bahan
Baku
2.2.1. Ampas tahu
Ampas
tahu merupakan hasil sisa perasan bubur kedelai. Pemanfaatan ampas tahu menjadi
pakan merupakan pengolahan yang paling mudah karena hanya dengan cara
mengeringkannya.. Dalam kondisi kering, ampas tahu dapat disimpan lama
(Sarwono, 2003). Ampas tahu merupakan sumber protein (Khairuman, 2002).
Kandungan gizi tepung ampas tahu adalah protein 23,55%, lemak 5,54%,
karbohidrat 26,92%, serat kasar 16,53%, abu 17,03% dan air 10,43% (Mujiman,
1991).
2.2.2. Ikan Layang
Ikan
layang (Decapterus sp.) termasuk ikan pelagis, dan berdasarkan
ukurannya dikelompokkan sebagai ikan pelagis kecil. Ikan ini yang tergolong
suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 cm
meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 cm. Ciri khas yang sering dijumpai pada
ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil ( finlet) di belakang sirip
punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral
scute) pada bagian garis sisi (lateral line) (Nontji, 2002). Menurut
Saanin (1984), klasifikasikan ikan Layang adalah sebagai berikut:
Phyllum : ChordataKelas : PiscesSub kelas : TeleosteiOrdo : PercomorphiDivisi : PerciformesSub divisi : CarangiFamilia : CarangidaeGenus : DecapterusSpesies : Decaptersus sp.
Komposisi
kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan
serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Umumnya
komposisi kimia daging ikan terdiri dari air 66-84%, protein 15- 24%, lemak
0,1-22%, karbohidrat 1-3% dan bahan anorganik 0,8-2% (Abdillah, 2006). Menurut Irianto dan Soesilo (2007), ikan
layang memiliki kandungan gizi yang tinggi, protein sebesar 22,0 % dan kadar
lemak rendah 1,7%.
Dalam daftar komposisi
bahan makanan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009: 36), ikan layang memiliki
komposisi zat gizi makanan per 100 g BDD yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Ikan
Layang per 100 g BDD
Zat
Gizi
|
Jumlah
|
Kalori/Energi (kkal)
|
109
|
Protein (g)
|
22
|
Lemak (g)
|
1,7
|
Karbohidrat
(g)
|
0
|
Kalsium
(mg)
|
50
|
Fosfor
(mg)
|
150
|
Besi
(mg)
|
2
|
Vitamin
A (S.I)
|
-
|
Vitamin
B1 (mg)
|
-
|
Vitamin
C (mg)
|
0
|
Air
(g)
|
74
|
Sumber
: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2005).
2.2.3. Kulit Pisang Kepok
Kulit pisang merupakan hasil buangan (limbah buah pisang) yang cukup
banyak jumlahnya, yaitu 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas (Munadjim, 1983
dalam Herviana, 2011). Kulit pisang
kepok biasanya oleh mansyarakat hanya dibuang dan tidak dimanfaatkan (Satria
dan Ahda, 2008). Menurut Tjitrosoepomo (1991),
klasifikasi pisang kepok adalah sebagai berikut :
Regnum :
Plantae
Divisio :
Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Classis :
Monocotyledoneae
Ordo :
Musales
Familia
: Musaceae
Genus :
Musa
Spesies
: Musa
paradisiaca L.
Menurut Sumarsih (2009), kulit pisang merupakan
limbah pertanian yang mengandung komponen lignoselulosa (heloselulosa dan
lignin) dan kandungan kabohidrat yang cukup tinggi. Kulit pisang juga memiliki
beberapa mineral penting antara lain Ca 7 mg/ 100 g, Na 34 mg/ 100 g, P 40 mg/
100 g, K 44 mg/ 100 g, Fe 0,93 mg/ 100
g, Mg 26 mg/ 100 g, S 12 mg/ 100 g (Essien, 2002). Komposisi kimia kulit pisang
kepok berdasarkan tingkat kematangan dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2.
Komposisi kimia kulit pisang kepok berdasarkan tingkat kematangan.
Komposisi
Kimia
|
Tingkat
Kematangan Kulit Pisang Kepok
|
||
Hijau
|
Hampir
Matang
|
Matang
|
|
Energi
Total (Kcal/kg)
|
4383
|
4692
|
4592
|
Bahang
Kering (%)
|
91,62
|
92,38
|
95,66
|
Protein
Kasar (%)
|
5,19
|
6,61
|
4,77
|
Lemak
Kasar (%)
|
10,66
|
14,70
|
14,56
|
Serat
Kasar (%)
|
11,58
|
11,10
|
11,95
|
Abu
(%)
|
16,30
|
14,27
|
14,58
|
Kalsium
(%)
|
0,37
|
0,38
|
0,36
|
Fosfor
(%)
|
0,28
|
0,29
|
0,23
|
Tannin
(%)
|
6,84
|
4,97
|
4,69
|
Sumber : Tetrakoon et al., (1999).
2.2.4. Kacang Tanah
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
merupakan tanaman polong – polongan. Tanaman ini berasal dari Amerika selatan,
namun saat ini telah menyebar keseluruh dunia yang beriklim tropis maupun
subtropis termasuk Indonesia (Adisarwanto, 2008). Dalam
taksonomi, kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : PlantaeDevisi : SpermatophytaSubdevisi : AngiospermaeKelas : DicotyledoneaeOrdo : FabalesFamili : FabaceaeGenus : ArachisSpesies : Arachis hypogaea L
Ditinjau
dari aspek gizi, kacang-kacangan merupakan sumber protein, lemak, dan
karbohidrat (Winda Haliza, 2010). Komposisi nilai gizi kacang (per 100 gram
bahan kering) tanah dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Komposisi
nilai gizi kacang tanah (per 100 gram bahan kering).
Komposisi
|
Jumlah
|
Kadar
air (g)
|
4,0
|
Protein
(g)
|
25,3
|
Lemak
(g)
|
42,8
|
Karbohidrat
(g)
|
21,1
|
Fosfor
(mg)
|
335,0
|
Kalori
(kal)
|
425,0
|
BDD
(%)
|
100,0
|
Sumber:
Departemen Kesehatan RI (1996)
2.3. Bahan
Tambahan
2.3.1. Tepung Tapioka Rose Brand
Tepung
tapioka atau tepung kanji berfungsi sebagai perekat agar bahan baku yang ada
dalam pakan dapat bersatu menjadi campuran yang homogen dan sebagai pengikat
antar komponen. Dengan demikian pakan tidak mudah hancur terurai kembali ketika
dimasukkan kedalam air. Bahan jadi perekat tersebut juga dapat berfungsi
sebagai sumber berbagai zat makanan. Tepung tapioka tersebut apabila kita
larutkan dalam air panas akan menghasilkan larutan kental yang lekat seperti
lem encer. Jumlah penggunaan bahan perekat ini dapat mencapai 10% dari seluruh
bobot ramuan (Mujiman, 1991). Dari hasil analisa bahan baku (AOAC,1998),
diperoleh komposisi tepung tapioka adalah kadar air : 11,1 %; kadar abu : 0,58
%; kadar lemak : 0,10%; kadar protein : 0,27 %; kadar karbohidrat : 87,95 %
(wb), 98,93 % (db).
2.3.2. Air
Air merupakan senyawa yang terdiri dari dua unsur
hidrogen dan satu unsur oksigen yang dilambangkan dengan H2O. Air
juga merupakan pelarut universal. Dalam proses pembuatan pakan air diperlukan
untuk menyatukan bahan – bahan menjadi homogen. Syarat utama air yang harus
digunakan adalah air yang bersih.
2.4. Kandungan
Nutrisi Pakan
Yang dimaksud dengan nutrisi untuk ikan adalah
kandungan gizi yang dikandung pakan, yang diberikan kepada ikan peliharaan.
Apabila pakan yang diberikan ikan peliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang
cukup tinggi, maka hal ini tidak saja akan menjamin hidup dan aktivitas ikan,
tetapi juga akan mempercepat pertumbuhannya. Beberapa komponen nutrisi yang
penting dan tersedia dalam pakan ikan antara lain protein, karbohidrat, lemak,
dan serat kasar (Kordi, 2004). Selain itu itu juga terdapat vitamin dan
mineral, antibiotik dan antioksidan, serta bahan perekat, tetapi kandungan
nutrisi yang utama adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
2.4.1. Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks, tersusun atas banyak asam
amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak
atau karbohidrat. Molekul protein mengandung fospor dan sulfur. Kualitas
protein suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan asam amino, khususnya asam
amino esensial (Sumeru, 1992).
Protein merupakan unsur yang paling penting dalam penyusunan formulasi
pakan karena usaha budidaya diharapkan pertumbuhan ikan yang cepat. Menurut
Sahwan (2002), protein mempunyai tiga fungsi bagi tubuh yaitu:
a.
Sebagai zat
pembangun yang membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan, mengganti
jaringan yang rusak, maupun yang bereproduksi.
b.
Sebagai zat
pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan hormon penjaga serta
pengatur berbagai proses metabolisme didalam tubuh ikan.
c.
Sebagai zat
pembakar karena unsur karbon yang terkandung didalamnya dapat difungsikan
sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh
karbohidrat dan lemak.
Kebutuhan protein masing-masing jenis ikan berbeda-beda. Jumlah protein
yang dibutuhkan ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ukuran ikan,
suhu air, jumlah pakan yang dimakan ikan, ketersediaan dan kualitas pakan alami,
dan kualitas protein (Kordi, 2004). Pada umumnya ikan membutuhkan makanan yang
kadar proteinnya berkisar antara 20-60 persen. Sedang kadar optimum berkisar
antara 30-36 persen. Apabila protein dalam pakan kurang dari 6 persen, maka
ikan tidak dapat tumbuh (Mujiman, 1991).
Pakan buatan terdiri dari beberapa macam campuran bahan pakan yang
berasal dari protein hewani maupun nabati. Sumber protein hewani antara lain
tepung ikan, telur ayam, tepung tulang dan tepung darah. Sumber protein nabati
bisa diperoleh dari limbah industri pertanian seperti bungkil kacang tanah,
ampas tahu, kedelai dan sorghum (Tiana, 2004).
2.4.2. Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik melalui ekstraksi eter. Lemak juga sering diistilahkan
dengan fat, lipid, minyak atau lemak kasar. Beberapa jenis vitamin juga
terlarut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K (Lukito, 2007).
Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein
dan karbohidrat, satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal per gram, sedangkan
karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal per gram. Lemak juga menjadi
sumber asam lemak, pospolipid, kolestrol dan sebagai pelarut pada proses
penyerapan vitamin A, D, E, dan K. Selain itu, lemak berfungsi membantu proses
metabolisme, osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan daya apung ikan dalam air
serta untuk memelihara bentuk dan fungsi jaringan (Kordi, 2004).
Kandungan lemak pakan ikan rata-rata berkisar antara
4-18%. Kandungan lemak pakan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain,
misalnya ukuran ikan, kondisi lingkungan (suhu), dan adanya sumber tenaga lain
(Mujiman, 2004). Kisaran kadar lemak yang tidak terlalu rendah ataupun tidak
terlalu tinggi, disamping dapat memperbaiki daya awet pakan juga dapat
memperbaiki (mempertinggi) kualitas pakan (Puspowardoyo, 2000).
2.4.3. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari serat kasar dan
bahan bebas tanpa nitrogen (nitrogen free extract) atau dalam bahasa Indonesia
disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Jadi, unsur-unsur karbohidrat
terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dalam perbandingan yang
berbeda-beda. Karbohidrat dalam bentuk yang sederhana pada umumnya lebih mudah
larut dalam air daripada lemak atau protein (Kordi, 2014).
Karbohidrat merupakan salah satu komponen sumber energi. Selain itu
berperan dalam menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi. Apabila
pakan yang diberikan kekurangan karbohidrat, ikan akan kurang efesien dalam
penggunaan pakan berprotein untuk menghasilkan energi dan kebutuhan metabolik
lainnya (Afrianto, 2005).
Kebutuhan karbohidrat pada pakan ikan bergantung dari jenis ikannya.
Menurut Wilson, hanya ikan herbivor dan omnivor yang dapat memanfaatkan
karbohidrat tanaman. Watanabe , mengatakan bahwa kadar karbohidrat optimum
untuk ikan omnivor adalah 20-40%, sedangkan untuk ikan karnivor antara 10-20%
(Kordi, 2014).
Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada
kemampuannya untuk menghasilkan enzim amilase. Dan kemampuan ini tergantung
pula pada jenis ikannya. Apabila makan karbohidrat lebih dari 12 persen, maka
pada hatinya akan terjadi timbunan glikogen yang berlebihan, dan dapat
menyebabkan angka kematian yang tinggi. Tapi ikan pemakan segala, dapat hidup
baik dengan makanan yang kadar karbohidratnya sampai 50% atau bahkan lebih
(Mujiman, 1991).
Bahan-bahan pakan yang banyak mengandung karbohidrat
adalah jagung, beras, tepung terigu, dedak halus, tepung tapioka, tepung sagu
dan beberapa bahan lainnya. Sebagian bahan diatas, selain sebagai sumber
karbohidrat, juga berfungsi sebagai bahan perekat (binder) dalam pembuatan
pakan ikan (Kordi, 2004).
2.4.4. Serat kasar
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan zat lain yang belum
dapat diidentifikasikan dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini adalah
senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun
binatang. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya
zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dalam kondisi
tertentu (Sudarmadji, 1996).
Menurut Mujiman (1991) dalam jumlah tertentu serat
kasar diperlukan juga antara lain untuk membentuk gumpalan kotoran, sehingga
mudah dikeluarkan dari dalam usus. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam
pakan ikan akan mempengaruhi daya cerna dan penyerapan didalam alat pencernaan
ikan. Selain itu, kandungan serat kasar yang tinggi akan menyebabkan
meningkatkannya sisa metabolisme dan akan mempercepat penurunan kualitas air.
Kandungan serat kasar yang tinggi (lebih dari 8%) akan mengurangi kualitas
pakan ikan, sedangkan kandungan serat kasar yang rendah (dibawah 8%) akan
menambah baik struktur pakan ikan dalam bentuk pelet (Kordi, 2014).
2.4.5.
Vitamin dan Mineral
Suwirya
dkk. (1999) menyarankan untuk memberikan tambahan berupa dua persen vitamin mix
dan tiga persen mineral mix dari jumlah pakan ke dalam pakan ikan untuk
meningkatkan kualitas pakan.
2.5. Menyusun
Ransum Pakan
Beberapa hal yang perlu untuk diketahui dalam
menyusun ransum, antara lain adalah ransum tersebut nantinya digunakan untuk
hewan apa, nutrisi yang dibutuhkan, bahan pakan yang digunakan serta kandungan
nutrien bahan pakan tersebut (Agustono dkk., 2010).
Gizi utama
yang terkandung dalam ramuan pakan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Dalam
menyusun ramuan pakan juga diperhatikan nilai ubahnya (konversi), apabila
makanan tersebut hanya dimaksudkan sebagai bahan makanan tambahan maka
kandungan gizinya dapat lebih rendah dibandingkan jika akan digunakan sebagai
makanan pokok (Mudjiman, 2004). Kandungan gizi dari ransum yang akan digunakan
dalam pembuatan pakan meliputi bahan anorganik (abu), protein, lemak, serat
kasar (SK), dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) dengan kandungan yang
berbeda-beda (Agustono dkk., 2010).
Komposisi bahan baku yang akan digunakan
dapat diperhitungkan berdasarkan kadar proteinnya pada saat menyusun ramuan
pakan. Kadar gizi dari masing-masing bahan baku yang akan digunakan dalam
pembuatan pakan perlu diketahui. Ramuan pakan ikan yang akan diberikan harus
disesuaikan dengan fase atau umur pemeliharaan ikan. Kandungan energi
yang terkandung dalam pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan ikan pada umumnya
(Mudjiman, 2004).
Formulasi pakan ikan biasanya disesuaikan dengan jenis
ikan yang akan dipelihara atau diteliti, apakah termasuk karnivora, omnivora,
atau herbivora. Karnivora harus menggunakan bahan pakan yang lebih banyak
berasal dari hewan, sedangkan omnivora harus terdapat keseimbangan antara bahan
nabati dan bahan hewani, kemudian untuk herbivora lebih banyak menggunakan
bahan nabati dalam formulasinya (Djajasewaka, 1985).
2.5.1.
Pemilihan
Bahan Baku
Menurut
Rasidi (2002), bahan baku yang digunakan sangat menentukan kualitas pakan
buatan yang dihasilkan. Bahan baku pakan dapat dibagi berdasarkan kandungan
nutrisi dominannya, yaitu sebagai sumber protein, energi, mineral, dan vitamin.
Bahan baku dapat dikatakan sebagai sumber protein jika mengandung protein kasar
lebih dari 19%, namun bahan baku yang mengandung protein kasar kurang dari 16%
dan serat kasarnya lebih kecil dari 18% digolongkan sebagai bahan baku sumber
energi.
Afrianto
dan Liviawati (2005) mengemukakan bahwa terdapat lima persyaratan yang
sebaiknya dipenuhi dalam pemilihan bahan baku pakan, yaitu nilai gizi,
kemudahan dalam pencernaan, tidak mengandung racun, ketersediaan dan kaitannya
dengan bahan pangan kebutuhan pokok manusia.
Nilai
gizi bahan baku pakan dapat diketahui melalui analisis di laboratorium. Namun,
agar lebih praktis dapat menggunakan data komposisi bahan pakan. Meskipun angka
dalam daftar tersebut tidak selalu tepat dengan bahan yang akan digunakan,
namun cukup memadai untuk digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan komposisi
bahan baku pakan ikan. Bahan baku buatan diharapkan mudah dicerna oleh ikan
agar nilai efisiensi pakannya cukup tinggi, sehingga dapat meningkatkan
keuntungan pembudidaya (Afrianto dan Liviawati, 2005).
Racun
adalah zat yang dapat menyebabkan sakit atau kematian apabila masuk ke dalam
tubuh. Kemungkinan adanya racun dalam bahan baku pakan harus dideteksi sedini
mungkin agar tidak membahayakan ikan peliharaan. Akibat yang ditimbulkan oleh
racun sangat bervariasi, tergantung pada jenis dan konsentrasi racun. Racun
dapat menyebabkan kematian ikan, mengganggu pertumbuhan, terakumulasi dalam
tubuh, atau merusak kandungan gizi pakan buatan. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan pakan tidak boleh mengandung racun yang dapat membahayakan kehidupan
ikan (Afrianto dan Liviawati, 2005).
Pengeluaran
terbesar dalam budidaya ikan secara intensif adalah biaya pengadaan pakan.
Biaya pengadaan pakan akan meningkat apabila bahan baku susah diperoleh. Bahan
baku pakan yang mudah diperoleh dengan harga murah antara lain limbah pasar,
limbah rumah makan, limbah industri makanan (seperti pabrik pengalengan ikan,
pabrik kecap, industri tahu, dan penggilingan peda), dan limbah pertanian (Afrianto
dan Liviawati, 2005).
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan
sebaiknya bukan merupakan kebutuhan pokok manusia sehingga tidak terjadi
persaingan. Bahan baku yang masih dapat dimanfaatkan oleh manusia harganya
relatif mahal sehingga kurang efisien apabila digunakan sebagai bahan baku
pakan ikan (Afrianto dan Liviawati, 2005).
2.5.2.
Metode
Penyusunan
Dalam
penyusunan ransum makanan terdapat beberapa metode yang dapat dipergunakan,
diantaranya adalah metode trial error, metode persegi empat pearson’s dan
gabungan kedua metode tersebut.
Metode
trial error digunakan melalui pendekatan matematika untuk memperoleh kombinasi
bahan ransum yang tepat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan ikan (Khairuman,
2002). Metode ini merupakan cara coba-coba hingga kadar pakan yang diinginkan
mencapai tujuan. Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan oleh pembuat
pakan skala kecil dimana metode ini relatif sangat mudah dalam membuat
formulasi pakan ikan. Dalam metode uji coba ini, pembuat formula harus sudah mengerti
dan memahami kebutuhan bahan baku yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan
ikan dan kebiasaan makan setiap jenis ikan serta kandungan optimal setiap bahan
baku yang akan digunakan (Gusrina, 2008). Jika bahan baku yang dipilih untuk
penyusunan pakan sudah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah mengalikan
antara jumlah bahan baku dengan kandungan protein bahan baku. Langkah ini
dilakukan sampai diperoleh kandungan protein yang diinginkan.
Menurut Khairuman (2002) metode
persegi empat Pearson’s dipakai jika dalam penyusunan formulasi ransum yang
menggunakan dua jenis bahan baku pakan atau menggunakan kombinasi beberapa
bahan baku. Gusrina (2008) menyatakan penyusunan formulasi pakan dengan metode
ini didasari pada pembagian kadar protein bahan-bahan pakan ikan. Metode ini
mengelompokkan bahan pakan menjadi dua yaitu bahan baku yang termasuk ke dalam
kelompok sumber protein utama dan kelompok yang bukan sumber protein utama
(protein penunjang).
Metode Gabungan merupakan gabungan antara metode trial
error dan metode persegi empat pearson’s. Pada tahap awal dari metode ini
dilakukan dengan cara mencoba - coba setelah itu pada tahap akhir dilakukan
dengan cara persegi empat pearson’s hingga didapatkan hasil yang diinginkan.
Tujuan dilakukannya metode ini adalah untuk mengefisiensi harga pakan.
2.6.
Pembuatan Pakan
Pembuatan
pakan memerlukan beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan, yaitu
peralatan dan proses pengolahan bahan, serta teknik pembuatan pakan. Proses
pembuatan pakan merupakan kelanjutan dari proses pemilihan dan pengolahan bahan
baku.
Bentuk
pakan ikan yang beragam menyebabkan perbedaan dalam cara pembuatan. Menurut
Kemal dalam Mujiman (1999), pakan buatan terdapat dalam beberapa bentuk,
antara lain bentuk larutan emulsi, bentuk larutan suspensi, bentuk roti kukus,
bentuk lembaran, bentuk remah dan tepung serta bentuk pellet.
Bentuk
pakan yang paling umum dijumpai adalah pellet. Menurut Mujiman (1991), Pelet adalah bentuk pakan
buatan yang terdiri dari beberapa macam bahan yang diramu dan dijadikan adonan,
kemudian dicetak sehingga bentuknya merupakan batangan kecil-kecil. Panjangnya
biasanya berkisar antara 1-2 cm. Jadi pellet tidak berupa tepung, tidak berupa
butiran dan juga tidak berupa larutan.
Pakan dalam bentuk pellet, dapat dibuat dari bahan
yang berupa tepung kering maupun berupa gumpalan atau pasta, misalnya pasta
daging anak ayam dan ampas hati ikan. Bahan yang berupa tepung kering dibagi
dalam dua golongan, yaitu golongan yang berjumlah banyak (dedak, tepung ikan, dan
tepung kedelai) dan golongan yang berjumlah sedikit yaitu vitamin dan mineral
(Kemal dalam Mujiman, 1999).
2.7.
Proses Pembuatan Pakan
Dalam
proses pembuatan pakan ikan diperlukan beberapa peralatan baik untuk skala
pabrikasi, sedang, dan skala rumah tangga. Hal ini dapat membantu proses
pembuatan pakan ikan akan lebih praktis dan menghemat biaya. Menurut Gusrina
(2008) urutan pembuatan dan peralatannya dikelompokkan menjadi Penepungan;
Pencampuran; Pengukusan; Pencetakan; Pengeringan; Penyimpanan.
2.7.1.
Penepungan
(Grinding)
Penepungan/penggilingan
adalah untuk memperkecil dan menghaluskan bahan baku yang semula masih
berbentuk gumpalan atau bongkahan sehingga permukaannya menjadi lebih luas.
Dengan demikian, nilai kandungan nutrisi persatuan berat pakan yang dimakan
oleh ikan menjadi lebih tinggi.
Penggilingan/penepungan juga akan mempermudah proses berikutnya, yaitu
pencampuran dan pencetakan/pemeletan.
Penepungan
menggunakan alat penepung digunakan untuk membuat semua bahan baku yang
digunakan agar berubah menjadi bentuk tepung. Bahan baku yang akan dibuat
menjadi pakan buatan semuanya harus dalam bentuk tepung agar bentuk campuran
bahan baku menjadi homogen dan dapat menggumpal dengan baik. Penghalusan bahan
baku sampai menjadi tepung dapat menggunakan alat bantu penepungan (Ahmad dkk.
1998).
Bahan baku yang telah digiling kemudian diayak untuk
mendapatkan partikel yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Semakin kecil stadia
ikan maka partikel pakan harus semakin halus. Proses ini disebut pengayakan.
Beberapa jenis bahan pengayak yang dapat digunakan antara lain: ayakan kawat,
ayakan nilon, ayakan kopi, dan lain-lain.
2.7.2.
Pencampuran
Bahan
baku yang telah berbentuk tepung ditimbang sesuai dengan jumlah bahan baku yang
akan digunakan. Apabila bahan baku yang akan digunakan cukup banyak sebaiknya
digunakan timbangan duduk atau timbangan beras. Namun bila sedikit sebaiknya
menggunakan timbangan kue atau timbangan lainnya yang mempunyai tingkat
ketelitian lebih tinggi.
Setelah
ditimbang, bahan dicampur secara merata dan homogen agar seluruh bagian pakan
yang dihasilkan mempunyai komposisi zat gizi yang merata dan sesuai dengan
formulasi. Pencampuran bahan-bahan dilakukan secara bertahap mulai dari bahan
yang volumenya paling besar hingga bahan yang volumenya paling kecil.
Pencampuran bahan baku dalam jumlah kecil dapat
dilakukan pada wadah dan pengadukannya dapat dilakukan dengan tangan atau alat
seperti centong nasi. Pencampuran bahan baku dalam jumlah besar biasanya
menggunakan alat bantu, misalnya serok sebagai pengganti mesin pencampur
(mixer). Untuk memperoleh hasil yang sempurna dan homogen dan apabila biaya
tersedia maka dianjurkan menggunakan mesin pencampur (mixer)..
2.7.3.
Pengukusan
Pengukusan dengan alat pemanas biasanya dilakukan jika
dalam pembuatan pakan ikan menggunakan beberapa bahan baku yang mengandung zat
anti nutrisi. Perlakuan pemanasan dapat membuat zat anti nutrisi menjadi tidak
aktif dan dapat meningkatkan pemakaian nutrien tersebut (Gusrina, 2008).
2.7.4.
Pencetakan
Setelah
tercampur merata, campuran bahan baku tersebut kemudian diseduh dengan air
panas dan diaduk lagi sehingga menjadi adonan berbentuk pasta. Pasta ini
kemudian digiling dengan alat pencetak. Alat pencetak yang paling sederhana
menggunakan alat penggiling daging dan yang lebih canggih menggunakan mesin
pencetak pelet (CPM pellet mill).
2.7.5.
Pengeringan
Bahan baku yang telah tercetak menjadi pelet kemudian
dikeringkan. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air yang
terkandung di dalam pakan atau pelet sehingga menjadi minimal dan stabil
(sekitar 10%). Dengan demikian, pakan yang telah dibuat tidak mudah ditumbuhi
jamur atau mikroba. Pengeringan dapat dilakukan secara alami
dengan bantuan sinar matahari dan secara mekanik dengan bantuan alat (oven)
pengering.
2.7.6.
Penyimpanan
Penyimpanan pakan dapat dilakukan dalam dua jenis,
yaitu pakan basah dan pakan kering. Pakan basah dapat berupa larutan dan roti
kukus dimana memerlukan ruangan dingin seperti lemari es baik freezer maupun
refrigerator sehingga dapat bertahan hingga 2-3 hari. Pakan kering dapat
disimpan dalam beberapa ukuran, untuk jumlah yang sedikit dapat menggunakan
stoples, sedangkan jika jumlahnya agak banyak menggunakan drum plastik yang
bertutup atau disimpan di dalam karung plastik (bagor). Pakan kering lebih baik
disimpan dalam tempat yang kering dan tidak lembab (Mudjiman, 2004).
2.8.
Evaluasi
Kelayakan Pakan
2.8.1.
Evaluasi
Fisik
Evaluasi fisik merupakan cara evaluasi awal pakan,
dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat
dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu
(mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan
pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara
kualitatitif. Sebenarnya analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi
antara bahan sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara
kimia atau secara biologis atau kombinasinya (Suparjo, 2008).
2.8.2.
Evaluasi
Kimia
Evauasi kimia digunakan untuk mengetahui komposisi
susunan kimia dan kegunaannya, suatu bahan pakan dilakukan analisis kimia yang
disebut analisis proksimat. Cara ini dikembangkan dan Weende Experiment Station
di Jerman oleh Henneberg dan Stokman pada tahun 1865, dengan menggolongkan
komponen yang ada pada makanan, yaitu bahan kering, abu, estrak ether, serat
kasar, protein kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Agustono dkk., 2010).
2.8.3.
Evaluasi
Biologis
Suatu nilai dalam aspek biologi yang paling penting
adalah Nilai Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio). Nilai ini sebenamya tidak
merupakan suatu angka mutlak, karena tidak hanya ditentukan oleh kualitas
pakan, akan tetapi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lain seperti jenis dan
ukuran ikan, jumlah padat tebar, kualitas air dan lain-lain. Semakin kecil
nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena akan semakin
ekonomis. Nilai konversi pakan ikan perlu diketahui dengan melakukan pengujian
di lapangan pada berbagai tipe percobaan (Umiyati dan Anna, 2008).
2.9.
Konversi
Pakan / FCR
Konversi pakan dihitung
berdasarkan rumus dari Djajasewaka (1985) dalam Wirabakti (2006) sebagai
berikut :
Keterangan :
KP = Nilai konversi pakan
Wt = Bobot total ikan di akhir pemeliharaan (g)Wo = Bobot total ikan di awal pemeliharaan (g)D = Bobot total ikan yang mati selama pemeliharaan (g)F = Jumlah total pakan yang diberikan (g)
2.10.
Pertumbuhan
Menurut
Effendie (1997), pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan ukuran panjang
dan berat pada waktu tertentu. Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik
untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan.
Pertumbuhan yang cepat pada ikan Nila diperoleh dari
ikan yang berkelamin jantan, ikan Nila jantan tumbuh lebih cepat dengan
pertumbuhan rata – rata 2,1 gr/hari dibanding dengan ikan Nila betina yang rata
– rata hanya tumbuh 1,8 gr/hari (Suryanto, 2010).
2.11.
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
2.11.1.
Klasifikasi Ikan Nila
Ikan nila merupakan
jenis ikan air tawar yang mempunyai
nilai konsumsi cukup tinggi. Bentuk
tubuh memanjang dan
pipih ke samping dan
warna putih kehitaman
atau kemerahan. Ikan nila berasal dari
Sungai
Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar
ke
negara-negara
di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang
beriklim dingin, ikan
nila
tidak dapat hidup
baik (Sugiarto,
1988). Ikan nila disukai
oleh
berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal
seperti
daging ikan
kakap merah (Sumantadinata,
1981).
Terdapat tiga jenis
ikan nila yang dikenal, yaitu
nila
biasa, nila merah
(nirah) dan nila albino
(Sugiarto, 1988). Menurut Saanin
(1984), ikan nila (Oreochromis
niloticus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : AnimaliaFilum : ChordataSubfilum : VertebrataKelas : OsteichtyesSubkelas : AcanthopterygiiOrdo : PercomorphiSubordo : PercoideaFamili : CichlidaeGenus : OreochromisSpesies : Oreochromis niloticus
2.11.2. Morfologi Ikan Nila
Morfologi ikan nila (Oreochromis
niloticus) menurut
Saanin (1968), mempunyai ciri-ciri
bentuk
tubuh bulat pipih, punggung lebih
tinggi, pada badan dan
sirip ekor (caundal
fin) ditemukan garis lurus
(vertikal). Pada sirip punggung ditemukan
garis
lurus memanjang.
Ikan Nila (oreochormis niloticus)
dapat
hidup diperairan tawar dan
mereka menggunakan ekor
untuk bergerak,
sirip perut, sirip dada dan penutup insang
yang keras untuk
mendukung badannya. Nila memiliki
lima buah
Sirip, yaitu
sirip punggung (dorsal
fin), sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral
fin), siri anal (anal
fin), dan sirip ekor
(caudal
fin).
Sirip punggungnya memanjang dari
bagian
atas tutup
ingsang sampai bagian atas sirip
ekor. Terdapat
juga sepasang sirip
dada
dan sirip perut yang berukuran kecil dan
sirip anus yang hanya satu buah berbentuk
agak panjang.
Sementara itu,
jumlah sirip ekornya hanya satu
buah dengan bentuk
bulat.
2.11.3.
Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila
Adapun kebutuhan nutrisi
ikan Nila yang dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kebutuhan nutrisi
ikan Nila.
Nutrien
|
Jumlah yang
dibutuhkan
|
Protein
|
Larva 35%
Benih – Konsumsi 25-30 %
|
Asam amino
-
Arginin
-
Histidin
-
Isoleusin
-
Leusin
-
Lysine
-
Metionin
+ Cystin
-
Phenilalanin
+ Tyrosin
-
Threonin
-
Tritopan
-
Valin
|
4,2 %
1,7 %
3,1 %
3,4 %
5,1 %
3,2 % (Cys 0,5)
5,5 % (Tyr 1,8)
3,8 %
1,0 %
2,8 %
|
Lemak
|
6 – 10 %
|
Asam lemak essensial
|
0,5 % - 18:2n-6
|
Fosfor
|
< 0,9 %
|
Karbohidrat
|
25 %
|
Digestible energy (DE)
|
2500 – 4300 Kkal/kg
|
Sumber : BBAT
Sukabumi (2005) dalam Indariyanti
(2011).
BAB III
METODE
PRAKTIKUM
3.1
Waktu
dan Tempat
Praktikum Manajemen Pemberian
Pakan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 s/d 25 Desember 2016. Praktikum ini
dilaksanakan di Laboratorium Basa Kastela, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Khairun, Ternate.
3.2
Alat
dan Bahan
3.2.1.
Alat
Adapun alat dalam praktikum Manajemen Pemberian
Pakan yang dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1.
Alat yang digunakan dalam praktikum.
No.
|
Nama
|
Kegunaan
|
1
|
Blender
|
Menghaluskan
bahan untuk di buat tepung
|
2
|
Timbangan
elektrik
|
Menimbang
bahan tepung untuk dicampurkan
|
3
|
Piring
|
Wadah
bahan baku dan tepung
|
4
|
Baskom
/ bokor kecil
|
Wadah
untuk mencampur tepung
|
5
|
Mesin
pellet
|
Mencetak
pellet
|
6
|
Aquarium
|
Wadah
untuk uji biologis
|
7
|
Loyang
|
Wadah
untuk pellet
|
8
|
Ayakan
|
Untuk
mengayah bahan yang telah di haluskan
|
9
|
Jala
dan Seser
|
Menangkap
benih ikan nila
|
10
|
Toples
kecil
|
Tempat
menyimpan pakan
|
11
|
Toples
Besar
|
Wadah
penampungan kotoran dan sisa pakan
|
12
|
Aerasi
|
Memperkaya
DO dalam akuarium
|
13
|
Sipon
|
Membersihkan
kotoran dan sisa pakan
|
14
|
Tissue
|
Membersihkan
alat
|
15
|
Sendok
|
Memotong
pellet menjadi bagian – bagian kecil
|
3.2.2. Bahan
Adapun bahan dalam praktikum Manajemen Pemberian Pakan yang dapat dilihat
pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan dalam praktikum.
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
Ikan
Layang
|
Bahan
tepung ikan Layang
|
2
|
Ampas
tahu
|
Bahan
tepung ampas tahu
|
3
|
Kacang
tanah
|
Bahan
tepung kacang tanah
|
4
|
Kulit
Pisang Kepok
|
Bahan
tepung kulit pisang kepok
|
5
|
Benih
Ikan Nila
|
Bahan
uji biologis
|
6
|
Tepung
Tapioka Rose Brand
|
Bahan
tambahan untuk perekat
|
7
|
Air
|
Bahan
tambahan untuk pencampuran
|
3.3. Prosedur
Kerja
Adapun
prosedur kerja yng dilakukan dalam praktikum Manajemen Pemberian Pakan ini
adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan bahan baku dan bahan tambahanb. Formulasi pakanc. Pembuatan Pakan1. Penepungan2. Penimbangan3. Pemcampuran4. Pencetakan5. Pengeringan6. Penyimpanand. Persiapan wadah dan pemasukan aire. Seleksi benih ikanf. Evaluasi kelayakan pakan dengan uji biologis
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Pemilihan
Bahan Baku Dan Bahan Tambahan
4.1.1.
Bahan
Baku
Bahan baku adalah ampas
tahu, ikan layang, kacang tanah, dan kulit pisang kepok. Ampas tahu dipilih
karena kandungan karbohidratnya dan mudah diperoleh karena merupakan limbah
industri tahu. Ikan layang dipilih karena kandungan proteinnya dan mudah
didapatkan di pasar – pasar ikan, ikan layang juga sebagai bahan hewani untuk
melengkapi komposisi pakan omnivora. Kacang tanahdipilih karena kandungan
lemaknya. Kulit pisang kepok dipilih karena mudah didaptkan tanpa mengeluarkan
biaya. Pemilihan bahan baku ini sesuai dengan persyaratan pemilihan bahan baku.
Menurut
Afrianto dan Liviawati (2005), terdapat lima persyaratan yang sebaiknya
dipenuhi dalam pemilihan bahan baku pakan, yaitu nilai gizi, kemudahan dalam
pencernaan, tidak mengandung racun, ketersediaan dan kaitannya dengan bahan
pangan kebutuhan pokok manusia.
4.1.2.
Bahan
tambahan
Bahan
tambahan adalah tepung tapioka rose brand dan air. Tepung tapioka berfungsi
sebagai perekat. Air berfungsi untuk menyatukan bahan bahan menjadi
homogen.
4.2.
Formulasi
Pakan
Formulasi pakan ini
dibuat untuk ikan Nila dengan bahan baku ampas tahu, ikan layang, kacang tanah,
dan kulit pisang kepok. Pakan ini diharapkan mengandung protein 30% atau
terdapat 30 gram protein pada setiap 100 gram pakan. Untuk menyelesaikan
formulasi ini, digunakan metode empat
persegi pearson’s.
Langkah pertama yang dilakukan adalah
mengelompokan bahan baku menjadi dua kelompok, yaitu kelompok protein utama dan
protein penunjang. Bahan baku protein utama adalah ampas tahu dan kacang tanah.
Bahan baku protein penunjang adalah ikan layang dan kulit pisang kepok.
Setelah dihitung
rata-rata kandungan protein tiap kelompok, gambar sebuah bujur sangkar kemudian
masukan hasil penghitungan rata-rata kandungan protein dan kurangi dengan
jumlah yang diinginkan dan jumlahkan. Proses selengkapnya dapat dilihat sebagai
berikut :
Nilai yang diperoleh adalah :
Untuk pembuktian, dapat dilakukan cara
berikut :
Hasil penjumlahannya sama dengan jumlah
protein yang diinginkan, jadi hasil formulasi ini telah sesuai.
Dalam
formulasi ini, tepung tapioka dan air tidak dimasukan karena keduanya merupakan
bahan tambahan dan juga tidak mengandung protein, adapun tepung tapioka yang
mengandung kandungan protein sebesar 0,27%. Hal ini tidak berpengaruh dalam
formulasi pakan.
4.3.
Pembuatan
Pakan
4.3.1.
Penepungan
Dalam
proses penepungan terdapat dua kegiatan yang dilakukan, yaitu penggilingan dan
pengayakan. Penggilingan bertujuan untuk menghaluskan bahan baku dengan
menggunakan mesin blender. Bahan baku yang telah halus kemudian diaya
menggunakan ayakan yang terbuat dari bahan nilon dengan diameter output sebesar
90 mesh. Setelah proses pengayakan selesai diperolehlah tepung yang akan digunakan
untuk pencampuran.
Bahan
baku yang diaya adalah ampas tahu, ikan layang dan kulit pisang kepok.
Sementara kacang tanah tidak diaya karena kacang tanah mengandung lemak
sehingga sulit untuk diaya. Khusus untuk ikan layang, sebelum digiling dan
diaya, ikan layang harus dikukus dan dijemur untuk mengurangi kadar air sehingga
mudah untuk dibuat tepung.
4.3.2.
Penimbangan
Setelah
bahan baku dibuat tepung, proses selanjutnya adalah penimbangan tiap - tiap
tepung menggunakan timbangan elektronik. Berat tiap - tiap tepung harus
berdasarkan formulasi. Tepung ampas tahu ditimbang dengan berat 7,315 gram,
kacang tanah dengan berat 7,315 gram, tepung ikan layang dengan berat 42,685
gram, dan tepung kulit pisang kepok dengan berat 42,685 gram. Proses
penimbangan harus secara bertahap dari bahan yang volumenya besar ke volume
yang kecil.
4.3.3.
Pencampuran
Bahan
yang telah ditimbang dicambur dalam baskom dan campur menjadi homogen. Setelah
dicampur, masukan bahan tambahan tepung tapioka dan air. Campur kembari hingga
homogen.
4.3.4.
Pencetakan
Bahan
baku yang telah dicampur kemudian dicetak dengan mesin pellet berukuran kecil.
Bahan yang telah di pellet, diletakan diatas bagi.
4.3.5.
Pengeringan
Bahan
baku yang telah tercetak menjadi pelet kemudian dikeringkan. Pengeringan ini
bertujuan untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam pakan atau pelet
sehingga menjadi minimal dan stabil (sekitar 10%). Proses pengeringan dilakukan
secara alami dengan bantuan sinar matahari yang memakan waktu 4 s/d 5 hari.
4.3.6.
Penyimpanan
Pellet
yang telah dikeringkan kemudian dimasukan di dalam toples yang kemudian
disimpan di tempat kering dan tidak lembab.
4.4.
Persiapan
Wadah Dan Pemasukan Air
Wadah
yang digunakan adalah aquarium. Aquarium dibersihkan dan diisi air setengah
dari volume aquarium. Aerasi dialirkan untuk menyuplai DO dalam aquarium.
4.5.
Seleksi
Benih Ikan Nila
Benih
ikan nila yang menjadi bahan uji ditangkap pada kolam pemeliharaan ikan nila.
Benih ditangkap menggunakan jala dan seser. Benih yang telah ditangkap kemudian
di aklimatisasi dalam aquarium.
4.6.
Evaluasi
Kelayakan Pakan Dengan Uji Biologis
Pakan yang telah dibuat
kemudian dievaluasi kelayakan pakan dengan uji biologis. Dalam uji biologis
yang dilihat adalah pengaruh pakan terhadap pertumbuhan benih ikan nila. Pakan
diberikan 4 kali sehari (pukul 7:00, pukul 11:00, pukul 15:00, dan pukul 19:00)
selama seminggu dengan persentase pemberian 6% dari bobot atau berat tubuh awal.
Hasil pengukuran berat tubuh awal adalah 61,5 gram. Maka dosis pemberian
adalah;
Setiap kali pemberian, pakan ditimbang
dengan berat 0,9225 gram menggunakan timbangan elektronik dan kemudian
diberikan kepada benih ikan nila.
Setelah
seminggu pemberian pakan, bobot benih ikan nila ditimbang dan hasilnya adalah
66,8 gram. Artinya benih ikan nila mengalami pertambahan bobot tubuh sebesar
5,3 gram dari berat tubuh awal. Setelah berat awal tersebut didapatkan, langkah
selanjutnya adalah mengitung nilai konversi
pakan atau FCR dihitung berdasarkan rumus dari Djajasewaka (1985) dalam Wirabakti
(2006) sebagai berikut :
Peanghitungan
FCR dapat dilihat sebagai berikut :
Penyelesaian :
Jadi, FCR-nya
adalah 4,50.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penyusunan diatas, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam
penyusunan formulasi pakan, terdapat beberapa metode yang dapat dipergunakan,
diantaranya adalah metode trial error, metode persegi empat pearson’s, dan
gabungan kedua metode tersebut. Metode yang paling umum digunakan dan mudah
diaplikasikan adalah , metode persegi empat pearson’s. Dalam penyusunan
formulasi pakan pula, kita dapat menentukan kandungan protein dan dosis bahan
baku yang akan dibuat.
2. Dalam
membuat pakan dibutuhkan proses seperti Penepungan, Pencampuran, Pengukusan,
Pencetakan, Pengeringan, dan Penyimpanan. Dalam proses penepungan terdapat
proses penggilingan dan pengayakan. Dalam proses pencampuran terdapat proses
penimbangan.
3. Dalam
pemberian pakan harus memenuhi beberapa strategi salah satunya adalah dosis
pemberian dan persentase pemberian.
B.
Saran
Adapun saran dari saya yaitu sebagai
berikut :
1. Tempat
praktikum tidak baik untuk dilakukan kegiatan evaluasi kelayakan pakan dengan
uji biologis karena sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Di tambah lagi
tidak ada pengawasan dari Dosen yang memberikan praktikum sehingga mahasiswa
dapat melakukan apa maunya. Alangkah baiknya untuk uji biologis diadakan di
lab. yang dapat dikontrol oleh dosen penanggung jawab.
2. Dalam
kegiatan uji biologis, mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok sehingga
pembagian tugas pemberian pakan lebih dibebankan kepada seorang, padahal ini
merupakan tanggung jawab bersama. Saran saya untuk praktikum selanjutnya
mahasiswa jangan lagi dibagi menjadi kelompok tetapi ke perorangan saja biar
ada tanggung jawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbas
S, Djarijah. 1998. Membuat Pellet Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 48 hal.
Afrianto,
E dan E. Liviawati. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 37-141.
Agustono, H. Setyono, T.
Nurhajati, M. Lamid, dan W. D. Lokapirnasari. 2010. Praktikum Teknologi Pakan
Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. 48 hal.
Ahmad, T. Ratnawati, E. dan R.
Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. 85
hal.
Akbar,
S. 2000. Meramu Pakan Ikan Kerapu. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 29-44.
Anna, S. 2008. Analisis Fisika
pada Analisa Pakan Udang. Direktorat Jenderal Perikanan bekerja sama dengan
Internasional Development Research Centre, 1987.
Azwar,
S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 146 hal.
Bambang.
2001. Budidaya Ikan Di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta.
Bungin,
B. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta. Hal 115.
Darmono.
1993.Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta.
Djajasewaka,
H. 1985. Pakan Ikan (Makanan Ikan). CV Yasaguna. Jakarta.
Djarijah,
A. S. Ir. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta. 87 hal.
Faisal, S. 1982. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. 434 hal.
Ghufron
dan Kardi. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng. Dahara Prize. Semarang
Gunawan, D. 2010. Pedoman
Pembangunan Pabrik Pakan Skala Kecil Dan Proses Pengolahan Pakan. Direktorat
Jenderal Peternakan. Jakarta. 30 hal. ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan
untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta. 491 hal.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan
Jilid 2 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta. 276 hal.
Irma, H. 2008. Teknik Pembuatan
Pakan Ikan Apung Di CV. Mentari Nusantara Feedmill. Praktek Kerja Lapang.
Tulungagung. Jawa Timur. 67 hal.
Khairuman, K.A. 2002. Membuat
Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta. 83 hal.
Mujiman,
A. 1999. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan
Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 146-148 : 157-165.
Murtidjo,
B.A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 13 : 56 : 77.
Murtidjo,
B.A. 2002. Budidaya Dan Pembenihan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta. Hal 87-98.
Nahm, K.H. 1992. Practical Guide
to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo Han Pub. Korea Republic.
Nazir,
M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 622 hal.
Pfeil. F., Schultze H.P. 1996.
Devonian Fishes and Plants of Miguasha, Quebec, Canada. Verlag. München. 374
hal.
Rasidi. 2002. Formulasi Pakan
Lokal Alternatif untuk Unggas. Cetakan 5. Penebar Swadaya. Jakarta. 106 hal.
Saanin,
H. 1984. Taksonomi dan Kunci identifikasi ikan. Jilid I dan II. Bina cipta.
Bandung.
Sahwan,
F. 2002. Pakan Ikan dan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta. 87 hal.
Sim, YS. 2005. Pedoman Praktis
Pemberian dan Pengelolaan Pakan untuk Ikan Kerapu yang di Budidaya. Australian
Centre for International Agricultural Research. Canberra. 18 hal.
Sugama, K., Slamet, B., Ismi, S.,
Setiadi, E. and Kawahara, S. 2001. Manual for the seed production for humpback
grouper, Cromileptes altivelis. Gondol Research Institute for Mariculture and
Japan International Cooperation Agency, Bali, Indonesia. 37 hal.
Ciri Dan Bentuk Ayam Benua Amerika
BalasHapusKategori Warna Bulu Ayam Yang Mematikan
INGIN DAPAT REJEKI BESAR !!
BalasHapusGABUNG DISINI YUK !!
LINK HOKI : MARIOQQ88. Org
WA+62 821-4331-1663
Link Alternatif :
- www.marioqq88. org
- www.marioqq88. club