Laporan : STUDI KOMPOSISI JENIS MAKROZOOBENTHOS DI PANTAI TANJUNG PEJUANG DESA TUADA, KECAMATAN JAILOLO, KABUPATEN HALMAHERA BARAT, PROVINSI MALUKU UTARA.
STUDI KOMPOSISI JENIS MAKROZOOBENTHOS
DI PANTAI TANJUNG PEJUANG DESA
TUADA, KECAMATAN JAILOLO, KABUPATEN HALMAHERA BARAT, PROVINSI MALUKU UTARA.
Laporan
Praktikum Biologi Laut
Oleh
TAUFIQ ABDULLAH
0517 1511 027
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2017
LEMBAR
PENGESAHAN
Nama : Taufiq Abdullah
NPM : 05171511027
Judul : Studi Komposisi Jenis Makrozobenthos Di Pantai Di
Pantai
Tanjung
Pejuang Desa Tuada, Kecamatan
Jailolo, Kabupaten
Halmahera
Barat, Provinsi
Maluku Utara.
Program Studi : Budidaya Perairan
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Disahkan
Tim Dosen Mata Kuliah Asisten
Maskyur abdul kadir
S.Pi,M,Si Irenna
Sari Ibrahim
NIP. 197709142008121002 NPM.05161411014
Tanggal Praktikum : 29 April 2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Biologi Laut
dengan judul studi komposisi jenis makrozoobenthos di pantai Tanjung Pejuang Desa Tuada,
Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
Laporan ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan ini. Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
teramat besar kepada Irena Sari Ibrahim sebagai asisten
atas bimbingan, nasehat, petunjuk dan saran yang senantiasa
diberikan kepada penulis.
Penulis
menyadari bahwa laporan
ini tidak luput dari kekurangan atau kesalahan, Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya.
Akhirnya penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Ternate, Mei
2017
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR
PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Makrozoobenthos
2.2 Klasifikasi Dan Morfologi
Makrozoobenthos
2.3 Habitat dan Penyebaran Makrozoobenthos
2.4 Parameter Lingkungan
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Metode Pengambilan Data
3.4 Metode Pengukuran Parameter Lingkungan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Praktikum
4.2 Parameter Lingkungan
4.3 Komposisi Jenis
4.4 Deskripsi Komposisi Jenis
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No .Teks
1 Alat dan
bahan yang digunakan dalam praktikum
2 Hasil
pengukuran parameter lingkungan
3 Komposisi
jenis mekrozoobenthos yang ditemukan
DAFTAR GAMBAR
No Teks
1 Struktur umum morfologi Gastropoda
(Dharma, 1988)
2 Morfologi Bivalvia
3 Echinoidea
4 Holothuroidea
5 Asteroidea
6 Contoh
bintang mengular
7 Peta
lokasi Desa Tuada
8 Desain
Sempling
9 Pantai Desa
Tuada
10 Grafik
komposisi jenis makrozoobenthos yang ditemukan
11 Natica
lineata (sumber : dokumentasi)
12 Strombus sp (sumber : dokumentasi)
13 Tectarius
coronatus
(sumber : dokumentasi)
14 Anadara granosa (sumber : dokumentasi)
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Makrozoobentos merupakan organisme
yang hidup melata, menempel, memendam dan meliang baik didasar perairan maupun
di permukaan dasar perairan. Organisme ini hidup pada lumpur, pasir, kerikil
maupun sampah organik, baik di perairan laut, sungai serta danau. Organisme
yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda,
Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, dan Annelida
(Cummins, 1975).
Makrozobentos
merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar
perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang (Kendeigh, 1980; Odum
1993; Rosenberg dan Resh, 1993).
Ada beberapa spesies makrozoobenthos yang mendiami
daerah padang lamun menunjukan bahwa adanya kehidupan yang dinamik terjadi
interaksi antar lamun dan biota-biota laut, terutama saling memanfaatkan dan
saling membutuhkan dalam proses pertumbuhan dan berkembang biak. Adapula
komunitas bentos yang memliki peranan penting bagi kepentingan manusia misalnya
sebagi makanan manusia, sebagai mata rantai makan di laut dan sebagai indicator
suatu perairan. Dengan demikian menunjukan bahwa keberadaan makrozoobenthos
pada daerah padang lamun memiliki potensi yang cukup besar untuk dikelola dan
di manfaatkan oleh masyarakat serta menunjang produksi perikanan di wilayah
pesisir (Folkard, 2005 dan Hynes, 1978).
Melihat potensi
dan manfaat biota perairan khususnya organisme makrozoobenthos yang sangat
besar maka upaya pengelolaan dan pemanfaatannya perlu di kembangkan dan di
lestarikan.
Sehingga untuk
menggali dan memperoleh informasi yang lebih detail terhadap struktur komunitas
makrozoobenthos, maka perlu di lakukan kegiatan praktikum Biologi Laut dengan
judul Studi Komposisi jenis
Makrozoobenthos Di Pantai Desa Tuada, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera
Barat, Provinsi Maluku Utara.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum Biologi Laut
ini, yaitu untuk mengetahui komposisi jenis makrozobenthos di Pantai Desa
Tuada, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
1.3.
Manfaat
Adapun
manfaat dari praktikum Biologi Laut ini, yaitu dapat memberikan informasi ilmiah mengenai komposisi
jenis makrozobenthos
di Pantai Desa Tuada, Kecamatan Jailolo,
Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi
Makrozoobenthos
Bentos
adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau di
permukaan substrat dasar perairan (Odum, 1998). Organisme ini terdiri atas
kelompok hewan (zoobentos) dan tumbuhan (fitobentos). Berdasarkan ukurannya,
Levinton (1982) mengelompokkan hewan bentos atas tiga golongan yaitu:
a. Makrofauna
atau makrozoobentos yang merupakan kelompok hewan bentos berukuran ≥ 0,5 mm.
b. Mesofauna
atau mesozoobentos yang merupakan kelompok hewan bentos berukuran 0,5 – 0,1 mm.
c. Mikrofauna
atau mikrozoobentos yang merupakan kelompok hewan bentos berukuran < 0,1 mm.
Makrozoobentos
merupakan organisme yang banyak ditemukan di perairan laut, estuari, maupun
perairan tawar. Menurut habitatnya makrozoobentos dapat dikelompokkan menjadi
infauna dan epifauna. Infauna adalah makrozoobentos yang hidupnya terpendam di
dalam substrat perairan dengan cara menggali lubang, Sebagian hewan tersebut
bersifat sesil. Epifauna adalah makrozoobentos yang hidup di permukaan dasar
perairan, gerakannya lambat di atas permukaan substrat yang lunak atau menempel
dengan kuat pada substrat padat yang terdapat di dasar (Levinton, 1982).
Menurut
Lalli dan Parson (1993) kelompok infauna sering mendominasi komunitas substrat
yang lunak dan melimpah di daerah subtidal, sedangkan kelompok epifauna dapat
ditemukan pada semua jenis substrat tetapi lebih berkembang pada substrat yang
keras dan melimpah di daerah intertidal.
Makrozoobentos
memegang peranan penting di dalam ekosistem perairan, terutama dalam proses
mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik, baik yang berasal dari perairan
maupun daratan. Kebanyakan makrozoobentos bersifat sebagai pengurai dan di
dalam jaring makanan mkrozoobentos mempunyai peranan penting dalam mengubah
bahan organik yang berenergi rendah menjadi makanan berkualitas tinggi bagi
tingkatan tropik yang lebih tinggi seperti ikan dan udang (Goldman dan Home,
1983). Menurut Rosenberg dan Vincent (1993) makrozoobentos bukan saja berperan
sebagai penyusun komunitas, namun juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif
untuk mengetahui kualitas perairan.
Kelompok organisme dominan yang menyusun
makrofauna di dasar lunak sublitoral dibagi dalam empat kelompok taksonomi
yaitu Polychaeta (spesies pembentuk tabung dan penggali), Krustasea (Ostracoda,
Amfipoda, Isopoda, Tanaid, Misid yang berukuran besar dan beberapa Dekapoda
yang berukuran kecil), Ekinodermata (Bintang Laut dan Ekinoid) dan Moluska
(Bivalvia penggali dan beberapa Gastropoda). Pada umumnya biota tersebut hidup
pada substrat dasar pasir dan lumpur (Nybakken 1992).
2.2.
Klasifikasi Dan Morfologi Makrozoobenthos
2.2.1.
Kelas Gastropoda
Kelas
Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Mollusca lebih dari 75.000 spesies
yang ada yang telah teridentifikasi dan 15.000 diantaranya dapat dilihat bentuk
fosilnya. Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal
zaman Cambrian. Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, dapat
disimpulkan bahwa Gastropoda merupakan kelas yang paling sukses di antara kelas
yang lain (Barnes, 1987).
Morfologi
Gastropoda terwujud dalam morfologi cangkangnya. Menurut Berry (1972) dalam Dewiyanti
(2004), hewan kelas Gastropoda umumnya bercangkang tunggal, membentuk spiral.
Beberapa jenis diantaranya tidak mempunyai cangkang, kepala jelas, umumnya
dengan dua pasang tentakel kaki lebar dan pipih, memiliki rongga mantel dan
organ-organ internal dan bagi yang bercangkang, antara kepala dan kaki
terputus, insang berjumlah kurang lebih satu atau dua buah, bernafas dengan
paru-paru, organ reproduksi jumlah satu atau dua fertilasi secara internal dan
eksternal. Morfologi cangkangnya sebagian besar cangkangnya terbuat dari bahan
kalsium karbonat yang di bagian luarnya dilapisi periostrakum dan zat tanduk
(Bengen 2000, dalam Harahab, 2010). Adapun morfologi dari Gastropoda
ditampilkan pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Struktur umum morfologi Gastropoda (Dharma, 1988)
Dharma
(1988) kelas Gastropoda dibagi dalam tiga sub kelas yaitu :
a. Prosobranchia
Prosobranchia Memiliki dua buah insang
yang terletak di anterior, sistem syaraf terpilin membentuk angka delapan,
tentakel berjumlah dua buah. Cangkang umumnya tertutup oleh operkulum.
Kebanyakan hidup di laut tetapi ada beberapa pengecualian, misalnya yang hidup
di daratan antara lain dari family Cyclophoridae dan Pupinidae bernafas
dengan paru-paru dan yang hidup di air tawar antara lain dari family Thiaridae.
Sub kelas ini dibagi lagi ke dalam tiga yaitu : (1) ordo Archaeogastropoda contohnya Acmaea,
Haliotis, Trochus; (2)
ordo Mesogastropoda contohnya Crepidula,
Littorina, Campeloma, Pleurocera, Strombus, Charonia,
Vermicularia; (3) ordo Neogastropoda contohnya Murex, Conus, Urosalpinx,
Busycon (Hegner & Engeman, 1968).
b. Ophistobranchia
Kelompok gastropoda ini memiliki dua
buah insang yang terletak di posterior, cangkang umumnya tereduksi dan terletak
didalam mantel, nefridia berjumlah satu buah, jantung satu ruang dan organ
reproduksi berumah satu. Kebanyakan hidup di laut. Subkelas ini dibagi kedalam
delapan ordo yaitu: (1) ordo Cephalaspidea contohnya Bulla; (2) ordo Anaspidea contohnya Aplysia; (3) ordo Thecosomata contohnya Cavolinia;
(4) ordo Gymnosomata contohnya Clione, Cliopsis, Pneumoderma; (5) ordo
Nataspidea contohnya Umbraculum; (6) ordo Acochilidiacea contohnya Microhedyle;
(7) ordo Sacoglossa contohnya Berthelinia; (8) ordo Nudibranchia
contohnya Glossodoris (Hegner & Engeman, 1968).
c. Pulmonata
Bernapas dengan paru-paru, cangkang
berbentuk spiral, kepala dilengkapi dengan satu atau dua pasang tentakel,
sepasang diantaranya mempunyai mata, rongga mentel terletak di interior, organ
reproduksi hermaprodit atau berumah satu. Sub kelas ini dibagi menjadi dua ordo
yaitu : (1) ordo Stylomatophora contohnya Achatina, Triodopsin, Limax; (2) ordo Basomatophora contohnya Lymnaea,
Physa, Helisoma, Ferrissia (Hegner & Engeman, 1968).
2.2.2.
Kelas Bivalvia (Pelecypoda)
Bivalvia
memiliki tubuh bilateral simerti, pipih secara lateral kaki berbentuk seperti
baji, insang tipis berbentuk seperti papan, umumnya mempunyai kelamin terpisah,
tetapi beberapa diantaranya hermaprodit. Tubuh biasanya dilindungi oleh
cangkang yang terdiri dari tiga lapis yaitu; periostrakum, lapisan primatik dan
lapisan mutiara (Sugiri, 1989).
Bivalvia
atau lebih umum dikenal dengan nama kerang-kerangan, mempunyai dua keping atau
belahan kanan dan kiri yang disatukan oleh satu engsel yang bersifat elastis
disebut ligamen dan mempunyai dua otot yaitu abductor dan adductor dalam
cangkangnya, yang berfungsi untuk membuka dan menutup kedua belahan cangkang
tersebut (Barnes, 1982).
Menurut
Wesz (1973) ciri-ciri umum Bivalvia : hewan lunak, sedentary (menetap pada
sedimen), umumnya hidup di laut meskipun ada yang hidup di air tawar, pipih di
bagian lateral dan mempunyai tonjolan di bagian dorsal, tidak memiliki
tentakel, kaki otot berbentuk seperti lidah, mulut dengan palps (lembaran
berbentuk seperti bibir), memiliki radula , insang dilengkapi dengan silis
untuk filter feeding (makan dengan menyaring larutan), alat kelamin terpisah
atau ada yang hermaprodit, perkembangan lewat trocophora dan viliger pada
perairan laut dan tawar.
Hewan
kelas pelecypoda termasuk kerang, tiram, remis dan sebangsanya. Biasanya
bilateral simetris, mempunyai cangkang setangkup dan sebuah mantel yang berupa
dua daun telinga atau kuping. Karena cangkang disebut tangkup (valve) dan
jumlahnya dua maka kelas ini dinamakan Bivalvia. Bentuk cangkangnya digunakan
untuk identifikasi (Romimohtarto dan Sri, 2001). Untuk lebih jelasnya morfologi
Bivalvia dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi Bivalvia
Pergerakan Bivalvia dibantu oleh kaki di antara valves yang
melebar atau mengait pada dasar material dengan mekanisme tarik ulur dan
kontraksi otot. Aktivitas ini diaktivasi dari keluar masuknya darah ke dalam
sinus otot-otot kaki (Nybakken et al., 1982). Selanjutnya menurut (Robet
et al, 1982) bivalvia tidak memiliki kepala dan mata di dalam tubuhnya.
Bivalvia terdiri dari tiga bagian utama yaitu kaki, mantel dan organ dalam.
Kaki dapat ditonjolkan di antara dua cangkang tertutup, bergerak memanjang dan
memendek berfungsi untuk bergerak.
Franc (1960) mengklasifikasikan bivalvia kedalam enam
subkelas, yaitu (1) subkelas Palaeotaxodonta; (2) subkelas Cryptodonta; (3)
subkelas Pteriomorphia, (4) subkelas Paleoheterodonta, (5) subkelas
Heterodonta, dan (6) subkelas Anomalodesmata.
2.2.3.
Kelas Echinoidea (Bulu Babi / Landak Laut)
Secara
morfologi, bulu babi terbagi menjadi dua kelompok yaitu bulu babi
regularia atau bulu babi beraturan (regular
sea urchin) dan bulu babi iregularia atau bulu babi tidak beraturan (irregular
sea urchin) (Radjab, 2001).
Bulu
babi memiliki bentuk tubuh segilima, mempunyai lima pasang garis kaki tabung
dan duri panjang yang dapat digerakkan. Kaki tabung dan duri memungkinkan
binatang ini merangkak di permukaan karang dan juga dapat digunakan untuk
berjalan di atas pasir. Cangkang luarnya tipis dan tersusun dari lempeng-lempeng
yang berhubungan satu sama lain (Aziz, 1995).
Suwignyo
et al. (2005) menyebutkan bahwa tubuh bulu babi berbentuk bulat atau
pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat
digerakkan. Semua organnya umumnya terdapat di dalam tempurung, yang terdiri
dari 10 keping pelat ganda, biasanya bersambung dengan erat, yaitu pelat
ambulakral selain itu terdapat pelat ambulakral yang berlubang-lubang tempat
keluarnya kaki tabung. Pada permukaan tempurung terdapat tonjolan-tonjolan pendek
yang membulat, tempat menempelnya duri. Kebanyakan bulu babi mempunyai dua
duri, duri panjang atau utama dan duri pendek atau sekunder. Selanjutnya, mulut
bulu babi terletak di daerah oral, dilengkapi dengan lima gigi tajam dan kuat
untuk mengunyah yang dikenal sebagai aristotle’s lantern. Anus, lubang
genital dam madreporit terletak di sisi aboral. Gambar bagian – bagian pada
echinoidea dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar
3. echinoidea.
Heinke dan Schultz
(2006) menggolongkan bulu babi atau landak laut ke dalam 12 ordo, yaitu (1)
ordo Cidaroida; (2) ordo Echinothuroida; (3) ordo Diadematoida; (4) ordo
Phymosomatoida; (5) ordo Arbacioida; (6) ordo Temnopleuroida; (7) ordo
Echinoida; (8) ordo Clypeasteroida; (9) ordo Spatangoida; (10) ordo Holectypoida;
(11) ordo Cassiduloida; dan (12) ordo Holasteroida.
2.2.4.
Kelas Holothuroidea (Teripang / Timun Laut)
Teripang
adalah salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata), tetapi tidak
semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Duri-duri pada teripang
tersebut sebenarnya merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari zat kapur
dan terdapat di dalam kulitnya (Widodo, 2013).
Kelas
Holothuroidea pada umumnya berwarna hitam, coklat, hijau, atau gabungan dari
beberapa warna. Pada bagian dorsal terdapat dua wilayah ambulakral yang
dinamakan “sole” dan bagian ventral tersusun atas tiga wilayah ambulakral.
Mulutnya dikelilingi oleh 30 tentakel. Kehidupannya dapat ditemukan di daerah
berbatu, dan ada juga yang hidup di kedalaman laut dalam (Ruppert dan Barners,
1994). Beberapa jenis teripang memiliki racun, namun beberap anggota yang lain
dapat dimakan (Anonim, 2005).
Holothuroidea
mengenal dua macam cara makan, pertama dengan menggunakan tentakel di sekitar
mulut. Tentakel di sekitar mulut dapat digunakkan untuk menangkap diatom dan
dapat ditarik kedalam mulutnya kembali setelah penuh. Kedua dengan menelan
pasir dan mengambil detritus yang ada didalamnya secara periodik, dan pasir
tersebut akan dikeluarkan kembali dari dalam tubuh (Ruppert dan Barners, 1994).
Berikut ini merupakan gambar anatomi teripang :
Gambar
4. Holothuroidea.
2.2.5.
Kelas Asteroidea (Bintang Laut)
Asteroidea merupakan spesies
Echinodermata yang jumlahnya sekitar 1.600 spesies. Asteroidea juga sering disebut Bintang laut (Campbell, 2003). Kelas
Asteroidea memiliki bentuk seperti bintang, bergerak bebas, serta memiliki
lengan yang berfungsi untuk melindungi “central disc” atau cakram. Sea star atau
bintang laut memiliki warna yang sangat berfariasi merah, orange, biru, jingga,
hijau, atau merupakan kombinasi dari beberapa warna. Sun star Crossaster
papposus memiliki 7 hingga 40 lengan. Asteroidea memiliki kemampuan untuk
regenerasi kembali pada salah satu anggota lengan yang putus (Ruppert dan
Barners, 1994). Permukaan tubuhnya ditutupi oleh duri-duri yang pendek. Pada
bagian pusat (cakram) terdiri dari sebuah mulut disebelah bawah, dan anus
disebelah atas (Anonim, 2005). Berikut ini merupakan gambar bintang laut :
Gambar
5. Asteroidea.
2.2.6.
Kelas Ophiuroidea (Bintang Mengular)
Kelas
Ophiuroidea terdiri atas basket star dan serpent star atau brittle
star. Ophiuroidea memiliki 2000 spesies yang sudah diidentifikasi, sehingga
merupakan kelas terbesar dari Echinodermata. Ophiuroidea memiliki lengan yang
panjang yang berpusat pada cakram, dan tidak memiliki kaki ambulakral (Ruppert
dan Barners, 1994).
Ophiuroidea
adalah jenis Echinodermata yang paling kecil ukurannya. Ophiuroidea memiliki cakram dengan diameter
1-3 cm serta lengan yang sangat panjang. Lengan dari basket star adalah yang
terpanjang 12 cm. Basket star memiliki lima lengan yang berbentuk
seperti dahan atau ranting. Ophiuroidea adalah merupakan hewan yang sangat
aktif bergerak, dan merupakan hewan karnivora, pemakan bangkai, deposit
feeder, dan filter feeders (Ruppert dan Barners, 1994). Bintang ular
memiliki duri-duri pendek yang hanya terdapat pada bagian sampingnya dari
lengan simetris, sedangkan bagian atas dan bawahnya tidak ditutupi oleh duri
(Anonim, 2005). Berikut ini merupakan gambar bintang mengular :
Gambar
6. Contoh bintang mengular.
Bintang mengular diklasifikasikan ke dalam tiga ordo, yaitu
(1) ordo Phrynophiurida; (2) ordo Oegophiurida; dan (3) ordo Ophiurida (Abdullah, 2017).
2.3. Habitat Dan Penyebaran
Makrozoobenthos
2.3.1.
Kelas Gastropoda
Gastropoda
dapat hidup pada tempat-tempat yang beragam mulai dari laut, rawa-rawa, sungai,
danau, hutan dan lain-lain. Mereka dapat hidup dalam air tawar, air payau, air
laut, dan juga di daratan (Kusrini, 2000). Gastropoda telah pula menempati
setiap niche dalam laut mulai dari zona yang paling dangkal dan kaya akan sinar
matahari dan gas oksigen, yaitu zona neritik sampai zona yang tidak dapat
ditembus oleh sinar cahaya dan memiliki kadar oksigen yang sangat rendah serta
memiliki tekanan yang sangat tinggi yaitu pada zona abisal. Bahkan, telah
ditemukan beberapa Gastropoda yang dapat bertahan dan hidup pada celah-celah
hydrothermal yang berada jauh di dasar laut dan beberapa macam Gastropoda juga
bersifat parasit pada hewan lain (Kusrini, 2000). Menurut Whitten,et al., (1997)
dalam Dharmawan (1995), bahwa sebaran komponen-komponen Gastropoda
terdiri dari Gastropoda yang hidup di dasar substrat atau yang hidup di dalam
tanah (infauna), yang hidup di atas permukaan sedimen atau tanah (epifauna),
dan hidup menempel pada pohon, akar dan daun (treefauna).
2.3.2.
Kelas Bivalvia
Pada
umumnya Bivalvia hidup membenamkan dirinya di dalam pasir atau pasir berlumpur
dan beberapa jenis di antaranya ada yang menempel pada benda-benda keras dengan
menggunakan byssus atau sifon
(Kastoro, 1988). Selanjutnya menurut Nontji (1987) Bivalvia hidup menetap di
dasar laut dengan cara membenamkan diri di dalam pasir atau lumpur bahkan pada
karang-karang batu. Akan tetapi pada beberapa spesies Bivalvia seperti Mytillus
edulis dapat hidup di daerah intertidal karena mampu menutup rapat
cangkangnya untuk mencegah kehilangan air (Nybakken, 1992). Menurut (Sumich, 1992) berdasarkan habitatnya
Bivalvia dapat dikelompokkan ke dalam Bivalvia yang hidup di perairan mangrove;
Bivalvia yang hidup di perairan dangkal; dan Bivalvia yang hidup di lepas
pantai.
2.3.3.
Kelas Echinoidea (Bulu Babi / Landak Laut)
Bulu
babi banyak ditemukan di daerah padang lamun dan terumbu karang. Mereka
ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir berlumpur biasa juga didapatkan di
atas pecahan karang. Mereka menyukai perairan yang jernih dan tenang (Aziz,
1995).
2.3.4.
Kelas Holothuroidea (Teripang / Timun Laut)
Teripang
dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai, mulai daerah pasang surut
yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Teripang umumnya menempati
ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari polusi, air
relatif tenang dengan mutu air cukup bagus (Wibowo, dkk., 1997).
2.3.5.
Kelas Asteroidea (Bintang Laut)
Bintang laut
(Asteroidea) hidup di laut yang dangkal dan dan dalam. Bintang laut
(Asteroidea) hidup di padang lamun dan terumbu karang (Abdullah, 2017).
2.3.6.
Kelas Ophiuroidea (Bintang Mengular)
Bintang
ular dapat ditemukan pada perairan besar, dari kutub sampai tropis. Hewan ini
hidup di laut yang dangkal atau dalam. Biasanya bersembunyi di sekitar batu
karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur atau pasir; sangat aktif di
malam hari. Menurut Ruppert dan Barners (1994) ophiuroidea hidup di habitat
laut, di perairan yang tenang dan pada kedalaman laut yang dalam.
2.4. Parameter Lingkungan
2.4.1. Suhu
Suhu
merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme termasuk makrozoobentos (James dan Evison,
1979). Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken, 1992).
Suhu
memengaruhi aktivitas metabolisme dan reproduksi organisme yang hidup di
perairan (Hutabarat & Evans, 1986). Peningkatan suhu perairan dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup didalamnya,
dampaknya konsumsi oksigen akan menjadi lebih tinggi (Effendi, 2002). Kisaran
suhu yang dianggap layak bagi organisme akuatik bahari adalah 25-32 °C
(Perkins, 1974 dalam Efriyeldi, 1999). Selanjutnya James dan Evison
(1979) mengemukakan bahwa batas toleransi hewan bentos terhadap suhu perairan
tergantung jenisnya. Umumnya temperatur di atas 30°C dapat menekan pertumbuhan
populasi hewan bentos.
2.4.2.
Salinitas
Salinitas
merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum
air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan nilai salinitas air
diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air payau (0,5 – 30 ‰)
laut (30 – 40 ‰) dan hiperhalin (>40 ‰) (Barus, 2004). Salinitas mempunyai
peranan yang penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi
biota laut akuatik. Salinitas juga berperan dalam mempengaruhi proses
osmoregulasi biota perairan termasuk makrozoobentos. (Nybakken, 1992). Kisaran
salinitas yang masih mampu mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya
fauna makrozoobentos adalah 15‰ -35‰ (Hutabarat & Evans 1985).
2.4.3. Derajat
Keasaman (pH)
Derajat
keasaman (pH) adalah jumlah ion hydrogen dalam suatu larutan merupakan suatu
tolak ukur keasaman. Biota – biota laut memiliki kisaran untuk hidup pada nilai
pH tertentu (Nybakken, 1992). Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan
yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah
sampai basa lemah. Wardhana (1995) menyatakan kondisi perairan yang bersifat
sangat asam ataupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena
dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH yang sangat
rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat
toksik semakin tinggi yang akan mengancam kelangsungan hidup organisme
perairan, sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium
dan amoniak dalam perairan akan terganggu, dimana
kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga
bersifat toksik bagi organisme perairan.
Setiap
spesies organisme perairan memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH.
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar 7 -
8,5 (KepMen LH, 2004). Nilai pH <5 dan >9 menciptakan kondisi yang tidak
menguntungkan bagi kebanyakan organisme makrobentos (Hynes, 1978).
2.4.5. Substrat
Substrat
dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang memengaruhi struktur
komunitas makrozoobentos. Penyebaran makrozoobentos dapat berkorelasi dengan
tipe substrat (Nybakken, 1992). Substrat dasar atau tekstur tanah merupakan
komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar
perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan bentos
(Odum, 1994).
Susunan
substrat dasar perairan penting bagi organisme yang hidup di zona dasar seperti
makrozoobentos (Michael, 1994). Substrat dasar merupakan salah satu faktor
utama yang sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keragaman
makrozoobentos (Hynes, 1976). Substrat dasar berupa bebatuan merupakan tempat
bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, sedangkan substrat dasar yang
halus seperti pasir dan lumpur menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi
organisme yang hidup di dasar perairan (Lalli dan Parsons, 1993).
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu Dan
Tempat
Praktikum Biologi Laut ini dilaksanakan di pantai Desa
Tuada, Kec. Jailolo, Kab. Halmahera Barat, Prov. Maluku Utara yang dilakukan
pada hari sabtu 29 april 2017 pukul 13.00 WIT. Lokasi Desa Tuada dapat dilihat
pada gambar 7.
Gambar 7. Peta lokasi
Desa Tuada
3.2.
Alat Dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Biologi Laut dapat dilihat pada
tabel 1 berikut.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
No.
|
Nama
|
Kegunaan
|
1
|
Alat tulis
|
Mencatat hasil pengukuran
|
2
|
Tali Plastik
|
Membuat lintasan
|
3
|
Kuadran 1x1 m2
|
Pengambilan sempel
|
2
|
Kertas Label
|
Tempat sempel
|
3
|
Kamera
|
Dokumentasi kegiatan praktikum
|
4
|
Tissue
|
Pembersih alat
|
5
|
Buku Identifikasi FAO
|
Mengidentifikasi sampel
|
6
|
Horiba Water Chekeer
|
Mengukur parameter lingkungan
|
3.3. Metode Pengambilan
Data
Pengambilan sampel dilakukan
pada siang hari saat surut terendah dengan menggunakan metode line transek
(Rondo, 2004). Lintasan terdiri atas 2
lintasan yang di tarik secara vertical kearah laut 50 meter, jarak
antara lintasan 20 meter, dan dalam setiap lintasan di tempatkan kuadrat sebanyak
10 kali secara acak. Organisme yang ditemukan kemudian dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang telah diberi label sesuai lintasan dan kuadrat (L1K1 -
L1K10), artinya L1 = lintasan 1 dan K1 = Kuadrat 1 selanjutnya dibawa ke darat
untuk diidentifikasi menggunakan buku panduan identifikasi dari FAO.
·
Menyiapkan alat yang
akan digunakan dalam praktikum.
·
Membuat lintasan
sepanjang 50 m.
·
Melakukan proses
pengambilan data dengan metode transet line.
·
Melakukan proses
sempling dengan kuadran yang ditempatkan secara acak.
·
Menyempling jenis makrozoobenthos
yang di dapat dengan kantong plastik
·
Mencatat, menghitung, dan
mengdokumentasikan hewan sempel yang didapat.
·
Mengidentifikasi hewan sempel yang
ditemukan.
Gambar 8. Desain
Sempling
3.4. Metode Pengukuran Parameter
Lingkungan
Pada lokasi pengambilan
sempel, juga dilakukan pengukuran parameter lingkungan meliputi suhu air,
salinitas, pH air dan oksigen terlarut.
Pengukuran parameter lingkungan menggunakan Horiba Water Chekeer
yang telah dibuat untuk mengukur parameter lingkungan termasuk suhu air,
salinitas, pH air, dan oksigen terlarut. Pengukuran Parameter lingkungan dengan
Horiba mengikuti langkah - langkah berikut :
·
Menyiapkan Horiba
·
Tekan start untuk
menghidupkan Horiba, tunggu beberapa saat hingga semua parameter mulai dari
nol.
·
Celupkan sensor yang ada pada
Horiba dan diamkan lebih dari semenit.
·
Tekan Lock untuk mengambil
data seperti suhu, pH, dan salinitas.
·
Catat hasil yang telah di
Lock.
V HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Lokasi Praktikum
Desa tuada merupakan salah satu Desa
yang terletak di wilayah kabupaten pulau
jailolo Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. dengan luas wilayah 333.2 km2.
Secara administrasif Desa tuada berbatsan dengan Desa todowonggi di bagian
barat,.
Pantai Desa Tuada memiliki topografi perairan yang
landai karena berhubungan dengan daerah lain secara terbuka. Perairan tersebut
juga memilki subsrat dasar yang bervariaasi seperti subsrat pasir berlumpur,
pasir berkarang dan lumpur berpasir. Adanya kondisi subsrat yang bervariasi ini
menyebabkan perairan tuada memiliki berbagai jenis sumber daya hayati.
Dari hasil di lapangan, praktikum di
lakukan pada tempat wisata pantai Tanjung Pejuang tanjung pejuang, yang ada di Desa tuada kec. Jailolo
Barat Yang terletak di bagian Desa kecamatan tuada merupakan tempat pariwisata
yang dekat dengan pemukiman penduduk tempat tersebut sering di kunjungi oleh
berbagai wisatawan yang dating untuk berkunjung atau refresing karna tempat ini
memiliki kedudukan yang strategis serta memiliki pemandangan yang sangat indah.
dan juga terdapat beberapa jenis tumbuhan seperti mangrove dan lamun. Sedangkan
di bagian Selatan yang jauh dari pemukiman terdapaat perkebunan kelapa
penduduk.
Gambar 9. Pantai Tanjung Pejuang
Desa Tuada
4.2. Parameter
Lingkungan
Pada Lokasi yang
sama dengan pengambilan sempel, juga dilakukan pengukuran parameter kualitas
air. Parameter yang diukur adalah suhu, pH, Oksigen terlarut (DO), dan
Salinitas. Pengukuran parameter kualitas air ini menggunakan Horiba Water
Chekeer. Data hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel
2. Hasil pengukuran parameter lingkungan.
Parameter
|
Waktu Pengukuran
|
Hasil Pengukuran
|
Satuan
|
|
Suhu
|
13.30
|
33,76
|
°C
|
|
pH
|
13.30
|
8
|
-
|
|
Salinitas
|
13.30
|
33,8
|
ppt
|
Berdasarkan dari
hasil pengukuran parameter lingkungan, maka di peroleh kisaran suhu dengan
kisaran 33,76 0C, salinitas
33,8 0/00,
dan pH 8. Dari hasil pengukuran parameter lingkungan tersebut masih dianggap layak
bagi kelangsungan hidup jenis-jenis makrozoobenthos yang ditemukan.
Nontji, (1987)
menyatakan bahwa suhu air di permukaan Perairan Nusantara kita umumnya berkisar
antara 28°C - 32°C. Perbedaan
kisaran suhu antara lintasan ini ada kaitanya dengan perbedaan radiasi matahari
terhadap pemanasan perairan dimana pada Lintasan tertentu mungkin
terlindungi oleh Ekosistem
padang lamun . Sedangkan tingginya
kisaran salinitas di sebabkan oleh pengaruh penguapan air
laut lebih besar, karena pada lintasan ini tidak terlindungi oleh padang
lamun itu sendiri.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumana (1997), bahwa
salinitas bervariasi dari hari ke hari
dan dari musim ke musim. Pada siang hari, musim kemarau dan waktu pasang
salinitasnya lebih tinggi dari pada waktu pagi dan malam hari, musim
penghujanan dan waktu surut. Lebih lanjut Sabar (2004), menjelaskan bahwa
tingginya salinitas suatu perairan, disebabkan karena
limpasan air laut lebih banyak dan berhubungan laut lepas. Sedangkan untuk
kisaran pH memiliki nilai yang sama dan tidak mengalami perubahan yang berarti,
sehingga dapat di katakan bahwa derajat keasaman yang berada pada lintasan
penelitian di katakan netral.
4.3.
Komposisi Jenis
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, ditemukan empat jenis makrozoobenthos di pantai
Tanjung Pejuang Desa Tuada, 3 jenis gastropoda dan 1 jenis bivalvia. Kelas
gastropoda diantaranya Nacita lineata,
Strombus sp, dan Tectarius coronatus. Sementara kelas bivalvia adalah Anadara Granosa. Untuk lebih lengkapnya
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Komposisi jenis mekrozoobenthos
yang ditemukan.
Kelas
|
Spesies
|
Jumlah Individu
|
|
Gastropoda
|
Natica lineata
|
6
|
|
Strombus sp.
|
8
|
||
Tectarius coronatus
|
18
|
||
Bivalvia
|
Anadara Granosa
|
3
|
|
Total
|
-
|
35
|
Gambar
10. Grafik komposisi jenis makrozoobenthos yang ditemukan
Dari grafik
diatas menunjukkan bahwa jenis terbanyak yang ditemukan adalah jenis gastropoda
Tectarius coronatus dengan jumlah
individu sebanyak 18 individu sementara yang terendah adalah jenis bivalvia Anadara Granosa dengan jumlah individu
sebanyak 3 individu.
4.4. Deskripsi
Komposisi Jenis
4.4.1.
Natica lineata
Natica
lineata juga dikenal dengan nama Naticarius lineatus (Lamarck,
1822); Notocochlis lineatus (Lamarck, 1822); Tanea lineata (Röding,
1798). Natica
lineata biasanya mempunyai panjang shell (cangkang) sampai 3cm
dengan ukuran maksimal 4cm (Poutiers, 1998).
Klasifikasi Natica lineata (Gambar 11)
menurut Sartori (2014) adalah sebagai berikut:
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Mollusca
Class :
Gastropoda
Order :
Littorinimorpha
Family :
Naticidae
Genus : Natica
Species : Natica lineata (Röding, 1798)
Gambar 11. Natica
lineata (sumber : dokumentasi)
Natica
lineata Hidup pada
substrat berpasir halus sampai pasir berlumpur di daerah Sublittoral, terutama
pada kedalaman 10 sampai sekitar 50 m (Poutiers, 1998). Pada
praktikum, Natica
lineata ditemukan pada substrat pasir berlumpur
di daerah padang lamun dengan jenis Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides.
4.3.2.
Strombus sp.
Famili Strombidae memiliki shell (cangkang) sengan bentuk
bervariasi. Pada umumnya shell
(cangkang) strombidae
tebal dan padat dengan bentuk yang melingkar dan mempunyai ukurang yang relatif
besar. Shell (cangkang) strombidae mempunyai
warna yang beragam (Poutiers, 1998). Bahkan ada beberapa yang
cangkangnya seperti memiliki tanduk.
Klasifikasi Strombus sp. (Gambar
12) menurut Hadi (2003) antara lain sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Mollusca
Kelas :
Gastropoda
Ordo :
Sorbeoconcha
Famili :
Strombidae
Genus :
Strombus
Spesies :
Strombus sp
Gambar 12. Strombus sp (sumber : dokumentasi)
Strombus sp. tersebar
di wilayah subtropis dan sering tinggal di
perairan dangkal dengan substrat berpasir, berlumpur atau puing atau pada rumput laut (Poutiers, 1998). Pada praktikum, Strombus sp. ditemukan pada substrat pasir berlumpur di daerah padang lamun dengan jenis Thalassia hemprichii.
perairan dangkal dengan substrat berpasir, berlumpur atau puing atau pada rumput laut (Poutiers, 1998). Pada praktikum, Strombus sp. ditemukan pada substrat pasir berlumpur di daerah padang lamun dengan jenis Thalassia hemprichii.
4.3.3.
Tectarius coronatus
Tectarius
coronatus sering disebut juga Tectarius rugosus (Wood,
1828), Tectarius papillosus (Lamarck, 1822), dan (Tectarius
tectumperspicum (Linnaeus, 1758) (Poutiers, 1998). Tectarius coronatus memiliki
cangkang yang mencapai ukuran 20 - 40 mm. Permukaan cangkang ini berduri atau
nodulosa. Warna dasarnya berwarna oranye terang atau coklat pucat, dengan band
coklat tua (Wikipedia, 2014).
Klasifikasi Tectarius coronatus (Gambar
13) menurut Reid (2010) adalah sebagai berikut:
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Mollusca
Class :
Gastropoda
Order :
Littorinimorpha
Family :
Littorinidae
Genus : Tectarius
Species : Tectarius coronatus Valenciennes, 1832.
Gambar 13. Tectarius
coronatus (sumber
: dokumentasi)
Tectarius
coronatus hidup di zona intertidal dengan
substrat berbatu dan pecahan karang (Poutiers, 1998). Pada
praktikum, Tectarius
coronatus ditemukan
pada substrat pasir berlumpur di daerah padang lamun dengan jenis Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, dan Syringodium
isoetifolium.
4.3.4.
Anadara Granosa
Di Indonesia A. granosa memiliki nama lokal yaitu kerang darah (Suwignyo et al.
2005). Kerang darah memiliki cangkang simetris bilateral dengan mantel lunak
yang memadati antara dua cangkang lateral yang secara dorsal berhimpitan.
Cangkang yang melindungi tubuh berbentuk bulat yang ditandai dengan garis
pertumbuhan konsentrik yang berputar memusat kearah tempat yang lebih besar
(umbo) dekat dengan ujung anterior bagian dorsal. Sendi ligamen menahan
cangkang bagian dorsal secara bersama-sama dan membentang untuk membuat kedua
belah cangkang berpisah secara ventral. Permukaan interior pada masing-masing
cangkang memiliki tanda yang menandakan dimana beberapa otot melekat. Otot ini
berperan dalam membuka cangkang dan menggerakan kakinya (Storer et al., 1977).
Menurut Linnaeus (1958) in Dance (1974)
kerang darah (Anadara granosa) (Gambar 14) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Filum :
Moluska
Kelas :
Bivalvia
Ordo :
Arcoida
Famili :
Arcidae
Genus :
Anadara
Species :
Anadara granosa Linn (1958)
Gambar 14. Anadara granosa (sumber : dokumentasi)
Kerang darah (A. granosa) hidup di daerah pasang surut. Kerang darah hidup di
daerah tropik pada lumpur halus atau kadang-kadang pasir berlumpur dan
dilindungi atau berasosiasi dengan pohon-pohon bakau (Broom 1985). Kerang darah
merupakan organisme infauna, dimana infauna adalah
kelompok makrobenthos yang terpendam di bawah lumpur. Dody (1998)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa kerang darah dijumpai membenamkan diri
dalam substrat sedalam 5-10 cm. Pada praktikum, Kerang darah ditemukan
membenamkan diri pada substrat pasir berlumpur di daerah padang lamun dengan
jenis Thalassia hemprichii dan Enhalus
acoroides.
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah
melakukan praktikum dan menyusun laporan ini yang dapat penulis simpulkan
adalah sebagai berikut :
1.
Komposisi jenis
makrozoobenthos yang ditemukan adalah Natica lineata,
Strombus sp., Tectarius coronatus, dan Anadara Granosa. Dari
keempat spesies tersebut, Tectarius coronatus merupakan spesies yang
paling banyak ditemukan, yaitu dengan jumlah 18 individu. Yang paling sedikit
adalah Anadara Granosa, yaitu dengan jumlah 3 individu. Sementara
Strombus sp. dan Natica lineata, masing
– masing ditemukan dengan jumlah 8 individu dan 6 individu. Total keseluruhan
individu yang ditemukan adalah 35 individu.
2. Natica lineata,
Strombus sp., Tectarius coronatus, dan Anadara Granosa yang
ditemukan hidup pada substrat pasir berlumpur dan hidup berdampingan dengan
tiga jenis lamun, yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus
acoroides, dan Syringodium
isoetifolium.
5.2.
Saran
Setelah
melakukan praktikum dan menyusun laporan ini, penulis menyadari bahwa hasilnya
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu perlu di kajian atau riset lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. 2017. Makalah Jenis – Jenis Lamun Di Indonesia http://taufiqabd.blogspot.co.id/2017/04/makalah-jenis-jenis-lamun-di-indonesia.html; diakses pada 24 May 2017.
Abdullah, T. 2017. Pengertian Makrozoobenthos secara etimologi. http://taufiqabd.blogspot.co.id/2017/05/pengertian-makrozoobenthos-secara.html; diakses pada 24 May 2017.
Aziz, A. 1995. Beberapa catatan mengenai fauna Ekhinodermata dari Lombok. In: Praseno, D.P., Atmadja, W.S., Supangat, I., Ruyitno & Sudibjo, B.S. (Eds.). Pengembangandan Pemanfaatan Potensi kelautan: Potensi Biota, Teknik Budidaya dan Kualitas Perairan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI, Jakarta.
Barnes, R. D. 1987. Invertebrate Zoologi, 5th Edition. W. B. Saunder Company. Philadelphia. London
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang
Ekosisitem Air Daratan Medan: USU Press.
Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. 58 hal.
Berry, A.J. 1972. The Natural History of West Malaysian Mangrove Faunas. Malaysian National Journal (25)
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. PT Sarana Graha. Jakarta.
Effendie, H., 2002. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius; Yogyakarta.
Hadi, S. 2013. Beberapa Klasifikasi Ilmiah Invertebrata. http://subhanhadikusuma.blogspot.co.id/2013/10/beberapa-klasifikasi-ilmiah-invertebrata.html; diakses pada 24 May 2017.
Henry Salama, D.M.D.. Maurice A. Salama, D.M.D.. David Garber, D.M.D.. & Pinhas Adar, MDT. 2003. The Interproximal height of Bone: A Guidepost to Esthetic Strategies and Soft Tissue Contours in Anterior Tooth Replacement. The Journal of Practical Periodontics and Aesthetic Dentistry for the ANTHOLOGY edition.
Hegner, R.B. & J.G. Engemann. 1968. Invertebrata Zoology. New York : Macmillan Publishing Co. INC
Hutabarat, S dan Evan, S.M. 1986.
Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Press. Jakarta.
Kastoro Widiarsih dan M. Kasi Moosa. 1982. Pustaka Dasar Hewan Lunak Bercangkok. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KepMen LH) No. 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota.Jakarta
Nontji,
A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nontji, Anugerah. 1993. Laut Nusantara. Ja-karta: Djambatan.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
PT. Gramedia.
Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Ir. T. Samingan, M.Sc. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Oemarjati, B.S dan Wardhana, W. 1990. Taksonomi Avertebrata. Penerbit Unversitas Indonesia. Jakarta.
Poutiers, J.M. 1998 Gastropods. In Carpenter, K. E. and V. H. Niem. 1998. FAO species identification guide for fishery purposes. The living marine resources of the Western Central Pacific. Volume 1. Seaweeds, corals, bivalves, and gastropods. Rome, FAO.
Reid, David G. (2010). Tectarius coronatus (Valenciennes, 1832). In: MolluscaBase (2017). Accessed through: World Register of Marine Species at http://marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=446936 on 2017-05-22
Robert, D., dkk. 1982. Shallow Water Marine Molluscs of North-West Java. Lembaga Oseanologi Nasional, LIPI, Jakarta
Romimohtarto , K & S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Jakarta : Djambatan
Sartori, André F. (2014). Natica lineata (Röding, 1798). In: MolluscaBase (2017). Accessed through: World Register of Marine Species at http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=817793 on 2017-05-22
Sugiri N. 1989. Zoologi Avertebrata II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suwignyo, S. Widigdo, B. Wardiatno, Y. dan Krisanti, M,. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
Wikipedia. 2014. Tectarius coronatus. https://en.wikipedia.org/wiki/Tectarius_coronatus; searched on 24 May 2017.
Yuliana. 2006. Produktivitas Primer Fitoplankton pada
Berbagai Periode Cahaya di Perairan Teluk Kao, Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal perikanan (Journal of Fisheries
Sciences). VIII (2) Juli 2006: 215-222.
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Dokumentasi kelompok
Lampiran 2 : Alat dan bahan
Plastik sempel
Alat tulis dan penggaris
Papan LJK
Buku
identifikasi
Horiba
Water Chekeer
Tali
Rafia / Plastik
Kamera Dokumentasi
Kuadran
yang digunakan
Lampiran
3
: Prosedur Kerja
Sempling
Pengukuran
parameter lingkungan
Pembuatan
lintasan
Penempatan
kuadran
Komentar
Posting Komentar