LAPORAN PENG. OCEANOGRAFI
TOPOGRAFI PANTAI DAN SIFAT FISIK KIMIA
PANTAI LAB. BASAH FAKULTAS PERIKANAN DAN
ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS KHAIRUN
KEL. KASTELA, TERNATE
LAPORAN
PRAKTIKUM
PENGANTAR OCEANOGRAFI
Oleh
TAUFIQ ABDULLAH
0517 1511 027
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas segala
limpahan rahmat dan karunia_Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Pengantar
Oceanografi tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dosen Pengajar Mata Kuliah
Pengantar Oceanografi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun
Ternate.
Dalam penyusunan Laporan Praktikum ini, kami menyadari masih
jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi teknik penulisan
maupun isi materinya, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati, kami mengharapkan saran serta kritik yang
bersifat membangun demi perbaikan laporan praktikum ini.
Akhir kata, dengan segala keterbatasan
yang ada, mudah-mudahan Laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua,
Amin.
Ternate, Juni 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
1.2. Tujuan Praktikum
1.3. Manfaat
Praktikum
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Topografi
Pantai
2.2. Sifat Fisika Air Laut
2.3. Sifat Kimia Air Laut
III.
METODELOGI
3.1. Waktu Dan Tempat Praktikum
3.2. Alat Dan Bahan
3.3. Metode Pengambilan Data
IV. HASIL
PRAKTIKUM
4.1. Deskripsi
Lokasi Praktikum
4.2. Topografi Pantai
4.3. Sifat Fisik
Air Laut
4.4. Sifat Kimia Air
Laut
V. KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sistem perairan
menutupi 70% bagian dari permukaan bumi yang dibagi dalam dua kategori utama,
yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari kedua sistem perairan
tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari 97%
(Barus, 1996). Laut merupakan daerah yang sangat luas
dan bersifat sangat majemuk. Oleh karena itu, ada ilmu yang mempelajari tentang
laut yaitu, Oceanografi.
Oseanografi
(berasal dari bahasa Yunani oceanos yang berarti laut
dan γράφειν atau graphos yang berarti gambaran atau deskripsi juga
disebut oseanologi atau ilmu kelautan) adalah cabang dari ilmu bumi yang
mempelajari segala aspek dari samudera dan lautan. Secara sederhana oseanografi
dapat diartikan sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut. Dalam bahasa lain
yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan
(eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan segala fenomenanya.
Oceanografi semata-mata bukanlah merupakan suatu ilmu yang
murni, tetapi merupakan perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar yang lain.
Ilmu-ilmu lain yang termasuk di dalamnya ialah ilmu tanah (geology), ilmu bumi
(geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayati
(biology) dan ilmu iklim (metereology) (Hutabarat dan Evans,1985).
Oseanografi
adalah bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari
laut,samudra beserta isi dan apa yang berada di dalamnya hingga ke kerak
samuderanya. Secara umum, oseanografi dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat)
bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi yang mempelajari lantai samudera
atau litosfer di bawah laut; fisika oseanografi yang mempelajari
masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur
air laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut,
dan yang terakhir biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang
berkaitan dengan flora dan fauna atau biota di laut.
Oceanografi juga
mempelajari tentang topografi pantai serta sifat fisik kimia air laut yang
merupakan objek praktikum Pengantar Oceanografi yang dilaksanakan di Pantai
Lab. Basah Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Kel.
Kastela, Ternate.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan
dilakukannya praktikum Pengantar Oceanografi ini, yaitu untuk mengetahui
topografi pantai serta sifat fisik kimia air laut Pantai Lab. Basah Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas
Khairun Kel. Kastela, Ternate.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum Pengantar
Oceanografi ini, yaitu dapat memberikan informasi ilmiah mengenai topografi
pantai serta sifat fisik kimia air laut Pantai
Lab. Basah Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Kel.
Kastela, Ternate.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Topografi Pantai
Pantai
merupakan hasil kerja interaksi antara kekuatan hidrodinamika dan tanggapan
morfodinamika. Pantai adalah daerah di tepi perairan (laut atau danau) sebatas
antara suru terendah dengan pasang tertinggi. Daerah Pantai adalah suatu
pesisir beserta perairannya di mana pada daerah tersebut masih terpengaruh baik
oleh aktivitas darat maupun marine. Pesisir adalah daerah tepi laut yang masih
terpengaruh oleh aktivitas marine. Perairan Pantai adalah daerah perairan yang
masih terpengaruh oleh aktivitas daratan. Sempadan Pantai adalah daerah
sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai
(Pratikto, 1997).
Daerah
pantai berdasarkan morfologinya, daerah pantai di kelompokkan ke dalam 4 macam,
yaitu:
a.
Pantai bertebing terjal (cliff)
b.
Pantai bergisik
c.
Pantai berawa payau
d.
Pantai berterumbu karang.
Pantai
bertebing terjal merupakan bentuklahan hasil bentukan erosi marin yang paling
banyak terdapat. Untuk memperjelas tentang pantai terbing terjal tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
Gambar
2.1. Pantai cliff dan pembagian zona
Pantai
bergisik ini pada dasarnya merupakan daerah pasang surut yang terdapat endapan
material asil abrasi. Material ini dapat berupa material halus dan juga bisa
berupa material yang kasar. Seperti dalam Gambar 4 terlukis adanya gisik pada
pantai cliff dengan material kasar sebagai hasil dari abrasi tebing. Namun
pantai bergisik tidak saja terdapat pada pantai cliff, tetapi juga bisa
terdapat pada daerah pantai yang landai. Pada pantai yang landai material gisik
ini kebanyakan berupa pasir, dan sebagaian kecil berupa meterial dengan butiran
kerikil sampai yang lebih besar. Pada umumnya material pasir suatu gisik pantai
berasal dari daerah pedalaman yang di bawah air sungai ke laut, kemudian
diendapkan oleh arus laut sepanjang patai. Gisik seperti ini dapat dijumpai di
sekitar muara sungai.
Pantai
Rawa payau juga mencirikan daerah pantai yang tumbuh atau akresi (accretion).
Proses sedimentasi merupakan penyebab bertambahnya majunya pantai ke arah laut.
Material penyusun umumnya berbutir halus dan medan ini berkembang pada lokasi
yang gelombangnya kecil atau terhalang serta dengan kondisi air laut yang
relatif dangkal. Karena airnya payau, maka daerah ini kemungkinan untuk
pengemabangannya sangat terbatas. Rawa payau ini pada umumnya ditumbuhi oleh
tumbuhan rawa payau seperti bakau, nipah, dan tumbuh-tumbuhan rawa lainnya yang
hidup di air payau. Tumbuhan bakau ini dapat berfungsi sebagai pemecah
gelombang dan sebagai penghalang pengikisan di pantai, sebaliknya sedimentasi
bisa terjadi. Oleh karena itu pantai mengalami akresi.
Terumbu
karang (coral reef) terbentuk oleh aktivitas binatang karang dan jasad renik
lainnya. Proses ini terjadi pada areal-areal yang cukup luas. Bird (1970:
190-193) pada intinya menyatakan bahwa binatang karang dapat hidup dengan beberapa
persyaratan kondisi yaitu:
a.
Air jernih
b.
Suhu tidak lebih dari 18o C
c.
Kadar garam antara 27 – 38 ppm
d.
Arus laut tidak deras
Berdasarkan kemiringan pantai kita kenal adanya Pantai landai;
Pantai curam dengan tingkat kemiringan > 60°. Pantai landai dapat
dikelompokkan menjadi (1) Kelompok tingkat kemiringan antara 0° - 30°; (2)
Kelompok tingkat kemiringan antara 30° - 45°; (3) Kelompok tingkat kemiringan
antara 45°– 60° (Wibisono, 2004).
Berdasarkan tipe- tipe substrat penyusun pantai. Pantai dikelompokan
atau dikenal dengan jenis pantai :
a. Pantai berlumpur
b. Pantai Berbatu
c. Pantai Berpasir
2.2.
Sifat Fisik Air Laut
2.2.1.
Suhu
Suhu
merupakan salah satu faktor pembatas terhadap ikan-ikan atau biota akuatik.
Suhu dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme berperan secara langsung
atau tidak langsung bersama dengan komponen kualitas air lainnya mempengaruhi
kualitas akuatik. Temperatur air mengendalikan spawning dan hatching,
mengendalikan aktivitas, memacu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan,
menyebabkan air menjadi panas atau dingin sekali secara mendadak. Temperatur
air juga mempengaruhi berbagai macam reaksi fisika dan kimiawi di dalam
lingkungan akuatik (Sovisa, 2009).
Suhu
adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung
dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah
matahari (Meadous and Campbell,1993). Suhu dilaut bersamaan dengan salinitas
sangat mempengaruhi densitas dari ar laut.
2.2.2.
Salinitas
Salinitas
adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga
dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian
besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat
ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini,
secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan
sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih
dari 5%, ia disebut brine.
Salinitas
merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum
air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan nilai salinitas air
diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air payau (0,5 – 30 ‰)
laut (30 – 40 ‰) dan hiperhalin (>40 ‰) (Barus, 2004). Salinitas mempunyai
peranan yang penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi
biota laut akuatik. Salinitas juga berperan dalam mempengaruhi proses
osmoregulasi biota perairan termasuk makrozoobentos. (Nybakken, 1992).
2.2.3.
Arus Laut
Arus
merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari massa air menuju kestabilan
yang terjadi secara terus menerus. Gerakan yang terjadi merupakan hasil
resultan dari berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar
perairan. Hasil dari gerakan massa air adalah vector yang mempunyai besaran
kecepatan dan arah (Gross, 1972).
Menurut
Gross (1990), terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti perbedaan
densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan
faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh
tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi,
gaya tektonik dan angin.
Berdasarkan
gaya-gaya yang menimbulkannya, arus dibagi kedalam berbagai kelompok. Gross
(1990), membagi menjadi lima macam yaitu :
a. Arus yang dipengaruhi oleh pola
Gerakan Angin (Wind driven current)
b. Arus Ekman
c. Arus termohaline
d. Arus pasut : Arus yang dipengaruhi
oleh pasut.
e. Arus geostropik
Berdasarkan
Kedalaman, arus terbagi menjadi dua yaitu Arus Permukaan dan Arus Dalam. Arus permukaan yang terkenal di
Indonesia adalah ARLINDO (Arus Lintas Indonesia), arus ini merupakan pergerakan
massa air dari samudra pasifik ke daerah perairan jawa bagian selatan.
Gerakan massa air di laut dapat
diketahui dengan tiga cara, yakni melakukan pengukuran langsung di laut,
melalui pengamatan topografi muka laut dengan satelit, dan model hidrodinamik. Metode Langsung Terbagi menjadi 2
bagian, yaitu Metode Lagrangian dan Metode Euler.
Metode
Lagrangian adalah suatu cara mengukur aliran massa air dengan melepas benda
apung atau drifter ke laut, kemudian mengikuti gerakan aliran massa air
laut (konvensional gunakan botol)
Gambar 2.2. contoh metode lagrangian
(Abdullah, 2016)
Metode
Euler adalah Pengukuran arus yang dilakukan pada satu titik tetap pada kurun
waktu tertentu. (Alat: Current Meter, Floater Current Meter, current drough)
Gambar 2.3. Float Tracking (bola
apung) (Abdullah, 2016)
2.2.4.
Pasang Surut (Pasut)
Menurut
Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka
laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama
matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers
(1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena
jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Ada
dua macam pasang surut, yaitu pasang purnama dan pasang perbani (Abdullah,
2016).
Pasang purnama, ialah
peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut tertinggi (besar). Pasang
besar terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan kalender bulan) dan pada tanggal 14 (saat
bulan purnama). Pada kedua tanggal tersebut posisi bumi-bulan matahari berada
pada satu garis (konjungsi) sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan matahari
berkumpul menjadi satu menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang menghadap ke
bulan mengalami pasang naik besar.
Gambar 2.4. posisi bulan ketika
pasang purnama (Abdullah, 2016)
Pasang
Perbani ialah peristiwa terjadinya pasang naik
dan pasang surut terendah (kecil). Pasang kecil ini terjadi pada tanggal
7 dan 21 kalender bulan. Pada kedua tanggal tersebut posisi matahari – bulan – bumi membentuk susut 90°. Gaya tarik bulan dan
matahari terhadap bumi berlawanan arah sehingga kekuatannya menjadi berkurang
(saling melemahkan).
Gambar 2.5. bulan ketika pasang
perbani (Abdullah, 2016)
Pasang surut (pasut) juga digolongkan dalam empat tipe,
yaitu Diurnal Tide; Semidiurnal Tide; Mixed Tide, Prevailing Diurnal; dan Mixed Tide, Prevailing Semidiurnal (Abdullah,
2016).
Tipe
pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya.
Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya
pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan
satu kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua
kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides) (Abdullah, 2016).
Tipe
pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini
digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe
campuran dominasi ganda (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) dan tipe campuran dominasi
tunggal (Mixed
Tide, Prevailing Semidiurnal) (Abdullah,
2016).
Pengetahuan
tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di
pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Masyarakat yang
hidup di daerah pesisir pantai atau menggantungkan penghidupannya pada laut
telah mengobservasi pasang dan arus pasang surut bertahun-tahun yang lalu.
Mereka telah menggunakan hasil observasi dan ilmu praktek dalam banyak cara
bagi keuntungan mereka. Sebagai contoh, hasil observasi tersebut yang
dituangkan dalam ilmu aplikasi adalah memberikan pemilihan waktu bagi kapal
untuk memasuki atau meninggalkan pelabuhan. Hal tersebut juga membantu mereka
dalam melaksanakan aquakultur dan mengamati
aktifitas ikan di daerah zona intertidal di dekat pantai tempat tinggal mereka (Abdullah, 2016).
Dalam
mempelajari dan mengukur pansang surut (pasut), dapat menggunakan alat dan metode pengukuran pasut yaitu (1) Tide Staff; (2) Tide gauge; dan (3)
Satelit (Abdullah,
2016).
Tide Staff berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau
centimeter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Staff (papan Pasut)
merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk
mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang
digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat
anti karat. Berikut ini merupakan contoh gambar Tide Staff (Abdullah, 2016).
Gambar 2.6. alat ukur tide staff
(Abdullah, 2016).
Tide gauge merupakan perangkat untuk
mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki
sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam
ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu Floating tide gauge (self registering) dan Pressure
tide gauge (self registering) (Abdullah, 2016).
Selain tide staff dan tide gauge,
pengukuran pasut juga dapat menggunakan Satelit. Alat ini biasanya digunakan
untuk pengukuran pasut dalam skala yang luas (Abdullah, 2016).
2.2.5.
Gelombang Laut
Gelombang
dikenal sebagai pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus
permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut
disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan,
menyebabkan riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut
sebagai gelombang (Abdullah,
2016).
Ada
tiga gaya pembangkit yang menjadi faktor penyebab gelombang. Gaya pembangkit
tersebut antara lain wind waves,
forced waves dan free
waves. Wind waves yang
terjadi dipengaruhi oleh angin. Lamanya angin bertiup, kecepatan angin, dan
jarak tempuh angin dari arah pembangkit gelombang menjadi penentu karakter
gelombang itu sendiri. Forced Waves adalah
gelombang yang terjadi akibat adanya gaya pembangkit yang berasal dari gaya
tarik bulan dan matahari. Free Waves
merupakan gelombang yang sudah tidak dipengaruhi lagi oleh gaya
pembangkitnya (Djunarsiah 2005). Faktor lain terjadinya gelombang yaitu adanya
transfer energi dari udara ke massa air. Prinsip dasar terjadinya gelombang
laut yaitu, jika ada dua massa benda yang berbeda kerapatannya (densitasnya)
bergesekan satu sama lain maka pada bidang gerakannya akan berbeda (Sasmono
2008).
Gelombang juga di bangkitkan oleh
a. Gelombang
angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut
b. Gelombang
pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari
dan bulan terhadap bumi
c. Gelombang tsunami terjadi karena
letusan gunung berapi atau gempa di laut
d. Gelombang yang
dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya
Komponen gelombang menurut (Hutabarat dan Evans 2006) adalah:
·
Crest (puncak) merupakan titik tertinggi gelombang
·
Trough (lembah) merupakan titik terendah gelombang
·
Wave high (tinggi gelombang) adalah jarak vertikal antara puncak dan lembah
·
Wave length
(panjang gelombang)
merupakan jarak-jarak berturut-turut antara dua buah puncak atau dua buah
lembah
·
Wave period
(periode gelombang) adalah
waktu yang dibutuhkan puncak untuk kembali pada titik semula secara
berturut-turut
·
Frekwensi adalah Jumlah puncak (atau jumlah lembah) yang melewati suatu
titik tetap tiap satuan waktu.
·
Wave
steepness (kemiringan gelombang)
merupakan perbandingan antara panjang gelombang dengan tinggi gelombang.
Gambar 2.7. Komponen gelombang (Abdullah, 2016).
Gelombang juga dikategorikan dalam beberapa tipe, yaitu Gelombang
pembangun/pembentuk pantai (Constructive wave) dan Gelombang perusak pantai
(Destructive wave) (Abdullah, 2016).
Gelombang pembentuk pantai,
bercirikan mempunyai ketinggian kecil dan kecepatan rambatnya rendah. Sehingga
saat gelombang tersebut pecah di pantai akan mengangkut sedimen (material
pantai). Material pantai akan tertinggal di pantai (deposit) ketika aliran
balik dari gelombang pecah meresap (Abdullah, 2016).
Gambar 2.8.
ombak pembangun pantai (Abdullah, 2016).
Gelombang perusak pantai biasanya
mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat yang besar (sangat tinggi). Air yang
kembali berputar mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap ke dalam pasir.
Ketika gelombang datang kembali menghantam pantai akan ada banyak (Abdullah,
2016).
Gambar 2.9. ombak perusak pantai
(Abdullah, 2016).
Gelombang juga diklasifikasi
gelombang dibagi berdasarkan Periode gelombang dapat dilihat pada tabel 2.1 dan
berdasarkan kedalaman dapat dilihat pada tabel 2.1 Klasifikasi gelombang
berdasarkan periode (Abdullah, 2016).
Table 2.1. klasifikasi gelombang
berdsarkan periode
Table 2.2. klasifikasi gelombang
berdasarkan kedalaman.
2.3. Sifat Kimia Air Laut
2.3.1. Derajat Keasaman
(pH)
Derajat
keasaman (pH) adalah jumlah ion hydrogen dalam suatu larutan merupakan suatu
tolak ukur keasaman. Biota – biota laut memiliki kisaran untuk hidup pada nilai
pH tertentu (Nybakken, 1992). Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang
mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai
basa lemah. Wardhana (1995) menyatakan kondisi perairan yang bersifat sangat
asam ataupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena dapat
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH yang sangat
rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat
toksik semakin tinggi yang akan mengancam kelangsungan hidup organisme
perairan, sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium
dan amoniak dalam perairan akan terganggu,
dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang
juga bersifat toksik bagi organisme perairan.
Setiap
spesies organisme perairan memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH.
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar 7 -
8,5 (KepMen LH, 2004).
2.3.2. Oksigen
Terlarut
Oksigen
terlarut (dissolved
oxygen, disingkat DO) atau
sering juga disebut dengan kebutuhan
oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting
dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk
konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu
badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut
memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui
bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh
mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran
juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air (Abdullah, 2016).
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu Dan
Tempat
Praktikum Pengantar
Oceanografi ini dilaksanakan di pantai Lab. Basah Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Universitas Khairun Kel. Kastela, Ternate, Prov. Maluku Utara yang
dilakukan pada hari Kamis 1 Juni 2017 pukul 11.00 WIT s/d hari Jumat 2 juni
2017 pukul 10.00 WIT. Lokasi praktikum dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Peta lokasi
Praktikum
3.2.
Alat Dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
Pengantar Oceanografi dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
No.
|
Nama
|
Kegunaan
|
1
|
Alat tulis
|
Mencatat hasil pengukuran
|
2
|
Tide staff
|
Mengukur gelombang dan pasut
|
3
|
Float Tracking
|
Mengukur arus
|
4
|
Kamera
|
Dokumentasi kegiatan praktikum
|
5
|
Tissue
|
Pembersih alat
|
6
|
GPS
|
Mengetahui letak koordinat lokasi
praktikum
|
7
|
Stopwatch
|
Menghitung waktu pada pengukuran
arus
|
8
|
Senter
|
Memudahkan pengambilan data pada
malam hari
|
9
|
Horiba Water Chekeer
|
Mengukur parameter fisik kimia
|
3.3. Metode Pengambilan
Data Topografi Pantai
3.3.1
Metode Pengambilan Data Topografi Pantai
Pengambilan
data topografi pantai dilakukan menggunakan pengamatan secara insitu yaitu
pengamatan yang dilakukan langsung di lokasi praktikum. Pengambilan
data topografi pantai dilakukan dengan memperhatikan prosedur
kerja sebagai berikut :
·
Menyiapkan alat yang
akan digunakan.
·
Melakukan pengamatan
secara insitu.
·
Mencatat dan mendokumentasikan
kegiatan praktikum.
3.3.2. Metode
Pengambilan Data Pasut
Pengambilan
data pasut pada praktikum ini menggunakan alat Tide Staff. Pengambilan data pasut dilakukan
dengan memperhatikan prosedur kerja sebagai berikut :
·
Menyiapkan alat yang
akan digunakan (tide staff).
·
Melakukan pengamatan
secara insitu.
·
Ketelitian dalam
membaca Skala.
·
Mencatat waktu pengukuran, pasang
tertinggi, surut terendah, dan menghitung
rata ketingian air pada saat pengukuran :
·
Mendokumentasikan prosedur kerja.
3.3.3. Metode
Pengambilan Data Gelombang
Pengambilan
data gelombang pada praktikum ini menggunakan alat Tide Staff. Pengambilan data gelombang dilakukan
dengan memperhatikan prosedur kerja sebagai berikut :
·
Menyiapkan alat yang
akan digunakan (tide staff).
·
Melakukan pengamatan
secara insitu.
·
Ketelitian dalam
membaca Skala.
·
Mencatat waktu pengukuran, puncak
gelompang, lembah gelombang, periode gelombang dalam 1 menit, dan
menghitung tinggi gelombang menggunakan
rumus berikut :
Keterangan :
h = tinggi gelombang
a = puncak gelombang
b = lembah gelombang
·
Mendokumentasikan prosedur kerja.
3.3.4. Metode
Pengambilan Data Arus
Pengambilan
data arus menggunakan metode Euler
dengan alat Float Tracking (Bola
Apung). Pengambilan data arus dilakukan dengan memperhatikan prosedur
kerja sebagai berikut :
·
Menyiapkan alat yang
akan digunakan (float tracking).
·
Melakukan pengamatan
secara insitu.
·
Melepaskan float tracking.
·
Mencatat waktu pengukuran, arah
float tracking, panjang tali pada float tracking, waktu pada stopwatch hingga
float tracking berhenti bergerak (frekuensi), dan menghitung kecepatan arus dengan
menggunakan rumus :
Keterangan
:
V
= Kecepatan arus
s
= Panjang tali yang digunakan
t
= Frekuensi
·
Mendokumentasikan prosedur kerja.
3.3.5. Metode
Pengambilan Data Suhu, Salinitas, pH, Dan DO
Pengambilan data
parameter fisik kimia seperti suhu, salinitas, pH, dan DO menggunkan Horiba
Water Chekeer. Pengambilan data suhu, salinitas, pH, dan DO dilakukan dengan
memperhatikan prosedur kerja sebagai berikut :
·
Menyiapkan Horiba
·
Tekan start untuk
menghidupkan Horiba, tunggu beberapa saat hingga semua parameter mulai dari
nol.
·
Celupkan sensor yang ada pada
Horiba dan diamkan lebih dari semenit.
·
Tekan Lock untuk mengambil
data seperti suhu, pH, dan salinitas.
·
Catat hasil yang telah di
Lock.
·
Mendokumentasikan prosedur kerja.
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Lokasi Praktikum
Laboratorium
Basah Kastela atau “Lab Basah”, adalah sebuah fasilitas laboratorium milik
fakultas perikanan dan ilmu kelautan universitas khairun Ternate. Fasilitas ini
dibangun dengan tujuan menyediakan fasilitas pendukung yang efektif bagi
penyelenggaraan Tri Dharma fakultas perikanan dan ilmu kelautan- universitas
khairun. Sedangkan fungsi dari Lab Basah Kastela bersifat jamak dan terpadu,
yaitu pembelajaran dalam kelas, di laboratorium dan belajar dari alam.
Penggunaan Lab Basah Kastela diarahkan pada bidang pengelolaan pesisir, Lab
marikultur/budidaya perikanan serta instrumentasi kelautan dan perikanan.
Lokasi
laboratorium ini berada di kelurahan Kastela-kecamatan Ternate Selatan. Lokasi
ini pada dasarnya masih termasuk kawasan wisata dengan panorama yang indah.
Pada musim purnama lokasi ini adalah salah satu tempat terbaik untuk melihat
sunset. Banyak aktifitas yang dilakukan baik dosen maupun mahasiswa disini.
Diantaranya adalah kegiatan praktikum, penelitian mahasiswa maupun pembelajaran
dalam kelas yang dialihkan kesini karena suasananya. Beberapa penelitian yang
dilakukan mahasiswa diantaranya berhubungan dengan Plankton, ikan hias dan ikan
konsumsi baik tawar maupun air laut. Sedangkan mata kuliah yang pernah
melakukan praktek pada lokasi ini diantaranya, mata kuliah biologi laut,
biologi perikanan, aquakultur engineering, plaktonologi, budidaya ikan hias,
budidaya pakan alami, ekologi perairan dan masih banyak lagi.
Bangunan utama
laboratorium memiliki lebar ± 50 meter sedangkan panjangnya ± 30 meter.
Terdapat 6 rak akuarium untuk penelitian dengan jumlah total akuarium sebanyak
24 buah. Terdapat pula banyak bak berbentuk bundar dan bak persegi empat untuk
penelitian maupun budidaya ikan. Sedangkan fasilitas pendukung lain berupa air
tawar yang di pompa dari sumur, air laut yang di pompa langsung dari laut,
pancuran tempat pemandian dan WC.
Gambar 4.1. Pantai Lab. basah
kastela
4.2.
Topografi Pantai
Hasil pengukuran sifat fisik air
laut dapat dilihat pada tabel 4.1.
Jarak
|
Kemiringan
|
Satuan
|
|||
0
|
s/d
|
1
|
m
|
10
|
°
|
1
|
s/d
|
2
|
m
|
10
|
°
|
2
|
s/d
|
3
|
m
|
6
|
°
|
3
|
s/d
|
4
|
m
|
4
|
°
|
4
|
s/d
|
5
|
m
|
10
|
°
|
5
|
s/d
|
6
|
m
|
6
|
°
|
6
|
s/d
|
7
|
m
|
6
|
°
|
7
|
s/d
|
8
|
m
|
6
|
°
|
8
|
s/d
|
9
|
m
|
4
|
°
|
9
|
s/d
|
10
|
m
|
2
|
°
|
10
|
s/d
|
11
|
m
|
4
|
°
|
Total
|
68
|
°
|
|||
Rata - rata
|
6,18
|
°
|
Hasil pengamatan menunjukan bahwa
topografi pantai Lab. Basah Kastela memupakan pantai dengan kemiringan 6,18°.
4.3. Sifat
Fisik Air Laut
Hasil pengukuran sifat fisik air
laut dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil pengukuran sifat fisik air laut.
No
|
Parameter
|
Hasil
|
Satuan
|
1
|
Suhu
|
27.92
|
°C
|
2
|
Salinitas
|
35.6
|
ppt
|
3
|
Kecepatan Arus
|
0.09
|
m/s
|
4
|
Ketinggian Gelombang
|
0,59
|
meter
|
5
|
Ketinggian Pasut
|
0,59
|
meter
|
4.2.1.
Suhu
Pengukuran suhu pada praktikum
menggunakan Horiba Water Chekeer yang dilakukan selama 24 jam dengan range
waktu sebesar 5 jam. Artinya setiap 5 jam,dilakukan pengukuran suhu. Untuk
lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil pengukuran suhu.
No
|
Waktu Pengukuran (WIT)
|
Hasil
|
Satuan
|
1
|
12.00
|
28.94
|
°C
|
2
|
17.00
|
28.59
|
°C
|
3
|
22.00
|
27.35
|
°C
|
4
|
03.00
|
26.89
|
°C
|
5
|
08.00
|
27.84
|
°C
|
Gambar 4.2. grafik hasil pengukuran suhu.
Dari grafik di atas, hasil
pengukuran suhu tertinggi adalah 28,94°C pada pukul 12.00 WIT. Hal ini
dikarenakan pengukuran dilakukan ketika siang hari yang pada saat tersebut
penetrasi cahaya matahari ke perairan begitu tinggi. Sementara hasil pengukuran
terendah yaitu 26,89 °C pada pukul 03.00 WIT. Hal ini dikarenakan pengukuran
dilakukan ketika dini hari yang pada saat tersebut tidak terdapat cahaya
matahari.
4.2.2.
Salinitas
Sama halnya dengan pengukuran suhu,
pengukuran salinitas pada praktikum menggunakan Horiba Water Chekeer yang
dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar 5 jam. Artinya setiap 5 jam,
dilakukan pengukuran salinitas. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel
4.4.
Tabel 4.4. Hasil pengukuran
salinitas.
No
|
Waktu Pengukuran (WIT)
|
Hasil
|
Satuan
|
1
|
12.00
|
35.9
|
ppt
|
2
|
17.00
|
35.5
|
ppt
|
3
|
22.00
|
35.7
|
ppt
|
4
|
03.00
|
34.9
|
ppt
|
5
|
08.00
|
35.6
|
ppt
|
Gambar 4.3. grafik hasil pengukuran salinitas.
Dari grafik di atas, hasil
pengukuran salinitas tertinggi adalah 35,9 ppt pada pukul 12.00 WIT. Hal ini
dikarenakan pengukuran dilakukan ketika siang hari yang pada saat tersebut
penetrasi cahaya matahari ke perairan begitu tinggi sehingga menyebabkan suhu
menjadi naik. Apabila suhu naik maka salinitas juga naik. Sementara hasil
pengukuran terendah yaitu 34,9 ppt pada pukul 03.00 WIT. Hal ini dikarenakan
pengukuran dilakukan ketika dini hari yang pada saat tersebut tidak terdapat
cahaya matahari sehingga menyebabkan suhu menjadi rendah. Apabila suhu rendah
maka salinitas juga rendah.
4.2.3.
Arus
Pengukuran arus pada praktikum
menggunakan float tracking atau bola apung dan stopwatch yang dilakukan selama
24 jam dengan range waktu sebesar 1 jam. Artinya setiap 1 jam, dilakukan
pengukuran arus. Yang kemudian dihitung rata – rata kecepatan arus di lokasi
praktikum. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
Gambar 4.4. grafik hasil pengukuran kecepatan arus.
Dari grafik di atas, hasil
pengukuran kecepatan arus tertinggi adalah 0,375 m/s pada pukul 21.00 WIT.
Sementara hasil pengukuran terendah yaitu 0,004 pada pukul 04.00 WIT dan 0,005
pada pukul 03.00 WIT.
4.2.4.
Ketinggian Gelombang
Pengukuran gelombang pada praktikum
menggunakan tide staff yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar
1 jam. Artinya setiap 1 jam, dilakukan pengukuran gelombang. Yang kemudian
dihuntung pula rata – rata ketinggian permukaan air di lokasi praktikum. Untuk lebih lengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 2.
Gambar 4.5. grafik hasil pengukuran gelombang.
Dari grafik di atas, permukaan air
tertinggi adalah 0,81 meter pada pukul 00.00 WIT. Sementara hasil pengukuran
terendah yaitu 0,295 pada pukul 17.00 WIT.
4.2.5.
Pasut
Pengukuran pasut pada praktikum
menggunakan tide staff yang dilakukan selama 24 jam dengan range waktu sebesar
1 jam. Artinya setiap 1 jam, dilakukan pengukuran pasut. Yang kemudian
dihuntung pula rata – rata ketinggian permukaan air di lokasi praktikum. Untuk
lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.
Gambar 4.6. grafik hasil pengukuran pasut.
Dari grafik di atas, pasang
tertinggi adalah 0,81 meter pada pukul 00.00 WIT dan surut terendah yaitu 0,295
pada pukul 17.00 WIT. Dari grafik di atas pula, dapat ditentukan bahwa tipe
pasut yang terdapat pada kawasan pantai Pulau Maitara adalah
semidiurnal tides, yaitu
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasutnya
disebut tipe harian ganda.
4.3. Sifat
Kimia Air Laut
Hasil pengukuran sifat kimia air
laut dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hasil pengukuran sifat kimia air laut.
No
|
Parameter
|
Hasil
|
Satuan
|
1
|
Derajat Keasaman (pH)
|
6,40
|
-
|
2
|
Oksigen Terlarut
|
7,86
|
mg/L
|
4.3.1.
Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran pH pada praktikum
menggunakan Horiba Water Chekeer yang dilakukan selama 24 jam dengan range
waktu sebesar 5 jam. Artinya setiap 5 jam,dilakukan pengukuran suhu. Untuk
lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil pengukuran pH.
No
|
Waktu Pengukuran (WIT)
|
Hasil
|
Satuan
|
1
|
12.00
|
6.22
|
-
|
2
|
17.00
|
4.89
|
-
|
3
|
22.00
|
7.12
|
-
|
4
|
03.00
|
8.35
|
-
|
5
|
08.00
|
5.44
|
-
|
Gambar 4.7. grafik hasil pengukuran pH.
Dari grafik di atas, hasil
pengukuran pH tertinggi adalah 8,35 pada pukul 03.00 WIT. Hal ini artinya pada
saat tersebut konsentrasi ion hidrogen bersifak asam. Sementara hasil
pengukuran terendah yaitu 4,89 pada pukul 17.00 WIT. Hal ini artinya pada saat
tersebut konsentrasi ion hidrogen bersifak basah.
4.3.2.
Oksigen Terlarut (DO)
Pengukuran DO pada praktikum
menggunakan Horiba Water Chekeer yang dilakukan selama 24 jam dengan range
waktu sebesar 5 jam. Artinya setiap 5 jam,dilakukan pengukuran suhu. Untuk
lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil pengukuran DO.
No
|
Waktu Pengukuran (WIT)
|
Hasil
|
Satuan
|
1
|
12.00
|
8.72
|
mg/L
|
2
|
17.00
|
9.91
|
mg/L
|
3
|
22.00
|
7.12
|
mg/L
|
4
|
03.00
|
6.37
|
mg/L
|
5
|
08.00
|
7.18
|
mg/L
|
Gambar 4.8. grafik hasil pengukuran DO.
Dari grafik di atas, hasil
pengukuran DO tertinggi adalah 9,91 mg/L pada pukul 17.00 WIT. Hal ini
dikarenakan pada saat tersebut penetrasi cahaya matahari ke perairan begitu
rendah sehingga menebabkan suhu rendah. Apabila suhu rendah maka DO tinggi.
Sementara hasil pengukuran terendah yaitu 6,37 mg/L pada pukul 03.00 WIT. Hal
ini dikarenakan pada saat tersebut penetrasi cahaya matahari ke perairan begitu
tinggi sehingga menebabkan suhu tinggi. Apabila suhu tinggi maka DO rendah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan
praktikum dan menyusun laporan ini, dapat kami simpulkan :
1. Sifat
fisik air laut Kawasan Pantai Lab.
Basah Kastela yaitu Suhu
27.92°C, Salinitas 35.6 ppt, Kecepatan Arus 0.09 m/S, Ketinggian Gelombang 0,59 meter,
Ketinggian Pasut 0,59 meter.
2. Sifat
kimia air laut Kawasan Pantai Lab.
Basah Kastela yaitu
Derajat Keasaman (pH) 6,40, dan Oksigen Terlarut 7,86 mg/L.
5.2. Saran
Saya menyadari bahwa
hasil praktikum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran saya untuk
menyempurnakannya sebaiknya di lakukan kajian lebih lanjut dalam hal ini adalah
riset lanjutan mengenai sifat fisik kimia air
laut Kawasan Pantai Lab. Basah Kastela.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. 2016. Laporan Praktikum Oceanografi (Gelombang, Pasut, Arus, & Kualitas Air) on http://taufiqabd.blogspot.co.id/2016/09/laporan-praktikum-oceanografi-gelombang.html di akses pada 29 May 2017
Bahan
ajaran peng. Oseanografi FKIP Unkhair
Hutabarat, Sahala, dan
Stewart M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. UI-Press Universitas Indonesia.
Jakarta. 159 Hal.
Dahuri, R, Jacob Rais ,
Gintin,S.Pg. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Wibisono, M.S. 2005.
Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo Press. Jakarta
Wikipedia.
2016. Pulau Maitara. On https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Maitara di akses
pada 15 juli 2016
Wikipedia.
2016. PH. On https://id.wikipedia.org/wiki/PH di akses pada 15 juli 2016
Wikipedia.
2016. Suhu. On https://id.wikipedia.org/wiki/Suhu di akses pada 15 juli 2016
Wikipedia.
2016. Salinitas. On https://id.wikipedia.org/wiki/Salinitas di akses pada 15
juli 2016
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Arus
Waktu Pengukuran (WIT)
|
Arah
|
Panjang Tali
|
Kecepatan Arus
|
00:01:13.38
|
timur laut
|
3 meter
|
0,041
|
00:00:26.50
|
Utara
|
0,115
|
|
00:00:40.94
|
Utara
|
0,075
|
|
00:02:42.14
|
barat laut
|
0,019
|
|
00:02:02.92
|
barat laut
|
0,025
|
|
00:01:07.94
|
selatan
|
0,045
|
|
00:00:59.97
|
timur laut
|
0,051
|
|
00:00:29.60
|
selatan
|
0,103
|
|
00:00:13.13
|
selatan
|
0,231
|
|
00:00:08.28
|
selatan
|
0,375
|
|
00:00:17.17
|
selatan
|
0,176
|
|
00:00:37.31
|
selatan
|
0,081
|
|
00:00:18.06
|
selatan
|
0,167
|
|
00:00:35.72
|
selatan
|
0,086
|
|
00:00:22.42
|
Utara
|
0,136
|
|
00:10:00.27
|
Utara
|
0,005
|
|
00:11:41.65
|
tenggara
|
0,004
|
|
00:02:49.98
|
Timur
|
0,018
|
|
00:02:32.97
|
tenggara
|
0,02
|
|
00:01:48.53
|
tenggara
|
0,028
|
|
00:00:30.02
|
tenggara
|
0,1
|
|
00:01:09.10
|
Utara
|
0,043
|
|
00:01:02.94
|
selatan
|
0,048
|
|
00:00:56.91
|
selatan
|
0,054
|
|
Jumlah
|
|
|
2,046
|
Rata - Rata
|
|
|
0,085
|
Lampiran 2 : Gelombang
Waktu Pengukuran (Wit)
|
Puncak (Dm)
|
Lembah (Dm)
|
Periode
|
Frekuensi
|
Tinggi
|
|
dm
|
meter
|
|||||
12:00
|
7,5
|
7
|
00:00:02.19
|
35
|
0,5
|
0,05
|
13:00
|
6,7
|
6
|
00:00:01.19
|
31
|
0,7
|
0,07
|
14:00
|
5,6
|
5
|
00:00:01.48
|
23
|
0,6
|
0,06
|
15:00
|
4,4
|
4,2
|
00:00:03.20
|
18
|
0,2
|
0,02
|
16:00
|
3,7
|
3,1
|
00:00:03.41
|
15
|
0,6
|
0,06
|
17:00
|
3,1
|
2,8
|
00:00:01.98
|
23
|
0,3
|
0,03
|
18:00
|
3,7
|
3,3
|
00:00:02.02
|
20
|
0,4
|
0,04
|
19:00
|
4,2
|
3,9
|
00:00:02.06
|
20
|
0,3
|
0,03
|
20:00
|
4,9
|
3,7
|
00:00:03.61
|
26
|
1,2
|
0,12
|
21:00
|
5,9
|
5,8
|
00:00:03.61
|
31
|
0,1
|
0,01
|
22:00
|
7,8
|
6,8
|
00:00:02.85
|
20
|
1
|
0,10
|
23:00
|
8
|
7,8
|
00:00:02.68
|
20
|
0,2
|
0,02
|
0:00
|
8,3
|
7,9
|
00:00:02.02
|
26
|
0,4
|
0,04
|
1:00
|
8,1
|
8
|
00:00:02.72
|
27
|
0,1
|
0,01
|
2:00
|
8
|
7,8
|
00:00:02.32
|
22
|
0,2
|
0,02
|
3:00
|
6,8
|
6,5
|
00:00:03.82
|
36
|
0,3
|
0,03
|
4:00
|
6
|
5,9
|
00:00:04.57
|
21
|
0,1
|
0,01
|
5:00
|
5,5
|
5,3
|
00:00:04.06
|
22
|
0,2
|
0,02
|
6:00
|
5,4
|
5,3
|
00:00:01.29
|
53
|
0,1
|
0,01
|
7:00
|
5,3
|
5,2
|
00:00:02.56
|
36
|
0,1
|
0,01
|
8:00
|
6,2
|
5,6
|
00:00:02.56
|
37
|
0,6
|
0,06
|
9:00
|
6,8
|
6,3
|
00:00:02.11
|
20
|
0,5
|
0,05
|
10:00
|
7
|
6,5
|
00:00:01.01
|
28
|
0,5
|
0,05
|
11:00
|
7,2
|
6,9
|
00:00:01.32
|
24
|
0,3
|
0,03
|
Jumlah
|
-
|
0,95
|
||||
Rata – rata
|
-
|
0,04
|
Lampiran 3 : Pasut
Waktu Pengukuran (Wit)
|
Puncak (Dm)
|
Lembah (Dm)
|
Tinggi
|
|
dm
|
meter
|
|||
12:00
|
7,5
|
7
|
0,5
|
0,05
|
13:00
|
6,7
|
6
|
0,7
|
0,07
|
14:00
|
5,6
|
5
|
0,6
|
0,06
|
15:00
|
4,4
|
4,2
|
0,2
|
0,02
|
16:00
|
3,7
|
3,1
|
0,6
|
0,06
|
17:00
|
3,1
|
2,8
|
0,3
|
0,03
|
18:00
|
3,7
|
3,3
|
0,4
|
0,04
|
19:00
|
4,2
|
3,9
|
0,3
|
0,03
|
20:00
|
4,9
|
3,7
|
1,2
|
0,12
|
21:00
|
5,9
|
5,8
|
0,1
|
0,01
|
22:00
|
7,8
|
6,8
|
1
|
0,10
|
23:00
|
8
|
7,8
|
0,2
|
0,02
|
0:00
|
8,3
|
7,9
|
0,4
|
0,04
|
1:00
|
8,1
|
8
|
0,1
|
0,01
|
2:00
|
8
|
7,8
|
0,2
|
0,02
|
3:00
|
6,8
|
6,5
|
0,3
|
0,03
|
4:00
|
6
|
5,9
|
0,1
|
0,01
|
5:00
|
5,5
|
5,3
|
0,2
|
0,02
|
6:00
|
5,4
|
5,3
|
0,1
|
0,01
|
7:00
|
5,3
|
5,2
|
0,1
|
0,01
|
8:00
|
6,2
|
5,6
|
0,6
|
0,06
|
9:00
|
6,8
|
6,3
|
0,5
|
0,05
|
10:00
|
7
|
6,5
|
0,5
|
0,05
|
11:00
|
7,2
|
6,9
|
0,3
|
0,03
|
Banyak data
|
146,10
|
136,60
|
9,50
|
0,95
|
Rata – rata
|
6,09
|
5,69
|
0,40
|
0,04
|
Komentar
Posting Komentar